Tantangan Untuk Mencegah Terorisme: Pesan Jokowi
2015.03.04
Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sekali lagi berbicara tentang pencegahan terorisme dalam rapat pimpinan (Rapim) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) yang di gelar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tanggal 3 Maret.
Sejumlah staf negara ikut menghadiri acara ini termasuk Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Menteri Seketaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno, dan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Marciano Norman.
"Mengatasi masalah terorisme di Indonesia adalah prioritas kita. Tekanan untuk mengatasi terorisme adalah melalui pencegahan, jangan sampai setelah kejadian baru kita bergerak. Pencegahan adalah yang paling baik," kata Jokowi seperti dilaporkan oleh The Jakarta Globe tanggal 3 Maret.
Stabilitas keamanan
Berbicara didepan ratusan perwira tinggi, Jokowi menggarisawahi pentingnya stabilitas keamanan, politik dan ekonomi untuk membangun Indonesia.
“Stabilitas keamanan betul-betul kita jaga agar target ekonomi, pembangunan infrastruktur yang kita akan bangun betul-betul dikawal, supaya target bisa dicapai," kata Jokowi seperti dikutip oleh harian Merdeka.
Jokowi mengingatkan badan intelijen agar terus berjaga melawan aksi terorisme. "Dari sisi intelijen, pencarian data di lapangan harus kita punyai," lanjut Jokowi.
Dalam pertemuan tertutup ini Jokowi menekankan “pencegahan” dalam mengatasi terorisme di
Indonesia dan bagaimana hal ini bisa dilakukan dengan kerjasama lintas sektoral.
Ancaman Global
Presiden juga mengingatkan bahwa organisasi teroris seperti the Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) akan terus menimbulkan ancaman global.
"Ini jadi kewajiban bersama…, untuk mengendalikan dan juga untuk memperbaiki. Saya kira tak hanya Indonesia tapi juga negara lain," terang Jokowi.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat jumlah warga Indonesia yang berjihad di Iraq dan Suriah telah mencapai 514.
Ahli terorisme Al Chaidar memperkirakan jumlah simpatisan ISIS di Indonesia sekitar 2 juta, The Jakarta Globe melaporkan tanggal 3 Maret.
Meskipun tidak ada aksi kekerasan yang ditimbulkan oleh para simpatisan ISIS di Indonesia, Jakarta cemas terhadap perkembangan ideologi yang terus meluas di Indonesia.
Tedjo Edhy, mengatakan bahwa beberapa orang Indonesia yang ingin bergabung ISIS berpura-pura pergi ke Turki atau Yordania untuk berlibur sebelum memasuki Suriah atau Irak.
Jenderal Moeldoko sepakat dengan pernyataan Tedjo Edhy, Moeldoko sempat mengingtakan jajaran TNI dan publik tentang ISIS.
"Setiap penduduk Indonesia harus menyadari dua fakta untuk menghindari pengaruh ISIS. Pertama, bahwa ideologi ISIS tidak mencerminkan ajaran Islam. Membunuh sesama sangat dilarang dalam Islam. Kedua, bahwa ISIS menolak demokrasi," katanya.