Ekspor Batu Bara Kembali Dibuka Bertahap Mulai Rabu

Pemerintah mengatakan pelarangan itu telah berhasil memperbaiki pasokan dalam negeri.
Ronna Nirmala
2022.01.10
Jakarta
Ekspor Batu Bara Kembali Dibuka Bertahap Mulai Rabu Pekerja berjalan di dekat kapal yang membawa tongkang batubara di sebuah pelabuhan di Palembang, Sumatra Selatan, 4 Januari 2022.
Antara via Reuters

Indonesia akan membuka keran ekspor batu bara secara bertahap mulai Rabu setelah lebih dari sepekan ditutup demi memenuhi pasokan dalam negeri yang kurang, demikian kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, Senin (10/1).

Keputusan itu menyusul permintaan Jepang, Korea Selatan dan Filipina agar Indonesia mencabut larangan ekspor karena batu bara karena produk tambang itu sangat dibutuhkan untuk pembangkit listrik di negara-negara itu.

Luhut mengatakan beberapa kapal pengangkut batu bara yang tertahan karena larangan ekspor yang dikeluarkan pada 31 Desember akan diizinkan untuk berlayar lagi pada Senin malam. 

“Nanti ada beberapa belas kapal yang diisi batu bara, telah diverifikasi, malam ini dilepas,” kata Luhut dalam konferensi pers usai rapat dengan otoritas terkait. 

“Kemudian nanti ekspor dibuka bertahap mulai Rabu,” tambahnya. 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menghentikan ekspor batu bara karena kekurangan pasokan untuk membangkitkan sedikitnya 20 pembangkit yang dioperasikan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk bulan Januari. 

Kekurangan pasokan tersebut berpotensi membuat sekitar 10 juta konsumen PLN mengalami pemadaman listrik, kata kementerian. PLN membutuhkan pasokan batu bara minimal 20 hari sebelum digunakan untuk pembangkit listrik.

Luhut mengatakan, setelah sepuluh hari larangan berlaku, PLN saat ini setidaknya bisa memastikan pasokan listrik untuk 17 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 

“Kita lihat sekarang semua sudah membaik. Jumlah hari itu sudah bertahap bisa sampai 15 hari, mengarah ke 25 hari, untuk cadangan,” kata Luhut. 

Selain menuai keberatan dari produsen lokal, kebijakan ini juga mendapat keluhan dari negara konsumen yang kapal-kapal besar mereka sudah berlayar untuk mengambil pasokan dari Indonesia menjadi terkatung-katung di pelabuhan Kalimantan. 

Pada Senin, Menteri Energi Filipina Alfonso Cusi mengirim surat keberatan kepada Indonesia terkait kebijakan larangan ekspor dan meminta untuk segera mencabutnya, Reuters mengabarkan. 

Langkah Filipina menyusul keberatan yang juga disampaikan Korea Selatan dan Jepang pada pekan lalu. Filipina mengatakan negaranya masih sangat bergantung pada pasokan batu bara dari pihak luar negeri untuk membangkitkan listrik di negaranya. 

Dengan penutupan keran impor Indonesia, maka Filipina harus mencari pemasok lain dengan harga yang lebih mahal seperti Australia dan Vietnam. Jakarta dilaporkan memasok sekitar 2,3 juta ton per bulan untuk Manila atau nyaris setengah dari total kebutuhan domestiknya. 

Pada Sabtu, Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan Yeo Han Koo menggelar pertemuan darurat secara virtual dengan Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi, untuk membahas larangan ekspor, sebut rilis kementerian dalam siaran pers yang dilansir kantor berita Korsel, Yonhap. 

Sementara Jepang, mengatakan larangan ekspor batu bara akan berdampak serius terhadap aktivitas perekonomian dan kehidupan masyarakat di Jepang. 

“Industri di Jepang secara reguler mengimpor batu bara dari Indonesia untuk pembangkit listrik dan manufaktur, sekitar 2 juta ton per bulan. Oleh karena itu, kami meminta untuk segera mencabut larangan ekspor batu bara ke Jepang,” tulis Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji dalam suratnya, Rabu pekan lalu. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah mengupayakan dalam beberapa hari ke depan, kinerja ekspor batu bara bisa kembali normal. 

“Dalam sepekan terakhir, kami telah melakukan stock-opname dan kami berharap dalam beberapa hari mendatang kami memiliki ketahanan batu bara dan bisa melanjutkan ekspor,” kata Arifin usai bertemu dengan Menteri Perindustrian Jepang Koichi Hagiuda, Senin. 

Perbaikan tata kelola

Luhut mengatakan, selama pemberlakuan kebijakan larangan batu bara, pemerintah turut melakukan evaluasi terhadap tata kelola industri emas hitam itu. 

Salah satunya adalah keputusan untuk membubarkan PLN Batubara, anak usaha PLN yang ditugaskan untuk memasok pembangkit listrik, yang dianggap sebagai biang keladi dari kekurangan pasokan lantaran tidak membeli batu bara langsung dari pengusaha melainkan lewat pihak ketiga

“Tadi kita sudah putuskan, tidak ada lagi itu (PLN Batubara). Tidak ada lagi PLN beli dengan trader, jadi semua harus beli dari perusahaan,” kata Luhut. 

Pada pekan lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mencopot Direktur Energi Primer PLN Rudy Hendra Prastowo sebagai buntut kekisruhan pasokan batu bara domestik.

Pada Senin, Arifin juga mengganti posisi Direktur Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Sujatmiko demi alasan perbaikan tata kelola batu bara.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan mayoritas kontrak pembelian batu bara PLN dilakukan dengan perusahaan pihak ketiga

Pembelian lewat trader ini memberikan ketidakpastian pasokan terutama bila harga jual sedang tinggi lantaran perusahaan-perusahaan itu tidak mematuhi domestic market obligation (DMO) yang mengharuskan produsen lokal menyetorkan minimal 25 persen dari hasil produksinya untuk kepentingan nasional. 

Hal ini yang kemudian menimbulkan protes dari kalangan pengusaha batu bara yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) maupun Kamar Dagang Industri (KADIN) Indonesia.

Mereka mengklaim patuh pada DMO sehingga menyebut kebijakan ini tidak adil, terlebih harga beli PLN hanya $70, jauh lebih rendah dari nilai pasar global yang hari ini hampir mencapai dua kali lipatnya.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan pengusaha meminta pemerintah ke depannya untuk menyesuaikan DMO dengan kebutuhan domestik yang riil.

“Misalnya produksi batu bara per tahun 600 juta ton, hitung berapa kebutuhan untuk domestiknya, itu yang nanti kita serahkan,” kata Hendra kepada BenarNews.

Hendra mengatakan, pengusaha juga berharap pemerintah untuk membeli batu bara mengikuti harga pasar demi menghindari disparitas harga. 

“Memang perlu ada monitoring berkala terhadap DMO. Bukan kami ingin mengubah DMO, tetapi sebaiknya disesuaikan juga supaya pemasok terdorong juga untuk patuh,” katanya. 

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan pelarangan batu bara selama lebih dari sepekan ini telah berhasil menimbulkan terapi kaget bukan hanya bagi pengusaha tetapi juga pejabat curang. 

“Ini semacam shock therapy dari pemerintah buat pengusaha dan juga pejabat yang suka main-main. Ke depannya harus ada solusi untuk mengawasi dan memastikan kesediaan pasokan ini,” kata Fabby. 

Namun menurutnya yang terpenting adalah pengusaha dan pemerintah mulai memikirkan kebutuhan energi jangka panjang mengingat batu bara adalah sumber daya yang tidak dapat diperbarui.

“Sudah mulai dipikirkan juga pengganti batu bara apa. Hari ini kurang pasokan karena tidak ada yang setor, besok kurang pasokan karena memang barangnya sudah tidak ada, mau bagaimana?” katanya. 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.