Apa itu layanan “Lapor Mas Wapres” yang diluncurkan Gibran?
2024.11.21
Jakarta
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka secara resmi membuka layanan pengaduan masyarakat dengan nama “Lapor Mas Wapres” pada 11 November 2024.
Masyarakat diizinkan mendatangi Kantor Wakil Presiden di Jakarta untuk melaporkan masalah mereka secara langsung atau lewat aplikasi pesan WhatsApp.
Kebijakan menyediakan laporan pengaduan langsung bagi masyarakat bukan kali pertama dilakukan putra sulung mantan Presiden Joko "Jokowi" Widodo itu.
Saat menjabat Wali Kota Solo periode 2021-2024, Gibran juga membuat layanan serupa dengan nama “Lapor Mas Wali”, tapi kala itu Gibran tidak menerima aduan secara langsung dan hanya menerima keluh kesah masyarakat lewat medium internet, baik melalui situs pemerintah Kota Solo maupun via media sosial seperti Twitter, Instagram, atau WhatsApp.
Apa tujuan “Lapor Mas Wapres”?
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan dalam keterangan kepada wartawan pada 11 November mengatakan bahwa program ini bertujuan agar pemerintah lebih responsif terhadap aspirasi masyarakat. Dia juga mengatakan bahwa Gibran ingin mendengarkan langsung beragam aduan masyarakat.
“Berarti bisa lebih bagus, ya, lebih cepat respons nanti dari pemerintah," kata Budi kepada wartawan kala itu.
Bagaimana cara menyampaikan aduan?
Layanan pengaduan menerima segala keluhan dan aduan dari masyarakat. Sekretariat Wakil Presiden, dalam keterangan layanan di Instagram @satwapres.ri menyatakan bahwa warga dapat mengadukan masalah mereka secara langsung dengan mendatangi Kantor Istana Wakil Presiden di Jakarta setiap Senin hingga Jumat, pukul 08.00-14.00 WIB atau melalui WhatsApp ke nomor 08111-704-2207.
Setiap hari, kantor wakil presiden akan menerima 50 pengadu. Pengadu yang datang harus orang yang mengalami langsung peristiwa dengan membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) serta bukti permulaan atau bukti pendukung yang relevan dengan keluhan.
Jika pengadu berhalangan hadir, aduan dapat diwakilkan dengan syarat menyertakan surat kuasa bermeterai. Substansi yang menjadi aduan pun tidak boleh sedang atau telah menjadi obyek peradilan.
Bagaimana alur penanganan aduan?
Deputi Bidang Administrasi Sekretariat Wakil Presiden Sapto Harjono mengatakan bahwa pengaduan dari masyarakat akan dicek terlebih dahulu oleh tim Sekretariat Wakil Presiden, lalu dikoordinasikan dengan institusi atau lembaga yang terkait dengan aduan —jika aduan terkait dengan lembaga atau institusi tertentu.
Substansi aduan juga akan dicek ulang, apakah isu baru atau pernah diadukan ke lembaga atau institusi lain, kata Sapto, dikutip dari Antara.
Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Presiden Prita Laura, layanan ini terintegrasi dengan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N-Lapor) dan diklaim terhubung dengan 96 lembaga serta 453 pemerintah daerah.
"Jadi, ini bukan satu-satunya kanal pelaporan, tapi ini memaksimalkan penerimaan laporan masyarakat," kata Prita pada Kamis pekan lalu.
Bagaimana penerapan layanan sejauh ini?
Sepekan berjalan, Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi mengungkapkan bahwa banyak laporan iseng yang masuk ke nomor aduan yang disediakan.
Namun, dia mengaku pemerintah tengah menggodok sistem aduan baru agar laporan iseng dapat tersaring secara otomatis.
Bagaimana komentar warga?
Masyarakat menyampaikan respons beragam terkait layanan ini. Sejumlah pelapor mengapresiasi inisiatif “Lapor Mas Wapres” ini, seperti Yuliasmi. Perempuan berusia 45 tahun ini melaporkan suaminya yeng menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Suami saya terjebak di Myanmar menjadi korban TPPO atau human trafficking sudah dua tahun ini belum ada tindakan dari pemerintah dan bingung mau lapor ke mana lagi dengan adanya layanan “Lapor Mas Wapres” ini berharap laporannya di tindaklanjuti untuk mengevakuasi suami saya.”
Pelapor lain, Sugianto dari Purwokerto, Jawa Tengah, melaporkan yang saya hadapi tentang tahan yang dia beli dari proses lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang ternyata bermasalah.
“Mendapat informasi ini lewat Instagram. Saya mencoba datang kesini karena masalah yang saya hadapi sudah lama, enam tahun lebih,” kata Sugianto.
“Saya beli lelang tanah melalui KPKNL, lelang lembaga resmi dari tahun 2019 sampai saat ini saya belum bisa menempatinya padahal saya sudah mengajukan eksekusi lewat pengadilan negeri Purwokerto tapi pengadilan selalu mengulur-ngulur padahal kemarin sudah melakukan eksekusi tetapi tidak jadi lagi.”
Tapi ada pula yang menanggapi sinis dengan mengatakan bahwa Gibran selaku wakil presiden semestinya mendorong efektivitas kementerian dan birokrasi, alih-alih mengambil peran mikro yang tidak sepadan dengan jabatannya.
"Micromanage itu masih laku banget buat masyarakat Indonesia, apalagi niatnya untuk build personality," kata salah seorang pengguna Instagram, @oky.nr.
Ada pula sejumlah masyarakat yang mengeluhkan perihal nomor layanan pengaduan yang tidak responsif, padahal mereka telah mengirimkan pengaduan.
Apa kata pengamat?
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat layanan aduan tersebut semestinya memang tidak dilakukan pejabat setingkat wakil presiden.
"Layanan ini seharusnya dikeluarkan pejabat setingkat wali kota, bukan wakil presiden. Ini kebijakan nostalgia saja," kata Hendri Satrio dalam keterangan diterima BenarNews.
Dia pun menilai kebijakan tersebut tak lebih dari gestur politik, guna mengerek citra positif Gibran di mata masyarakat yang anjlok akibat sejumlah peristiwa, seperti dugaan keterlibatan dalam skandal Fufufafa.
"Ini pencitraan saja. Karena dari sisi komunikasi politik, ini tentu efektif," kata Hendri.
Apakah pemerintah pernah punya layanan pengaduan serupa di masa lalu?
Layanan pengaduan masyarakat yang digagas Gibran bukan kali pertama kali dilakukan wakil presiden. Pada 31 Maret 1988, Wakil Presiden ke-5, Sudharmono, pernah membuat layanan serupa dengan nama Tromol Pos 5000.
Sudharmono membuka layanan pengaduan masyarakat sebagai metode pengawasan atas masalah disiplin nasional, isu yang menjadi fokus pemerintah saat itu.
Sudharmono pada 26 November 1988 mengatakan terdapat 12 ribu surat pengaduan yang masuk ke Tromol Pos 5000. Sebanyak 2.000 kemudian diproses dan diteruskan ke instansi terkait, dengan sebagian di antaranya dilaporkan berujung ke pengadilan.
Kebijakan pengaduan ini juga dilanjutkan wakil presiden penerus Sudharmono yakni Tri Sutrisno.
Eko Siswono Toyudho di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.