141 Pria Ditangkap dalam Pesta Gay di Jakarta
2017.05.22
Jakarta
Polisi menggerebek 141 laki-laki termasuk empat warga asing dalam sebuah acara khusus untuk kaum gay di sebuah rumah toko (Ruko) kawasan Jakarta Utara, Minggu malam, 21 Mei 2017.
Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, AKBP Nasriadi, mengatakan lokasi pengerebekan itu selama ini dikenal warga sebagai tempat kebugaran, yang telah menggelar kegiatan usahanya sejak tiga tahun terakhir.
“Dari informasi masyarakat, kami akhirnya ke lokasi dan ternyata benar di situ sedang digelar pesta pertunjukan striptis (penari telanjang) kaum gay,” katanya kepada BeritaBenar, Senin siang.
Lokasi ini milik seorang pengusaha bernama Christian Daniel Kaihatu (40). Penyidik telah menetapkan Christian sebagai tersangka bersama tiga pekerjanya, dan enam orang pria yang menjadi penari striptis.
Menurut Nasriadi, pertunjukan itu juga direkam dan disiarkan lewat media sosial. Salah seorang petugas tempat itu merekam seluruh pertunjukan dan menyiarkannya melalui media sosial.
Dia menambahkan dari pemeriksaan awal diketahui bahwa pemilik usaha menerapkan tarif dan paket berkisar antara Rp 110.000 hingga Rp150.000 kepada pengunjung untuk ikut dalam acara bertajuk “The Wild One” itu.
Dari lokasi itu, polisi menyita sejumlah barang bukti seperti alat kontrasepsi, rekaman CCTV, fotocopy izin usaha, uang tip yang disiapkan untuk penari striptis, kasur, iklan pertunjukan dan satu telpon genggam yang digunakan untuk merekam siaran langsung pertunjukan ke media sosial.
“Mereka semua akan dijerat dengan Undang-undang Nomor 4 tahun 2008 tentang Pornografi, yang ancaman hukumanya maksimal enam tahun penjara,” jelas Nasriadi.
Saat ini, seluruh peserta pesta gay itu masih diamankan di Mapolres Jakarta Utara untuk dimintai keterangan lebih lanjut, termasuk empat warga asing yaitu dua dari Malaysia, seorang warga Singapura dan seorang warga Inggris.
“Semuanya kita periksa dan mintai keterangan. Sementara yang sudah jadi tersangka adalah pemilik usaha, karyawan dan para penari striptis yang menggelar pertunjukan,” katanya.
Pihak kepolisian telah mengirimkan informasi penangkapan warga asing itu ke konsulat jenderal perwakilan negara mereka.
“Polisi berkewajiban melaporkan ke konsulat jenderal sebuah negara bila ada warganya yang ditangkap dalam kaitan perbuatan pidana,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Humas Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompol kepada wartawan.
Diprotes aktivis
Namun, penggerebekan kegiatan gay tersebut diprotes aktivis koalisi advokasi untuk tindak kekerasan terhadap kelompok minoritas identitas dan seksual, dengan menyatakan, itu tidak ada dasar hukumnya.
Aktivis juga menilai tindakan penggelandangan peserta pesta dari lokasi ke markas polisi tak manusiawi sebab mereka digiring dalam kondisi telanjang dan dimasukkan ke dalam bus angkutan kota. Mereka juga menilai tidak pantas foto-foto peserta pesta gay disebar ke sejumlah media sosial.
"Penangkapan ini adalah preseden buruk bagi kelompok minoritas gender dan seksual. Penangkapan di ranah privat bisa saja menjadi acuan bagi tindakan kekerasan lain yang bersifat publik," tulis mereka dalam keterangan tertulisnya yang diterima BeritaBenar.
Koalisi ini terdiri dari sejumlah lembaga advokasi seperti LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, Institute for Criminal Justice Reform, YLBHI dan Yayasan Arus Pelangi.
Mereka juga meminta agar aparat kepolisian memberikan hak praduga tak bersalah bagi korban dan bila korban dinyatakan tak bersalah untuk segera dibebaskan dan dipulihkan nama baiknya.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Dwiyono, mengatakan bahwa penangkapan dan penggerebekan pesta homoseksual itu telah sesuai prosedur.
"Buktinya sudah cukup kuat. Mereka memang dalam kondisi telanjang saat digerebek,” katanya saat dikonfirmasi BeritaBenar.
“Dasar hukumnya juga sudah cukup jelas Undang-undang Pornografi, belum lagi norma-norma yang mengatur hal ini, jadi aneh kalau kita disebut tidak punya dasar hukum."
Bukan kasus pertama
Penggerebekan terhadap kaum gay bukan pertama dilakukan polisi. Pada akhir April lalu, Polres Kota Surabaya juga menggerebek 14 orang dalam acara yang diduga sebagai pesta seks di sebuah hotel.
Para tersangka dijerat Pasal 32, 33, 34, dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44/2008 tentang pornografi, dan atau Pasal 45 UU Nomor 11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Selain itu, polisi juga menjerat mereka dengan Pasal 55 dan 56 KUHP tentang pemberian bantuan dan bersama-sama melakukan tindak pidana, serta Pasal 2 UU Darurat Nomor 12/1951 tentang kepemilikan senjata tajam.
Sebelumnya, di Banda Aceh, sepasang gay digrebek warga di sebuah rumah kontrakan pada 28 Maret lalu. Setelah dua kali persidangan tanpa didampingi pengacara, keduanya dijatuhi hukuman cambuk 85 kali di depan umum pada Selasa, 23 Mei 2017, karena melanggar syariat Islam yang berlaku di Aceh.
Human Rights Watch mengecam putusan cambuk terhadap pasangan gay tersebut.
“Vonis tesebut adalah tindakan barbar,” kata Andreas Harsono, peneliti pada organisasi pendukung hak asasi manusia itu. “Ini merupakan titik rendah, sekali lagi buat Aceh, maupun buat Indonesia,” ujarnya saat dihubungi BeritaBenar, beberapa hari lalu.