WNI Gabung ISIS Dikabarkan Tewas di Suriah

Tia Asmara
2016.03.10
Jakarta
160310_ID-IS2_1000 Seorang pegawai pemerintah membersihkan bendera ISIS yang digambar pada dinding dekat Jalan Veteran di Surakarta, Jawa Tengah, 5 Agustus 2014.
AFP

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan seorang warga negara Indonesia (WNI) yang diduga bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)  telah tewas di Suriah,  walaupun kementerian luar negeri Indonesia (kemlu) belum bisa mengonfimasi.

Wawan Purwanto, staf ahli BNPT Bidang Pencegahan  menyatakan bahwa berdasarkan informasi yang diterimanya, Rudi Jaelani, mahasiswa lulusan Universitas Islam Bandung (UNISBA) tewas dalam suatu pertempuran di Raka.

“Statusnya kami terima sudah tewas di Raka, hanya satu orang saja, yang lainnya belum tahu,” ujarnya kepada BeritaBenar, tanpa menjelaskan kapan dia tewas.

Kemlu sendiri belum mengonfirmasi kebenaran berita tersebut.

“Pergerakan KBRI Damaskus sangat terbatas untuk dapat konfirmasi tentang mahasiswa yang tewas tersebut. Jadi belum dapat kepastian, sangat sulit sekali mendapat informasi, ” jelas juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arrmanatha Nasir kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 10 Maret 2016.

Informasi mengenai berita itu pertama kali dirilis akun Twitter @drpartizan_  pada 5 Maret lalu. Akun yang mengaku milik tentara Kurdi itu mencuit gambar dan pernyataan bahwa 12 warga negara Indonesia (WNI) telah masuk ke Suriah melalui Turki untuk bergabung dengan ISIS. Tak dijelaskan kapan mereka menyeberang ke Suriah.

Akun tersebut juga memposting foto berupa visa dan tanda terima dari agen perjalanan. Salah satunya adalah ijazah Rudi Jaelani yang terlihat jelas, transkrip nilai dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) milik korban.

“Saat ini, kami mengandalkan bantuan WNI dan wakil warga negara asing (WNA) setempat yang mendukung upaya konsulat Indonesia di Damaskus dan Alleppo untuk memastikan dan mendapatkan konfirmasi,” ujar Arrmanatha.

Sementara Wawan menyebutkan pihaknya masih melakukan investigasi mendalam terkait masalah itu.

“Kami belum bisa memastikan, masih perlu verifikasi. Investigasi tidak bisa singkat, harus ada DNA, sidik jari dan biodata yang jelas,” tuturnya.

Ganti nama dan ubah penampilan

Wawan menambahkan, pemerintah kesulitan melakukan verifikasi karena berbagai upaya dilakukan anggota ISIS. Salah satunya dengan memakai nama samaran atau nama alias dan perubahan penampilan.

“Ini yang menyulitkan kami, mereka menyamar, penampilan diganti, sudah tak mirip lagi dengan orang aslinya, banyak sekali nama sama dan alias dipakai sehingga menjadi pertanyaan besar,” ujarnya.

Dijelaskannya bahwa mereka yang direkrut ISIS menggunakan negara ketiga untuk bisa masuk ke Suriah seperti Arab Saudi, Yordania dan Turki. Setelah itu, mereka masuk ke Suriah secara illegal.

“Kami sulit melacaknya, karena begitu masuk ke Turki misalnya, ada oknum yang sudah mengatur lewat mana dengan paspor palsu,” kata dia.

Ini bukan kasus pertama keterlibatan mahasiswa Indonesia jadi tentara ISIS di Suriah. Sebelumnya sejumlah mahasiswa maupun tenaga kerja Indonesia yang berada di Suriah juga ikut bergabung dengan kelompok radikal tersebut, jelasnya.

“Mahasiswa jumlahnya tak sedikit. Yang berada di Turki bisa langsung ke Suriah dengan mudah bergabung ke kelompok ISIS,” kata Wawan.

Menurut data BNPT hingga September 2015 lalu, tambahnya, terdapat sekitar 800 WNI telah terkonfirmasi bergabung menjadi anggota ISIS. 50 orang di antaranya dilaporkan telah tewas di Suriah dan sekitar 100 lainnya telah kembali ke Indonesia.

“Ini ancaman nyata, namun mereka (yang bergabung ISIS) kan tidak terbuka. Segalanya serba gelap, dan tidak jelas,” ujar Wawan.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada pertengahan Februari lalu menyatakan, warga Indonesia yang pergi ke Suriah berjumlah 329 orang. Angka itu, kata dia, relatif kecil dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta.

Koordinasi

Wawan mengatakan, untuk memastikan korban WNI di Suriah, BNPT telah berkoordinasi dengan kelompok perlawanan tertentu di Suriah, termasuk juga mengirimkan data sampel yang dibutuhkan untuk mengecek DNA seperti data gigi, darah, dan rambut.

“Tidak harus jasadnya dikirim langsung, kita sudah berkomunikasi dengan pihak Suriah untuk mengirimkan data sampel. Tapi harus menunggu karena keadaan di sana serba darurat,” jelasnya.

Tetapi dia enggan menjelaskan lebih detil tentang koordinasi tersebut, apakah dengan tentara pemberontak atau pemerintah setempat.

“Saya belum bisa bilang. Di sana banyak sekali mahasiswa, tidak semudah yang dibayangkan. Kita tidak tahu mana teman mana lawan,” paparnya.

Tidak direpatriasi

Pejabat Konsuler yang juga sekaligus Pensosbud di KBRI Damaskus, AM Sidqi mengatakan bahwa misi utama KBRI setempat adalah perlindungan dan repatriasi WNI dari Suriah, tapi tidak bagi WNI yang sudah tergabung dengan tentara ISIS.

“Mereka yang bergabung sebagai foreign fighter di Suriah tidak masuk dalam fokus repatriasi mengingat mereka sengaja bergabung dengan kelompok teroris di Suriah dalam situasi konflik,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar, 9 Maret 2016.

Ia merincikan bahwa di Suriah terdapat 25 mahasiswa Indonesia, 30 WNI dan 40 TKI yang dijamin oleh KBRI tak bergabung dan bersimpati pada kelompok teroris manapun. Mereka tersebar di beberapa wilayah seperti Damaskus dan penampungan KBRI di Latakia dan Aleppo.

“Bagi pelajar, concern mereka adalah belajar dan lulus. Bagi TKI, mereka aman dan digaji majikan, dan pulang,” ujarnya.

Sidqi memastikan WNI yang bergabung dengan ISIS masuk ke Suriah melalui pintu perbatasan Suriah dan Turki secara ilegal.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.