Tiga Nakhoda Asal Thailand yang Kabur Masih Dicari

Severianus Endi
2016.05.18
Pontianak
160518_ID_Runaway_1000.jpg Sejumlah anak buah kapal Thailand mengisi waktu dengan bermain voli di tempat penampungan Stasiun Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pontianak, Kalimantan Barat, 18 Mei 2016
Severianus Endi/BeritaBenar

Sinar matahari menyengat ketika beberapa warga negara Thailand tangkas dan ceria bermain voli di halaman rumah penampungan sementara milik Stasiun Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu sore, 18 Mei 2016.

Tanpa baju, hanya mengenakan celana, kulit tubuh mereka mengkilap oleh keringat yang disiram sinar mentari. Sebagian teman mereka menyaksikan permainan sambil berbaring di ayunan panjang. Ada juga yang bermain kartu sambil berceloteh dalam bahasa Thailand diselingi tawa.

"Tak satupun dari mereka bisa bicara Inggris, apalagi Indonesia. Kami berkomunikasi dengan bahasa isyarat," ujar seorang petugas yang mengantar BeritaBenar meninjau kapal-kapal yang ditangkap dan rumah penampungan sementara dari luar pagar.

Warga Thailand itu adalah anak buah kapal (ABK). Sebelumnya, mereka mencuri ikan di perairan Kalimantan Barat. Ketiga kapal Thailand ditangkap kapal patroli Stasiun PSDKP Pontianak, Hiu 11 dan Macan Tutul 502, pada 12 April lalu.

"Ketiga kapal itu tanpa dokumen sama sekali. Mereka menangkap ikan di perairan Kalimantan tanpa izin. Kapal yang digunakan khas milik Thailand meski berbendera Malaysia," jelas Kepala PSDKP Pontianak, Sumono Darwinto kepada BeritaBenar.

Ketiga kapal berkapasitas 120 hingga 150 gross tonage itu membawa 90 orang terdiri dari 25 warga Myanmar, 54 warga Kamboja, dan sebelas asal Thailand- termasuk ketiga nakhoda.

Ke-25 warga negara Myanmar telah dipindah ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pontianak, untuk dideportasi. Para ABK Kamboja dan Thailand, masih ditampung di penampungan sementara dan secara bertahap dipindah ke Rudemin untuk proses deportasi.

Proses hukum

Sumono menjelaskan sekitar pukul 3:00 WIB tanggal 7 Mei, tiga nakhoda Thailand kabur dari tempat penampungan dengan memanjat pagar. Mereka adalah Panit Chaicol (27), Singkhorn Kamnerdkoh (59), dan Nopong Techawa Buranakit (53).

Sebagai penanggungjawab kapal, mereka akan diproses hukum. Sementara para ABK berstatus tidak dikenai tindakan hukum dan hanya menanti deportasi ke negara asal. Beberapa dari mereka akan dijadikan saksi.

Menyusul kaburnya ketiga nakhoda, Sumono mengatakan pihaknya terus melakukan pengejaran dan berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Kantor Imigrasi Pontianak, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Tetapi, hingga kini belum ditemukan.

"Kaburnya orang dari rumah penampungan sementara adalah peristiwa pertama kali sejak lembaga ini berdiri tahun 2008. Ini pelajaran penting bagi kami, sehingga saya meningkatkan pengawasan dengan menambah petugas jaga, dari tujuh orang jadi sembilan orang," kata Sumono.

Ketika ditanya terkait dugaan para ABK adalah korban human trafficking, Sumono menegaskan, dia tidak berwewenang mengomentari hal ini, karena ranah mereka terbatas pada penanganan tindak pencurian ikan.

Begitu juga dengan dugaan keterlibatan orang dalam yang membantu kaburnya tiga nakhoda, Sumono tidak ingin berspekulasi dan mempersilakan pihak berwenang menelusurinya.

Mengenai dugaan ABK itu korban trafficking dilaporkan kantor berita The Associated Press mengutip sumber anonim di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Tetapi Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat kementerian tersebut, Lilly Aprilya Pregiwati, ketika dikonfirmasi BeritaBenar mengaku tak tahu kasus tersebut. Hal serupa dikatakan ketua staf ahli Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing (Satgas 115) Mas Achmad Santosa.

Pencarian libatkan semua pihak

Direktur Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, AKBP Badarudin, yang ditanya terpisah mengatakan pihaknya bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melakukan pencarian ketiga nakhoda itu.

Pemantauan sedang dilakukan di sejumlah titik yang diduga menjadi jalur pelarian, seperti Bandar Udara, pelabuhan, dan pos lintas batas Indonesia-Malaysia yang ada di provinsi itu.

"Kerjasama pencarian ini tentu juga melibatkan masyarakat, agar segera melaporkan jika menemukan gejala-gejala yang mengarah pada orang sedang dicari, agar kami bisa segera melakukan pengecekan," kata Badarudin.

Stasiun PSDKP Pontianak meliputi lima provinsi, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Bangka, dan Sumatera Selatan. Pada 2015, 28 kapal dari Vietnam dengan sekitar 350 ABK ditangkap. Keseluruhan kapal itu telah melalui prosedur hukum dan ditenggelamkan di perairan Pulau Datuk.

Dalam tahun 2016 hingga Mei, 11 kapal dari Thailand dan Vietnam dengan 154 ABK ditangkap. Ikan-ikan yang ditemukan dalam kapal-kapal itu sudah diawetkan dengan formalin dan dimusnahkan dengan cara dikuburkan.

Indonesia dalam dua tahun terakhir semakin gencar memberantas pencurian ikan ilegal yang dilakukan kapal asing. Puluhan kapal telah ditenggelamkan. Menyusul gencarnya operasi pemberantasan pencurian ikan, hasil tangkapan nelayan mulai meningkat.

Tia Asmara di Jakarta turut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.