Malaysia Berikan KBRI Akses Konsuler untuk Temui Aisyah
2017.02.24
Pemerintah Malaysia akhirnya membuka akses kekonsuleran bagi pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur untuk bertemu Siti Aisyah, perempuan yang berdasarkan paspor yang dipegangnya berkewarganegaraan Indonesia, yang ditangkap otoritas Malaysia karena diduga terlibat dalam pembunuhan Kim Jong-nam -kakak tiri Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara.
Konfirmasi tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Malaysia, Dato Seri Anifah Aman, kepada Menlu RI, Retno Marsudi, melalui sambungan telepon pada Jumat, 24 Februari 2017, seperti tertera dalam pernyataan pers yang dirilis oleh Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal. Akses akan diberikan pada tanggal 25 Februari 2017 pukul 10.00 s/d 15.00 waktu Malaysia.
Tim dari KBRI direncanakan bersama pengacara akan berkunjung ke Kepolisian Cyberjaya pada 25 Februari 2017 untuk verifikasi secara fisik status kewarganegaraan Aisyah, memastikan kondisinya dan mendapatkan informasi awal dari Aisyah dalam rangka pendampingan hukum lebih lanjut.
Racun yang sangat berbahaya
Sementara itu kepolisian Malaysia menyatakan zat kimia yang ditemukan di jasad Kim Jong-nam diidentifikasi sebagai Ethyl S-2-diisopropylaminoethyl methyl phosphonothiolate atau "VX Nerve Agent”. Zat berbahaya ini diklasifikasikan oleh PBB sebagai senjata pemusnah massal yang sudah diserukan untuk penghentian penggunaannya dalam Konvensi Senjata Kimia yang telah berlaku sejak 20 tahun lalu.
Sampel zat tersebut ditemukan di bagian muka dan selaput mata Kim Jong-nam. “Barang bukti lainnya masih dalam analisis,” kata Kepala Polisi Diraja Malaysia, Khalid bin Abu Bakar, Jumat.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengatakan VX adalah zat yang paling ampuh dari semua zat kimia penyerang saraf.
“Terkena zat VX bisa menyebabkan kematian dalam hitungan menit,” demikian pernyataan CDC dalam situsnya.
Investigasi
Khalid mengatakan pihaknya akan menyeliki bagaimana zat terlarang tersebut sampai ke Malaysia.
“Senjata kimia ini dilarang. Kami akan menyelidiki bagaimana zat kimia ini dibawa ke Malaysia. Akan sulit mendeteksi jika dibawa masuk dalam jumlah kecil," kata Khalid seperti dikutip dari Kantor Berita Malaysia, Bernama.
Kim Jong-nam meninggal saat dilarikan ke rumah sakit setelah mengeluh kepada tenaga medis bahwa ia merasa sakit setelah seorang perempuan menyerangnya dengan semprotan kimia saat ia menunggu pesawat ke Macau di Bandara Internasional Kuala Lumpur 2.
Dia dinyatakan meninggal saat tiba di Rumah Sakit Putrajaya pada 13 Februari.
Pemerintah Korea Selatan menuding Kim Jong-un dibalik pembunuhan tersebut setelah upaya pembunuhan yang gagal pada kakak tirinya itu tahun 2012. Kim Jong-nam dikenal sebagai pengecam rezim Kim Jong-un.
Rekaman CCTV yang ditayangkan oleh Fuji TV dan menjadi viral di internet menunjukkan dua perempuan melakukan serangan itu. Pihak berwenang Malaysia menangkap kedua perempuan tersebut yang diidentifikasi sebagai Doan Thi Huong (28) asal Vietnam dan Siti Aisyah (25) asal Indonesia .
Khalid sebelumnya mengeluarkan pernyataan tentang dugaan bahwa kedua perempuan tersebut sudah dilatih untuk menangani zat beracun dan telah melakukan latihan untuk aksi mereka di dua pusat perbelanjaan di Kuala Lumpur sebelum melaksanakan aksi penyerangan pada 13 Februari.
Selain menahan kedua perempuan itu, polisi Malaysia menahan seorang pria Korea Utara, dan telah mengidentifikasi tujuh tersangka warga Korea Utara lainnya, dimana empat di antaranya sudah meninggalkan Malaysia.
Seorang pria Malaysia yang dikatakan sebagai pacar Aisyah yang sebelumnya ditangkap telah dibebaskan pada hari Rabu.
Kantor Berita Korea Utara KCNA, mengeluarkan pernyataan pada hari Kamis yang mengecam cara Malaysia menangani investigasi terkadap kasus tersebut.
Malaysia telah menarik duta besarnya dari Pyongyang.
Pada konferensi pers di Kuala Lumpur hari Rabu, Khalid tidak mengkonfirmasi apakah rezim Pyongyang dibalik pembunuhan itu. Ia hanya mengatakan, "yang jelas adalah bahwa mereka yang terlibat adalah orang-orang Korea Utara."
Anis Natasaha di Kuala Lumpur dan Tia Asmara di Jakarta ikut berkontribusi dalam artikel ini.