Gerakan Literasi di Malang, Ketika Angkot jadi Perpustakaan
2017.04.28
Malang
Angkutan umum bisa menjadi sarana perpustakaan, paling tidak itulah yang dirasakan warga Malang, Jawa Timur, dengan beroperasinya lima kendaraan yang juga berfungsi menjadi perpustakaan mini.
Aneka jenis buku diletakkan di rak yang menempel di kaca mobil. Penumpang duduk santai, sembari membaca buku secara gratis sampai ke tujuan.
“Setiap angkot ada 15 buku bacaan ringan. Buku motivasi, cerpen, dan komik,” kata relawan Mahasiswa Penggerak (Mager), Miftah, yang menggagas perpustakaan mini di angkot.
Seorang sopir angkot, Sugiarto, mengaku buku bacaan mampu menarik penumpang. Mereka memuji dan membaca buku sepanjang perjalanan.
“Sekarang bisa baca buku, lebih bermanfaat,” ujarnya.
Selama tiga tahun terakhir gerakan literasi di Malang mulai tumbuh, demikian diakui pegiat buku dan sastra di kota itu, David Ardianto dan Denny Mizhar.
Gerakan ini mengajak warga Malang untuk mencintai buku dengan memanfaatkan berbagai ruang publik, mulai dari angkot, kafe, taman, sampai di perkampungan.
Ini adalah berita yang menggembirakan, mengingat berdasarkan Pusat Data dan Statistik Kemendikbud tahun 2015, Jawa Timur termasuk salah satu dari enam provinsi disamping Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat dengan angka buta huruf tertinggi. DKI Jakarta menduduki peringkat teratas propinsi dengan presentase buta huruf terendah.
Kepala Bidang Pelayanan dan Pengembangan Dinas Perpustakaan dan Arsip Malang, Latifah Hanum, menjelaskan beragam layanan dilakukan pihaknya, untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Mulai dari kunjungan ke sekolah sampai menambah koleksi buku. Tiga mobil dan sepeda berkeliling mendistribusikan dan meminjamkan buku ke sekolah dan pesantren.
Total perpustakaan punya 175 ribu koleksi buku dari berbagai bidang. Juga disediakan 2.000-an buku braille.
Dari taman hingga kafe baca
Sejumlah taman juga disulap menjadi taman baca, seperti di Taman Trunojoyo, Malang, yang dinaungi pohon trembesi.
“Bisa dibaca di sini atau di kursi taman sebelah sana,” tutur penjaga taman baca, Wahyudi, kepada BeritaBenar, Kamis, 27 April 2017.
Taman baca yang berdiri setahun lalu, memiliki sekitar 1.000-an koleksi buku. Aneka bacaan disediakan secara cuma-cuma.
Setiap hari, pengunjung antara 20-40 orang. Mereka adalah orang tua yang tengah menunggu anak sekolah atau sebaliknya siswa yang tengah menunggu jemputan.
Tak jarang pengunjung yang membaca buku merupakan penumpang kereta yang sedang menunggu kereta.
Lokasi Taman Trunojoyo strategis, berada di pusat kota dekat Balai Kota Malang, gedung DPRD, sejumlah sekolah dan stasiun kereta api. Pengunjung biasanya membaca selama 1-2 jam.
Taman baca itu dibuka pukul 09.00-15.00 WIB. Bukunya adalah koleksi Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Malang. Sebagian sumbangan masyarakat.
Seorang mahasiswa melihat aneka buku di rak Kafe Pustaka di Malang, Jawa Timur, 26 April 2017. (Eko Widianto/BeritaBenar)
Sementara itu di sebuah kafe, sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Malang duduk meriung. Seorang di antaranya memainkan keyboard komputer jinjing sambil sesekali melihat buku.
Sambil bercengkerama, mereka mengerjakan tugas kuliah di Kafe Pustaka yang menyediakan buku bacaan, yang dikelola David dan Denny.
“Asyik bersama teman, kadang sampai dua jam di sini, mulai sore sampai malam,” kata Asrofi Al-Kindi, mahasiswa jurusan Geografi.
David dan Denny diminta mengelola kafe setelah guru besar Sastra dan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Malang, Profesor Djoko Saryono, menjadi Kepala Perpustakaan.
”Diskusi dan kuliah bisa dilakukan di sini, di luar kelas, termasuk mempertemukan gagasan dan ide bersama,” ujar David kepada BeritaBenar.
Total 1.500 buku koleksi pribadi David yang dikumpulkan sejak 12 tahun lalu. Buku dikumpulkan sejak ia bekerja di toko buku dan membantu mengelola Perpustakaan Umum Malang.
“Sebagian besar buku sastra, budaya, sosial, dan filsafat,” ujarnya.
Kafe Pustaka yang berslogan "Sembari Ngopi Membangun Literasi" juga menggelar berbagai kegiatan, seperti kudap buku, lahap isu, kenduri literasi, dan santap gagasan.
“Setiap bulan ada lima sampai 15 kali kegiatan,” terang David.
Pengunjung sekitar 200 orang per hari. Mereka bisa berlama-lama.
Gerakan literasi juga terlihat di perkampungan padat, seperti di Kelurahan Jodipan, Blimbing, Kota Malang. Permukiman padat di bantaran sungai Brantas yang dikenal dengan kampung warna-warni juga sudah membangun perpustakaan. Setiap sore, warga bercengkerama dan membaca buku sembari mengasuh anaknya.
Djoko Saryono menilai gerakan literasi sangat penting untuk membendung banjir informasi, yang kadang belum jelas kebenarannya.
“Peran serta pemangku kebijakan dan guru dibutuhkan untuk menumbuhkan tradisi dan budaya literasi di masyarakat,” ujar sang profesor.
Angka minat baca Indonesia tidak menggembirakan. Berdasarkan data World’s Most Literate Nations Ranked oleh Central Connecticut State University di Amerika Serikat yang dirilis Maret 2016, Indonesia berada di peringkat ke-60 dari 61 negara yang diteliti.
Penelitian yang menempatkan negara berdasarkan minat baca penduduknya, dan bukan berdasarkan tingkat melek huruf itu, menempatkan Indonesia di tempat terbawah kedua setelah Bostwana. Sedangkan posisi lima besar negara yang paling gemar membaca dipegang oleh oleh negara-negara Skandinavia seperti Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark, dan Swedia.