IPAC: Antisipasi Aktifnya Perempuan dalam Aksi Terorisme

Memahami motivasi para perempuan itu penting untuk menyiapkan program rehabilitasi dan pencegahan yang lebih tepat sasaran.
Staf BeritaBenar
2019.04.29
Washington
190429-ID-ipac-620.jpg Polisi menginvestigasi lokasi serangan bom bunuh diri di sebuah gereja di Surabaya, Jawa Timur, 13 Mei 2018.
AP

Kepolisian dan militer Indonesia harus mengantisipasi kemungkinan lebih aktifnya perempuan dalam melakukan aksi terorisme, seperti apa yang terjadi dalam serangan bom Surabaya pada tahun 2018 dan aksi serangan bom hari Paskah di Sri Lanka baru-baru ini, demikian laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), sebuah lembaga think tank yang berbasis di Jakarta.

Kajian IPAC dimulai dengan menggarisbawahi bahwa dibandingkan dengan serangan teroris di Sri Lanka pada saat hari Paskah minggu lalu, Indonesia belum mengalami serangan terkoordinasi yang menewaskan ratusan orang.

“Indonesia sejauh ini beruntung karena terorisnya pada umumnya tidak memiliki cukup pengalaman menciptakna ide-ide besar. Dengan sedikit imajinasi dan kepemimpinan yang lebih baik, sel-sel pro-ISIS ini dapat melakukan kerusakan yang jauh lebih besar, ” demikian laporan IPAC.

Kajian yang bertajuk “Masalah yang Sedang Terjadi dengan Sel Pro-ISIS di Indonesia,” menyebut Indonesia beruntung memiliki “teroris berkaliber rendah namun sebaliknya polisi anti-terorisme yang berkemampuan tinggi”.

Disebutkan bahwa kelompok-kelompok militan lokal, seperti yang ada di Sri Lanka, tidak mundur dengan kekalahan ISIS di Timur Tengah, tetapi telah berani melakukan serangan di dalam negeri.

Sementara itu, aparat keamanan Indonesia, telah melemahkan upaya kelompok-kelompok militan ini melalui gelombang penangkapan sejak aksi pembom bunuh diri menyerang tiga gereja dan sebuah kantor polisi di Surabaya pada Mei 2018 yang melibatkan seluruh keluarga – suami, istri, dan anak-anak mereka dalam meluncurkan serangan itu. Aksi tersebut menewaskan 12 warga sipil.

Banyak dari penangkapan itu menargetkan koalisi pro-ISIS terbesar di Indonesia yaitu Jamaah Ansharul Daulah (JAD), "merusak struktur kelompok itu tetapi meninggalkan beberapa unit wilayah yang tetap memiliki tekad dengan bekerja sendiri," kata IPAC.

“Banyak dari sel-sel ad-hoc di Indonesia ini telah terhambat oleh penyebaran geografis anggota, jika mereka dibentuk secara online, dan oleh tidak adanya prosedur pemeriksaan, pelatihan atau indoktrinasi, apalagi pengetahuan tentang kewaspadaan.”

Kaitan internasional

Laporan tersebut menunjukkan adanya potensi hubungan dari aksi di Surabaya dan insiden terbaru di Sibolga, Sumatra Utara yang melibatkan pembom bunuh diri perempuan Indonesia dengan perempuan Sri Lanka yang meledakkan dirinya tak lama setelah serangan gereja dan hotel pada hari Minggu Paskah yang menewaskan sekitar 250 orang.

Perempuan Sri Lanka itu, istri dari salah seorang pelaku bom bunuh diri, meledakkan diri yang juga menewaskan anak-anaknya dan petugas polisi yang memasuki rumah keluarganya tak lama setelah serangan itu.

“Surabaya sekarang tampaknya telah menjadi inspirasi bagi Sibolga, dan keterlibatan perempuan Sri Lanka menunjukkan ini sekarang bisa menjadi fenomena yang lebih luas,” tulis laporan itu.

Pada bulan Maret, istri seorang tersangka militan meledakkan dirinya dan anaknya di Sibolga setelah polisi mengepung rumahnya sehari setelah menangkap suaminya.

Setelah serangan Sri Lanka, aparat mengatakan polisi Indonesia dalam keadaan siaga dan melacak calon teroris di seluruh negeri. "Kami telah memetakan dan membuat profil sel tidur di seluruh wilayah Indonesia dengan terus memantau pergerakan kelompok-kelompok ini," kata perwakilan Humas Polri Dedi Prasetyo kepada BeritaBenar.

Rekomendasi

IPAC menyimpulkan laporannya dengan menyatakan ada kecil kemungkinan serangan model Sri Lanka terjadi di Indonesia sebelum menawarkan serangkaian rekomendasi, dengan dua fokus khusus pada perempuan.

Yang pertama, melakukan program yang lebih baik untuk tahanan perempuan pro-ISIS. Disebutkan 15 perempuan, termasuk beberapa yang terlibat dalam aksi kekerasan, saat ini berada di penjara.

“Memahami latar belakang dan motivasi para perempuan ini sangat penting untuk menyiapkan program rehabilitasi yang lebih tepat sasaran, dan mereka sendiri mungkin memiliki gagasan tentang strategi pencegahan,” tulis laporan itu.

Laporan itu juga menyerukan agar lebih banyak perempuan direkrut dan dilatih sebagai anggota unit Densus 88 antiteror termasuk dalam unit intelijennya. "Persentase perempuan di kepolisian pada umumnya tetap sangat rendah, hanya 8 persen lebih."

IPAC mengatakan bahwa serangan Sri Lanka menunjukkan bahwa ISIS mengidentifikasi orang-orang Kristen dan Yahudi sebagai musuh dan mendorong serangan terhadap mereka. Insiden Sri Lanka dapat meningkatkan daya tarik serangan semacam itu bagi pendukung ISIS di Indonesia, yang memiliki penduduk dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia.

“Keberadaan banyak sel kecil juga berarti bahwa cepat atau lambat, salah satunya kemungkinan akan berpikir untuk menyontoh serangan yang terjadi di tempat lain tetapi sampai saat ini belum pernah dicoba di Indonesia: serangan menggunakan truk; menusuk orang asing secara acak; atau penembakan mal. Mudah untuk mengabaikan kompetensi teroris Indonesia, tetapi selama mereka terus memegang ideologi ISIS, mereka tetap menjadi ancaman serius,” demikian kesimpulan laporan IPAC.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.