Meski Dilarang, Minuman Beralkohol ‘Bebas’ di Manokwari

Duma Sanda
2016.04.28
Manokwari
160428_ID_Liquor_1000.jpg Pemusnahan minuman beralkohol oleh Pemerintah Kota Sorong, Papua Barat, awal April 2016.
Duma Sanda/BeritaBenar

Julius (26) tiba-tiba muncul di halaman sebuah rumah di sudut wilayah Sanggeng, Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Sabtu malam, 23 April 2015, dengan menumpang ojek. Tak lama kemudian, ia bertanya harga minuman beralkohol pada dua perempuan penjual pinang di lokasi itu.

Tanpa banyak basa-basi, kedua ibu itu menyampaikan bahwa satu kaleng bir ukuran kecil dijual seharga Rp85 ribu atau vodka botol kecil Rp150 ribu.

Julius (bukan nama sebenarnya) menyodorkan uang Rp150 ribu. Salah satu penjual pinang berjalan masuk ke sebuah rumah. Lima menit kemudian, ia membawa keluar sebotol vodka.

“Saya sering membeli di sini karena harganya relatif murah kalau dibandingkan dengan vodka yang dijual di rumah karaoke,” katanya kepada BeritaBenar.

Sanggeng ialah kawasan pemukiman padat, yang terkenal sebagai lokasi penjualan minuman beralkohol. Di sana transaksi minuman beralkohol tidak langsung dilakukan layaknya pembeli dan penjual. Pembeli harus melewati “calo” seperti ibu-ibu tadi untuk mendapatkan minuman keras.

Di dalam kota Manokwari, penjual minuman beralkohol melakukannya dengan cara berbeda. Ada yang menyiapkan lokasi tertutup dengan seng, dimana pembeli melemparkan uang untuk mendapatkan jenis minuman beralkohol yang diinginkan.

Praktik lebih terbuka terjadi di sejumlah rumah karaoke. Pembeli tinggal datang dan memesan minuman berakohol. Tempat karaoke mulai menjamur dalam 5 tahun terakhir setelah bar-bar banyak yang tutup di Manokwari.

Peredaran minuman keras terus berlangsung walaupun peraturan daerah Manokwari pada tahun 2006 menetapkan wilayah itu sebagai kawasan larangan pemasukan, penyimpanan, pengedaran, penjualan dan produksi minuman beralkohol.

Kriminalitas meningkat

Kepolisian Resor Manokwari mengatakan sebagian besar kasus kriminalitas di Manokwari dipicu oleh minuman beralkohol.

Kapolres Manokwari, AKBP Jhonny Edison Isir, mengakui peredaran minuman beralkohol sudah cukup meresahkan. Kepolisian sering menangkap para pemasok dari masyarakat umum.

September 2015 lalu, tiga anggota Polres Manokwari ditangkap karena menyelundupkan 6 ribu liter lebih minuman beralkohol cap tikus ke Manokwari.

Penjualan minuman beralkohol, menurutnya, dilakukan beragam lapisan masyarakat terutama kelas ekonomi menengah ke bawah. Ini terkait dengan problem ekonomi sehingga jika ditindak akan berulang, katanya.

“Kita jerat penjual minuman beralkohol dengan UU Pangan dan Perda. Tapi itu hanya tipiring (tindak pidana ringan). Jadi selama ekonomi tidak dibenahi akan kembali lagi berjualan miras (minuman beralkohol),” kata Jhonny kepada BeritaBenar, Selasa, 26 April 2016.

Rumah karaoke

Meski begitu Kapolres Manokwari tidak menampik bahwa penjualan minuman keras di rumah karaoke marak terjadi. Beberapa dari mereka telah ditindak dengan mencabut izin keramaian. Tapi Jhonny tidak menjelaskan secara detil jumlah izin yang usahanya telah dicabut.

Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata Ruland Sarwom mengaku telah melakukan investigasi dan menemukan tempat-tempat karaoke yang menjual minuman berakohol.

“Kami memang mengeluarkan rekomendasi untuk izin operasional rumah karaoke, tapi tidak boleh menjual minuman beralkohol. Faktanya kami mendapati minuman beralkohol dijual di tempat karaoke,” kata dia kepada BeritaBenar, Selasa lalu.

Kepala Dinas Perindagkop dan UMKM Manokwari Frederik DJ. Saidui mengakui memberi izin kepada pengusaha rumah karaoke dewasa yang disinyalir menjadi tempat peredaran minuman beralkohol.

“Izin karaoke dewasa hanya untuk empat rumah karaoke, selebihnya dari 2011 hingga 2016 tak pernah kami keluarkan,” jelasnya seraya menambahkan bahwa di rumah karaoke dewasa tetap dilarang minuman beralkohol.

Pemda dinilai tak konsisten

Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Papua di Papua Barat Pendeta Sherly Parinussa yang ditanya BeritaBenar menyayangkan bebasnya peredaran minuman beralkohol di Manokwari.

“Sejak diberlakukan aturan itu tahun 2006, seluruh bar di Manokwari tutup. Tapi belakangan berubah menjadi rumah karaoke, yang di dalamnya menjual minuman beralkohol,” katanya.

Menurutnya, Pemda tidak konsisten menjalankan Perda larangan minuman beralkohol. Perda itu hanya berjalan setahun. Setelah itu tim pengawasan Perda yang dibentuk Pemda tak maksimal bekerja karena alasan terkendala anggaran operasional, katanya.

“Perda minuman beralkohol itu untuk meningkatkan kenyamanan masyarakat dan derajat SDM orang Papua. Peredaran minuman beralkohol sangat meresahkan, padahal Manokwari adalah Kota Peradaban, Kota Injil,” pungkas Pendeta Sherly.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.