Menkominfo Memblokir 70 Situs Radikal
2015.03.25
Untuk menangkal maraknya situs radikal yang mempengaruhi banyak warga memutuskan berperang di Irak dan Suriah, Indonesia telah memblokir 70 situs berbahaya. Aktivis mengingatkan agar pemblokiran tidak membatasi kebebasan arus informasi.
"Sekarang ini kita sudah memblokir 70 situs. Sebagian besar situs yang di blokir ada dalam bentuk blog dan tidak terdaftar sebagai website," kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo ) Rudiantara kepada wartawan di Jakarta tanggal 24 Maret.
Ia menambahkan bahwa upaya ini adalah untuk mencegah propaganda Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) lewat dunia maya.
“Saat ini pemblokiran masih dilakukan secara manual dan didasarkan pada pengaduan dan masih dibantu oleh penyedia layanan internet (Internet Service Provider/ISP). Tetapi kedepan kita mengharapkan kedepan ini bisa dilakukan secara otomatis,” terangnya.
Menkominfo menyatakan bahwa daftar 70 situs yang dianggap berbahaya didapatkan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Salah satu situs radikal terkenal dan sudah diblokir adalah Almustaqbal.net. Situs ini dikenal telah banyak menyebarkan propaganda ISIS, melakukan perekrutan dan juga pengumpulan dana untuk berjihad.
Pengelola website Almustaqbal.net., Muhammad Fachri, ditangkap oleh Densus 88 akhir pekan lalu (tanggal 21-22 Maret) bersama dengan empat orang lainnya dengan tuduhan terlibat dalam pengiriman 21 warga negara Indonesia (WNI) ke Suriah.
“Sekarang mereka masih berada dalam tahanan Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya,” kata Kapolda Unggung Cahyono kepada BenarNews tanggal 25 Maret.
Meskipun upaya ini diharapkan bisa mengurangi maraknya radikalisme di Indonesia, Rudiantara mengatakan bahwa Menkominfo masih mengalami kesulitan untuk memantau muatan radikal yang tersebar lewat jejaring sosial.
“Untuk jejaring sosial kita masih mengandalkan laporan dari masyarakat, tetapi kita akan berusaha untuk memberikan respon secepatnya,” katanya.
Rudiantara memberikan contoh tentang kasus video yang diunggah di YouTube berisikan pengikut ISIS melatih anak-anak kecil dengan laras senjata.
“Kita berhasil mengatasi ini dengan cepat. Dalam waktu tiga jam video tersebut sudah dihapus dari tempat diunggah,” Rudiantara melanjutkan.
Ia juga berkata bahwa pihaknya berkomitmen untuk melanjutkan upaya menangkal radikalisme lewat internet. Untuk ini Menkominfo telah menyiapkan sebuah panel yang terdiri dari para ulama dan pemimpin agama untuk memverifikasi apakah isi dari sebuah situs berbahaya atau tidak. Dalam panel ini diantaranya adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, pemimpin Nahdlatul Ulama Salahudin Wahid dan Pastor Benny Susetya.
"Panel ini akan membantu untuk memastikan apakah sebuah website mendukung radikalisme," katanya.
Serangan ISIS lewat dunia maya serius:Kalla
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa serangan ISIS lewat dunia maya adalah nyata dan karena itu pemerintah perlu mengimbangi dengan dakwah yang baik.
“Kita tidak perlu menggunakan cara kekerasan untuk mengatasi hal ini. Tetapi kita perlu bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk masyarakat. Peran mereka adalah yang paling besar,” katanya di Jakarta tanggal 25 Maret.
Kalla juga menambahkan video-video yang menyesatkan seperti pelatihan anak-anak di training militan seperti yang tampak di YouTube tanggal 17 Maret lalu agar jangan diterima mentah-mentah.
“Video seperti itu belum tentu benar. Bisa jadi itu sebuah rekayasa. Kita sadar bahwa masalah situs yang menyebarkan nilai radikal itu nyata, tetapi mari kita menyikapinya dengan bijaksana. Jangan langsung percaya. Bertanyalah kepada Imam atau orang tua sebelum menelusuri isi sebuah situs yang tidak diketahui,” terang Kalla.
Pengaruh internet terhadap radikalisme bukan hanya mempengaruhi kaum muda, tetapi semua golongan termasuk seorang polisi dari Batanghari, Jambi, Brig. Syahputra, yang telah diberitakan bergabung dengan ISIS tanggal 14 Maret lalu.
Kapolda Jambi Bambang Sudarisman mengkonfirmasi hal ini. “Ia meninggalkan perkerjaannya sebagai polisi sejak 5 Maret dan tidak pernah kembali. Sebelum keberangkatannya Syahputra banyak bercerita kepada rekannya tentang ISIS yang diketahuinya dari media internet,” kata Bambang kepada BenarNews lewat jaringan telefon.
Pemblokiran tidak harus membatasi arus informasi
Meskipun tujuan pemblokiran website adalah untuk pencegahan radikalisme, pihak media cemas ini akan membatasi arus informasi.
Sebelumnya, koalisi sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan perorangan menggugat keputusan Menkominfo No. 19 tahun 2014 tentang “Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif,” portal Tempo melaporkan.
Dalam tuntutan yang disampaikan ke Mahkamah Agung (MA), aliansi ini menyuarakan agar pemerintah tidak memblokir situs yang bermanfaat, salah satunya adalah situs oanda.com yang berisi tentang konversi kurs dunia.
"Pemerintah tidak bisa memblokir situs secara sewenang-wenang karena melanggar kebebasan informasi," kata Wahyudi Djafar, Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam).
Mantan direktur dan peneliti dari Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta menyatakan hal yang sama.
“Meskipun tujuan pemerintah adalah baik, yaitu untuk menangkal radikalisme, tetapi jangan sampai terjerumus membatasi kebebasan pers. Kalau ini sampai terjadi berarti kita menapak mundur dari demokrasi yang sudah kita jalani,” kata Sutoro Eko kepada BenarNews tanggal 25 Maret.
Menkominfo mendorong partisipasi masyarakat dengan cara mengadukan isi situs yang dianggap berbahaya ke aduankonten@mail.kominfo.go.id atau isi formulir pengaduan di portal Kemenkominfo.