Polisi tangkap 24 orang terduga simpatisan Mujahidin Indonesia Timur dan ISIS
2022.05.16
Palu dan Jakarta
Polisi mengatakan pada Senin (16/5) pasukan antiteror Densus 88 telah menangkap 24 orang yang diduga pendukung kelompok militan bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen. Pol. Ahmad Ramadhan menjelaskan penangkapan 24 tersangka tersebut dilakukan pada Sabtu (14/5) di tiga lokasi berbeda, yakni di basis kelompok MIT di Sulawesi Tengah sebanyak 22 orang, di Bekasi, Jawa Barat, satu orang dan satu orang lainya ditangkap di Kalimantan Timur.
Pejabat Polri lainnya dari Divisi Humas membenarkan penangkapan tersebut seraya menambahkan bahwa polisi akan menjelaskan lebih lanjut mengenai detail penangkapan pada Selasa (17/5).
“Besok ada konferensi pers soal (penangkapan) ini oleh Pak Karo (Kepala Biro) Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen. Pol. Ahmad Ramadhan,” kata Kombes Pol. Repli Handoko kepada BenarNews, Senin.
Polri memaparkan bahwa Tim Densus 88 menangkap ke-22 orang yang diduga pendukung kelompok MIT tersebut di Poso dan Tojo Unauna, Sulawesi Tengah.
Dari kejadian tersebut pengamat terorisme menilai puluhan simpatisan itu ingin membangkitkan MIT dan melanjutkan cita-cita kelompok yang telah berbaiat kepada ISIS itu untuk mendirikan negara Islam dari Poso.
Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes. Pol. Didik Supranoto yang dikonfirmasi terkait penangkapan itu membenarkan.
“Informasinya betul ada penangkapan 22 orang. Yang melakukan penangkapan Densus,” akunya saat dikonfirmasi Benar News di Palu, Senin.
Menurut Didik, Polda Sulteng belum mengetahui identitas dan seperti apa keterlibatan 22 orang tersebut.
“Yang pasti terkait MIT. Untuk identitas dan keterlibatan mereka seperti apa, itu masih diselidiki karena yang tangani Densus Mabes Polri,” tegasnya.
Pengamat: MIT terus eksis
Saat ini puluhan orang yang ditangkap itu masih diperiksa secara intensif oleh Densus di Palu.
Pengamat Terorisme Indonesia dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Aceh, Al Chaidar, menilai keterpurukan yang dialami MIT pasca pimpinan terakhir mereka, Ali Kalora alias Ali Ahmad, tewas September lalu, membuat simpatisan MIT geram.
Terbukti simpatisan tersebut kemudian bersatu hingga berjumlah puluhan orang dan terpantau oleh Densus hingga akhirnya ditangkap, ujar Chaidar.
Menurut Al Chaidar, simpatisan tersebut memang sengaja bersatu untuk membangkitkan kembali MIT dan melanjutkan perjuangan pimpinan tertinggi mereka yakni Santoso alias Abu Wardah untuk mendirikan negara Islam. Santoso tewas dalam baku tembak dengan pasukan gabungan Polri-TNI di pegunungan Poso pada Juli 2016.
“Simpatisan atau pendukung MIT itu masih banyak. Dan penangkapan 22 orang tersebut menandakan bahwa MIT masih eksis meski tersisa dua orang anggotanya yang diburu di hutan pegunungan Poso,” tegasnya kepada BenarNews.
“Dua puluh dua orang itu kemungkinan besar adalah orang-orang yang direkrut di satu daerah seperti Poso,” ujarnya.
MIT, lanjut Al Chaidar, diketahui punya kebiasaan merekrut orang-orang menjadi simpatisan atau pengikutnya yang berasal dari satu suku yang sama dan wilayah - wilayah transmigrasi yang ada di Poso.
Mereka, lanjutnya, tidak melakukan perekrutan secara besar-besaran karena takut terlalu gemuk yang bisa membutuhkan banyak biaya.
Oleh karena itu, hemat Al Chaidar, Polri harus betul-betul bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan yang mendalam untuk menghentikan MIT dari akarnya.
Tidak hanya itu, Polri juga harus bisa legowo menghentikan operasi perburuan di hutan pegunungan karena tidak memiliki kemampuan tempur dan bergerilya.
Al Chaidar meminta Presiden Joko “Jokowi” Widodo memberikan sepenuhnya tugas perburuan atas anggota MIT di Poso kepada TNI karena mereka memiliki kemampuan tempur dan bisa bergerilya di hutan pegunungan, untuk menandingi kepiawaian MIT.
“MIT adalah terorisme yang memiliki kemampuan tempur dan bergerilya,” papar Al Chaidar, menambahkan bahwa kemampuan MIT dalam bergerilya ini, “hanya bisa diatasi oleh TNI bukan Polri.”
Al Chaidar menambahkan, operasi perburuan MIT di Poso akan terus berlangsung dan tidak selesai jika Polri masih sebagai penanggung jawab operasi.
“MIT memiliki aksi kejahatan sporadis yang perlu ditangani dengan serius,” tutupnya.
Berikan kuasa hukum
Andi Akbar, seorang anggota Tim Pembela Muslim (TPM) Sulawesi Tengah, kelompok yang kerap memberikan bantuan hukum terhadap para tersangka militan atau teroris, mengatakan kaget dengan berita penangkapan 22 orang tersebut.
Apa lagi, dugaan penangkapan puluhan orang itu hanya karena bersimpati dengan MIT.
TPM meminta Polri bisa menjelaskan kepada publik tentang salah dan benarnya ketika seseorang bersimpati.
“Misalnya saya bersimpati dengan Santoso karena pikiran-pikirannya yang ‘membela agama Islam’. Apakah karena saya bersimpati itu, saya kemudian dikatakan bersalah dan bisa dipidana ? tanyanya, “apakah 22 orang itu ditangkap hanya karena bersimpati kemudian dikatakan salah?”
“TPM siap mendampingi 22 orang tersebut jika Polri memberikan pendampingan hukum,” tambah Akbar.
Akbar menegaskan, jika orang yang ditangkap tersebut masih sebatas diduga sebagai simpatisan MIT, Polri harus memberikan mereka ruang dan tidak mencederai hak-hak mereka sebagai warga negara.
“Jangan ada kekerasan diberikan kepada 22 orang itu. Intinya Polri jangan sampai melanggar hak asasi mereka,” tandasnya.