Menlu Mengajukan Protes Resmi Tentang Pendaratan Ilegal Helikopter Malaysia

Oleh Bramantyo Irawan
2015.07.01
150701_ID_BRAMANTYO_SEBATIK_700.jpg Kapal perang Angkatan Laut Indonesia, KRI Patimura 371, berpatroli di Selat Malaka tanggal 15 Maret 2005.
AFP

Kementerian Luar Negeri Indonesia telah mengirimkan protes resmi kepada Malaysia terkait pendaratan dua helikopeter Malaysia di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara tanggal 28 Juni lalu.

Kementerian Dalam Negeri Malaysia mengatakan pendaratan tersebut merupakan kesalahan tetapi bukan bertujuan invasi.

"Kemarin [Selasa] kami mengirim nota protes ke Malaysia tentang helikopter Malaysia yang memasuki dan mendarat di wilayah Indonesia tanpa izin, kami juga meminta penjelasan tentang mengapa ini bisa terjadi," kata Octavino Alimudin, direktur untuk Perjanjian Politik dan Pertahanan di Kementerian Luar Negeri Indonesia hari Rabu.

Komandan Pangkalan Udara (Lanud) Tarakan, Tiopan Hutapea, mengatakan bahwa pendaratan illegal tersebut terjadi pada hari Minggu, 28 Juni pukul 08.45 WITA.

“Sebelumnya banyak helikopter Malaysia yang melintasi wilayah perbatasan ini tapi tidak pernah mendarat, baru kali ini mendarat,” katanya kepada BeritaBenar hari Rabu.

Masalah sengit tentang perbatasan

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan tindakan mengirimkan protes kepada Malaysia menunjukkan bahwa Indonesia serius menangani masalah perbatasan.

“Kita tentunya menghormati batas territorial negara lain. Tetapi kita juga akan mempertahankan wilayah kita sehingga tidak diklaim oleh negara lain,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 1 Juli.

Sikap Indonesia merupakan kelanjutan dari konflik perbatasan Ambalat yang sampai sekarang belum ada penyelesaian.

Pulau Ambalat terletak di perbatasan antara provinsi Kalimantan Utara [Indonesia] dan negara bagian Sabah [Malaysia] berlokasi tepatnya di perairan Sulawesi.

Indonesia mengklaim Ambalat sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena penyelidikan sejarah menunjukkan bahwa Ambalat merupakan bagian dari Kesultanan Bulungan di Kalimantan Timur, Indonesia.

Sedangkan Malaysia mengklaim gugusan kepulauan Ambalat sebagai wilayah territori negara tersebut.

“Kita tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama dalam kasus Siapdan dan Ligitan,” lanjut Tedjo Edhy.

Konflik teritori antara Indonesia dan Malaysia memanas di tahun 1979 ketika Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia atas sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang juga terletak di laut Sulawesi tahun 2002.

Malaysia menyanggah

Menteri Dalam Negeri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi mengatakan pendaratan helikopter milik Malaysia hari Minggu lalu di pulau Sebatik merupakan suatu kesalahan nyata, tapi kejadian tersebut bukan merupakan upaya perluasan kekuasaan.

"Kami seharusnya mendarat di Sungai Melayu dekat perbatasan. Tapi pilot menemukan tempat pendaratan tersebut digenangi air. Jadi, dia menerbangkan helikopter untuk mencari tempat alternatif untuk mendarat," katanya seperti dikutip oleh Bernama.

Zahid yang juga berada dalam salah satu helikopter tersebut mengatakan bahwa pilot helikopter langsung bertolak setelah menyadari kesalahan itu dan kemudian mendarat di pangkalan Wallace Bay, Sabah, Malaysia.

"Saya harap pihak media dari Malaysia dan Indonesia tidak akan memanipulasi insiden itu,” terang Zahid.

"Kami telah menjelaskan kepada Kedutaan Indonesia," katanya.

Konsulat Jenderal (Konjen) Indonesia di Kota Kinabalu, mengatakan telah menerima permintaan maaf dari Sabah Air Aviation atas insiden tersebut, kata Octavino.

Namun, Octavino mengatakan pemerintah Malaysia belum membuat permintaan maaf resmi.

“Sejauh ini belum ada,” katanya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan jika pendaratan tersebut tidak sengaja maka tidak perlu dipermasalahkan.

"Ya mungkin karena darurat, dia mendarat, saya tidak tahu, tergantung mendarat karena teknis atau apa. Kita kan negara bersahabat," katanya kepada wartawan minggu lalu.

“Indonesia akan tetap berjaga dan mempertahankan wilayah territorial kita,” kata Kalla kepada BeritaBenar sambil menambahkan bahwa luasnya wilayah kelautan Indonesia sering disalah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab termasuk penyelundup, pedagang manusia dan narkoba.

“Karena itu kita harus terus meningkatkan penjagaan kelautan,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.