Ketika Mangrove Menjadi Industri Rumah Tangga
2016.09.04
Surabaya
Muhammad Soni sibuk menggunting stiker dan menempelkannya di botol hijau berkapasitas 360 mililiter. Botol itu telah diisi sirup mangrove Bogem yang diproduksi Kelompok Tani Mangrove Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur.
Dalam sehari, Muhson – begitu lelaki 53 tahun itu akrab disapa – bisa memproduksi 20 hingga 60 liter sirup Bogem. Semua bahan diperolehnya dari bogem (buah mangrove) yang jatuh ke tanah atau jaring yang dipasang di hutan mangrove di desanya.
Di tangannya, mangrove bisa menjadi sumber industri rumah tangga, hal yang juga menginspirasi warga lain di desanya untuk mengikuti jejaknya, tanpa merusak tanaman yang berperan penting dalam ekosistem tersebut.
“Kami mengambil bogem di tanah, jadi tidak merusak tanaman. Biji bogem ada juga yang kami tanam agar ekosistem mangrove tetap terjaga,” ujarnya kepada BeritaBenar, Rabu, 31 Agustus 2016.
Muhson mulai memproduksi sirup Bogem sejak 2007 meski ide awalnya sudah ada sejak 2004. Selama kurun 2004 hingga 2007, ia melakukan berbagai macam uji layak konsumsi.
“Hasilnya sangat bagus karena seratnya banyak dan antioksidannya juga tinggi,” jelasnya.
Muhson mengaku, pemasaran sirup Bogem berbeda dengan penjualan barang lain. Pembeli mendapat edukasi manfaat mangrove, dan 2,5 persen hasil penjualan seharga Rp 25 ribu/botol disisihkan untuk rehabilitasi mangrove.
“Tak semua toko ada sirup Bogem. Penjualan biasa kami lakukan saat pameran, di rumah sirup Kelompok Tani Mangrove dan kampus,” cetusnya.
“Ada juga orang memesan sirup Bogem dari luar daerah seperti Semarang, Lampung, Jakarta dan kota lainnya,” tambahnya.
Muhson mengatakan, sirup Bogem telah mendapatkan hak paten merek, perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) Dinas Kesehatan dan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia. Ia tidak mematenkan komposisi dengan harapan masyarakat bisa belajar dan memproduksi sirup sendiri.
Untuk mengembangkan budidaya hutan mangrove, dia siap bekerja sama dengan siapapun.
Manfaat mangrove
Mangrove merupakan sekelompok tanaman yang hidup di garis pantai dalam jangkauan pasang surut air laut. Tergenang saat pasang, bebas dari genangan ketika surut dan memiliki toleransi garam.
Di hutan mangrove, terdapat 202 macam tanaman dan setiap jenisnya punya species masing-masing. Tidak semua jenis mangrove bisa dimakan, terutama yang hidup di sekitar muara.
Total sekitar 17 jenis mangrove bisa dimanfaatkan untuk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik, kata Muhson.
“Acanthus ilicifolius linn (daruju) misalnya kalau diolah dengan baik, diyakini berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit,” ujarnya.
Tanaman Brugulera gymnorhiz, yang mengandung tanin bisa dipakai sebagai bahan alternatif tepung dan beras, kerupuk, dan cireng. Rasanya seperti ubi dengan kandungan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan jagung dan beras.
Dosen Fakultas Teknik Industri, Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Pembangunan Nasional Surabaya, Jariyah, menyebutkan bogem atau Sonneratia caseolaris memiliki kandungan vitamin C dan serat yang tinggi.
Dia memastikan proses pembuatan dan penyajian yang dilakukan Muhson dan Kelompok Tani Mangrove Wonorejo bisa dipertanggungjawabkan dan layak konsumsi.
“Saya mengambil tesis tentang sirup Bogem dan telah lakukan penelitian serta uji laboratorium dengan standar Amerika. Kesimpulannya sirup Bogem bermanfaat bagi kesehatan manusia,” terang perempuan yang berprofesi sebagai dokter anak itu.
Bahan baku dari tanaman mangrove dijemur untuk membuat tepung di Surabaya, 31 Agustus 2016. (Yovinus Guntur/BeritaBenar)
Menambah penghasilan keluarga
Puji Lestari, seorang warga Rungkut Lor Surabaya mengatakan keluarganya rutin mengkonsumsi sirup Bogem. Dalam sebulan, mereka bisa menghabiskan dua hingga tiga botol sirup Bogem.
“Keluarga kami cocok dengan sirup Bogem. Kami sering pakai buat pengobatan sariawan, panas dalam, dan menjaga kesehatan,” tuturnya kepada BeritaBenar.
Muhson juga memanfaatkan buah mangrove untuk jenang yaitu makanan ringan khas Jawa. Hasil olahan mangrove tidak berbeda jauh dari makanan atau minuman lain, dan bebas dari pestisida atau zat kimia lain.
Menurutnya, tanaman Mangrove bisa berguna untuk berbagai manfaat mulai dari minuman, makanan, hingga komestik.
Selain itu, ada juga yang menjadikan bahan baku batik seperti dilakoni Nani, seorang warga Wonorejo Timur. Bersama 17 ibu binaannya, ia membuat batik berbahan baku tanaman mangrove dengan label Batik Tulis Mangrove Pesisir Rungkut Surabaya.
Sebagian besar pembatik adalah ibu rumah tangga. Melalui hasil membatik ini, mereka berhasil menambah penghasilan keluarga.
“Kami menawarkan sesuatu yang berbeda melalui batik mangrove ini. Alhamdulilah sudah bisa menambah pendapatan keluarga ibu-ibu pembatik,” ujar Nani.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kota Surabaya, Hadi Mulyono, mengapresiasi usaha yang dilakukan Komunitas Tani Mangrove Wonorejo dan Komunitas Batik Mangrove.
Pemerintah, ujarnya, ikut membantu mereka dengan menyediakan stand pameran dan juga pemasaran produk mereka.
“Batik mangrove misalnya, sudah banyak instansi menggunakan hasil karya mereka. Begitu juga dengan sirup Bogem, kami juga mempromosikannya,” ujar Hadi.
Usaha Muhson dan kelompoknya secara tidak langsung juga berdampak pada ekonomi warga sekitar. Laila, seorang warga, mengatakan ia sudah bisa mengolah sirup Bogem.
“Hasil penjualan sirup, lumayan untuk tambahan keuangan kami,” ujarnya.
Hal yang sama dikatakan Agus, seorang petani di kawasan tersebut.
“Secara tidak langsung, yang dilakukan Pak Muhson telah meningkatkan pendapatan keluarga kami,” ungkapnya.