Menangkal Paham Radikal dengan 'Rahmat Islam Nusantara'

Zahara Tiba
2015.12.03
Jakarta
nu-620 Para pelajar menggunakan payung merah dan putih untuk membentuk bendera Indonesia raksasa dalam peringatan 85 tahun Nahdlatul Ulama di Jakarta, 17 Juli 2011.
AFP

Matahari pagi menerobos kompleks candi di sebuah daerah di Jawa. Seorang laki-laki tengah berwudhu diiringi alunan tembang Jawa. Sekilas terkesan menggambarkan kehidupan damai masyarakat di Jawa.

Tiba-tiba suasana berganti dengan keadaan yang bertolak belakang dan membuat bulu kuduk berdiri. Gerombolan ekstremis ISIS tengah menodongkan senjata ke kepala para tahanannya. Wajah-wajah memelas memohon hidup mereka yang berada di ujung laras senjata para ekstremis.

Itulah cuplikan film dokumenter “Rahmat Islam Nusantara”. Di tengah adegan yang mengerikan itu, terselip sepenggal kutipan mantan Ketua Umum PBNU, Mustofa Bisri.

“Dengan ajaran Wali Songo, kita mengajak untuk merevolusi mental kita, melihat kembali konsep kita tentang dunia, Tuhan, saudara dan manusia itu apa. Pandangan-pandangan hidup harus kita kaji ulang,” ujar pria yang biasa disapa Gus Mus dalam film tersebut.

Adegan berganti dengan potongan-potongan gambar tentang perayaan-perayaan acara Islam yang sangat kental dengan kultur Jawa. Tembang Jawa “Padang Bulan” yang menggambarkan perdamaian Islam di Jawa mengisi cuplikan film tersebut.

Film yang baru-baru ini dirilis PBNU meramaikan media sosial di Indonesia . Film ini memang terkesan menantang ideologi-ideologi radikalisme dan ekstremisme luar, yang saat ini tengah mencoba merasuki masyarakat Indonesia.

Sekretaris Jenderal PBNU, Marsudi Syuhud mengatakan film itu menggambarkan pentingnya hidup antarsesama tanpa konflik walaupun ada pergeseran nilai.

“Para Wali Songo dulu bersosialisasi dengan masyarakat setempat, mengasimilasikan [ajaran Islam] dengan kultur setempat. Misalnya di Jawa, Wali Songo berdakwah dengan menggunakan wayang, karena itu budaya masyarakat setempat, katanya kepada BeritaBenar, Kamis.

Menurut dia, tujuan masuknya Islam adalah untuk menyempurnakan tatanan sosial setempat. Pendekatannya bukan dengan kekerasan, karena itu Islam berkembang secara cepat tanpa ada pertumpahan darah. Apalagi Islam adalah agama yang cinta damai.

“Lewat film ini, kita ingin memperkenalkan Islam Nusantara kepada dunia, Islam-nya Indonesia,” tambah Marsudi.

Tatanan harmonis ini mulai terusik dalam beberapa tahun terakhir saat sekelompok orang tidak senang pada perdamaian dan toleransi yang telah terjalin begitu baik di Indonesia.

“Mereka mengajak menyebarkan ajakan berbau Islam, dari politik hingga tatanan negara dengan cara paksaan dan kekerasan, seperti ISIS. Yang semacam ini tidak menjadikan Islam besar, baik, modern dan civilized. Faktanya malah menghancurkan sebuah negara,” ujarnya.

Mengkhawatirkan

Mantan Wakil Ketua Umum PBNU, Slamet Effendi Yusuf menyebutkan gejala-gejala yang ada di tengah masyarakat saat ini cukup mengkhawatirkan karena berpotensi mengancam perdamaian, yakni munculnya paham radikalisme, wahabisme dan gerakan-gerakan transnasional lain.

“Maka kita ingin sampaikan Islam yang moderat, toleran. Islam Nusantara adalah rahmatan lil alamin, Islam yang datang bukan untuk menyapu habis yang sudah ada di bumi. Tapi untuk menyempurnakan, termasuk adat-istiadat,” ujar Slamet kepada BeritaBenar, Rabu, 2 Desember.

NU sendiri, lanjutnya, menerima kondisi masyarakat Indonesia yang plural. Untuk itu, segala sesuatu yang eksklusif, misalnya negara berdasarkan agama, tidak akan diterima oleh organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.

“NKRI adalah final. Itulah Islam Nusantara, yang memandang segala sesuatu itu tidak secara ekstrem. Ajaran-ajaran transnasional, radikalisme dan ekstremisme tidak kita terima,” tegasnya.

Slamet mengatakan respons masyarakat internasional sangat positif terhadap film berdurasi 90 menit tersebut.

“Saya baru pulang dari beberapa negara untuk mengampanyekan ini. Banyak ulama internasional menyambut dengan luar biasa. Pandangan seperti ini diperlukan ketika ada sekelompok kecil umat Islam menggunakan pandangan-pandangan ekstrem,” tuturnya.

Untuk itu, NU berharap film ini bisa disebarluaskan baik lewat konferensi-konferensi resmi maupun media sosial. Bahkan NU berencana menggelar pertemuan pemimpin Islam sedunia untuk mendeseminasi pengertian Islam pada 2016.

“Kami juga akan sebar luaskan buku-buku tentang pandangan kami yang akan disusun oleh NU dan berbagai pemikir/ulama di dunia. Kita akan cetak dalam bahasa Inggris dan Arab untuk selanjutnya disebarluaskan,” ungkapnya.

Ketika ditanya kemungkinan timbulnya resistensi dari pihak tertentu, Slamet hanya menjawab, “Apakah Anda kalau mau berbuat baik, berharap semua orang mengerti? Kalau mau berbuat baik, berbuat saja, termasuk soal film ini. Soal reaksi orang, itu wajar.”

“Dengan adanya reaksi-reaksi itu, kita makin bisa melihat peta NU ada dimana. Bagi NU, Islam adalah damai, yang rahmat, dan Indonesia yang utuh. Kami tidak ingin ideologi dalam memahami Islam bisa memecah belah Indonesia dan menyebarkan Islam yang tidak damai. NU sendiri adalah pencerminan Indonesia yang plural.”

Disambut baik

Dirilisnya film ini disambut baik pengamat Islam dan Toleransi Beragama, Novriantoni Kahar, seorang alumnus Universitas al-Azhar, Kairo, yang sering berbicara mengenai isu-isu keislaman. Menurutnya, film ini cukup baik sebagai upaya menangkal paham-paham radikalisme.

“Hanya saja perlu upaya lebih masif, terstruktur dan sistematis. Perlu anak muda hebat yang berdedikasi memproduksi konten-konten untuk kampanye melawan ISIS dengan cara cerdas dan kreatif,” ujarnya kepada BeritaBenar, Kamis siang.

Dia menambahkan diperlukan lebih banyak medium seperti kartun, karikatur satir, kata-kata bijak yang diproduksi secara masif untuk menarik minat anak muda karena anak muda dikhawatirkan mudah tertarik dengan ideologi radikal.

“Film ini untuk raising awareness NU youths cukup baik. Tetapi untuk segmen yang lebih luas, sangat kurang. Perlu kolaborasi dengan organisasi-organisasi lain seperti Muhammadiyah,” harap Novriantoni.

Cuplikan film yang diungah di YouTube itu sendiri mendapat sambutan positif  dari khayalak ramai. Banyak dari mereka berharap bisa melihat keseluruhan film itu segera. Mengenai hal itu, kepada BeritaBenar, Marsudi Syuhud mengatakan bahwa mereka ingin media menyebarluaskan informasi tentang film itu terlebih dahulu, tanpa menjelaskan lebih lanjut bagaimana pendistribusiannya kepada masyarakat luas.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.