Selundupkan Senjata dari Filipina, Militan Dihukum 10 Tahun Penjara

Ini adalah hukuman penjara ketiga bagi Suryadi karena terlibat terorisme.
Arie Firdaus
2018.02.06
Jakarta
180206_ID_Phil_terror_1000.jpg Terdakwa kasus terorisme Suryadi Mas’ud mengangkat tangan setelah divonis 10 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 6 Februari 2018.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Barisan petuah itu meluncur dari mulut Suryadi Mas'ud alias Abu Ridho (45) tak lama setelah ketua majelis hakim Machri Hendra mengetuk palu vonis.

"Kalian harus bertobat karena sudah mau kiamat," kata Suryadi kepada wartawan yang menunggunya di pembatas ruang sidang.

Tak lama, ia membalikkan badan, mengangkat tangan dan pekik takbir bergema, "Allahu Akbar."

Begitulah sekelebat suasana sidang vonis simpatisan kelompok ekstrim Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu atas keterlibatannya dalam penyelundupan senjata dari Filipina ke Indonesia serta pendanaan terorisme, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa, 6 Februari 2018.

Kendati baru saja mengantongi hukuman sepuluh tahun penjara dan denda Rp50 juta, tidak terlihat tekanan dan ketegangan di wajah Suryadi.

Sesaat usai hakim membacakan putusan, misalnya, ia langsung memasang senyum.

Momen lain ketika dia diminta berkonsultasi dengan kuasa hukumnya perihal besaran hukuman yang baru saja dibacakan.

Alih-alih berdikusi, Suryadi justru hanya mendekat ke meja, sesaat menatap mata sang pengacara, merentangkan kedua tangan, kemudian tawanya terlepas.

"Saya menerima (vonis)," ujarnya, kepada hakim.

Hukuman penjara ketiga

Bagi Suryadi, ini adalah hukuman penjara yang ketiga dan terberat.

Ia pernah dihukum delapan tahun penjara atas keterlibatan dalam kasus bom di gerai McDonald’s di Makassar pada Desember 2002, yang menewaskan tiga orang dan melukai 11 orang lainnya. Dakwaan lain yang diterimanya saat itu juga adalah membantu mengirim warga Indonesia “berjihad” ke Filipina selatan.

Setelah rangkaian remisi, ia menghirup udara bebas pada April 2009, namun kembali dicocok aparat Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri 13 bulan berselang atas keterlibatan dalam pelatihan paramiliter kelompok Jamaah Islamiyah di Aceh, tahun 2010.

Untuk kasus kedua ini, dia bebas pada 2014.

Berulangnya tindak pidana ini menjadi pertimbangan memberatkan majelis hakim saat memutus hukuman untuk Suryadi.

"Terdakwa tidak menunjukkan penyesalannya," ujar hakim Machri.

Suryadi ditangkap Densus 88 pada Maret 2017 di Jawa Barat atas dugaan menyeludup senjata dari Filipina Selatan ke Indonesia.

Besaran hukuman Suryadi sesuai tuntutan jaksa dalam persidangan beberapa pekan lalu.

Terkait putusan ini, Faris selaku kuasa hukum Suryadi dapat menerimanya. Kendati, menurut Faris, pertimbangan hakim tak sepenuhnya bersandar pada fakta persidangan.

"Walaupun kami tidak mendapatkan keadilan, semua kembali kepada terdakwa yang sudah menerima keputusan," kata Faris kepada BeritaBenar.

"Terdakwa sendiri pada dasarnya memang tidak mengakui hukum positif yang berlaku."

Suryadi sebelumnya dijerat Pasal 15 juncto Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Pasal Pasal 4 juncto Pasal 5 tentang Pendanaan Tindak Pidana Terorisme. Ancaman maksimal kedua pasal itu adalah hukuman mati.

Suryadi Mas’ud berbicara kepada wartawan usai divonis 10 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 6 Februari 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Suryadi Mas’ud berbicara kepada wartawan usai divonis 10 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 6 Februari 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

Kontrol dari penjara

Kasus yang menjerat Suryadi kali ini bermula saat ia bersama istrinya Neneng Rita Anyar membesuk Iwan Darmawan alias Rois ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan pada Juni 2015.

Dalam kesempatan itu, Rois yang merupakan terpidana mati kasus bom Kedutaan Besar Australia pada 2004 meminta bantuan Suryadi untuk membelikan senjata di Filipina.

Sebagai modal, ia diberikan uang sebesar Rp 30 juta yang disalurkan lewat adik kandung Rois, Adi Jihadi.

Atas peran ini, Adi Jihadi telah divonis enam tahun penjara pada awal 2018.

Merujuk pada berkas dakwaan, permintaan bantuan itu lantaran Suryadi memiliki banyak kenalan di Filipina, karena pernah bergabung dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF) dalam kurun 1996-2000.

Suryadi menyanggupi permintaan dan berangkat ke Davao, Filipina, September 2015.

Ia menemui Marod yang merupakan rekannya semasa di MILF, dan membayar US $30.000 (Rp406.560.000) untuk 17 pucuk senjata laras panjang jenis M-16, satu jenis M-15 dan lima senjata laras pendek.

"Pembayaran dilakukan lewat Western Union," tambah Machri, dalam pertimbangan putusan.

Belakangan, hanya lima senjata laras pendek yang berhasil masuk ke Indonesia melalui Talaud, Sulawesi Utara, atas bantuan pedagang ilegal bernama Muhammad Haribae.

Sedangkan 18 senjata laras panjang disebut masih tertahan di Filipina, meski Suryadi --atas instruksi Rois, telah meminta bantuan pada Zainal Anshori yang merupakan amir Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Nusantara dan Joko Sugito yang tercatat sebagai amir JAD wilayah Kalimantan. Kelompok militan JAD banyak terkait aksi terorisme di Indonesia pasca 2014.

Zainal Anshori saat ini sedang menanti vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas dakwaan penyelundupan senjata tersebut. .

Sementara Joko kini tengah tengah menjalani tujuh tahun penjara atas keterlibatannya dalam bom Gereja Oikumene Samarinda yang menewaskan seorang balita dan melukai tiga balita lainnya.

"Perbuatan terdakwa itu telah membantu Rois dan kelompoknya. Terdakwa juga menerima uang untuk membeli senjata sebagai persiapan amaliyah (istilah untuk melakukan teror)," pungkas Machri.

"Sehingga unsur memasukkan senjata dan bahan peledak serta pendanaan terpenuhi secara sah."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.