Eks Napi Teroris dan Korban akan Dipertemukan

Kegiatan ini bertujuan menyadarkan eks napi teroris untuk tak lagi menganut paham radikal.
Nisita Kirana Pratiwi
2018.02.09
Jakarta
0209Terror_1000.jpg Suryadi Mas’ud mengacungkan jarinya ketika tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 6 Februari 2018. Ia dikenai 10 tahun penjara atas dakwaan penyelundupan senjata untuk aksi teror di Indonesia. Ini adalah ketiga kalinya ia dipenjara, semuanya terkait terorisme.
AP

Pemerintah Indonesia akan mempertemukan eks narapidana (napi) terorisme dengan para korban dan keluarga korban pada akhir Februari 2018.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius mengatakan masih banyak korban belum bisa menerima peristiwa yang menimpa keluarganya.

"Ini sebagai embrio ke depan. Bisa dikatakan pertemuan ini adalah forum silaturahmi. Karena memang belum semua korban bisa menerima yang terjadi," katanya kepada BeritaBenar, Jumat, 9 Februari 2018.

Ia menjelaskan, embrio yang dimaksud adalah agar tidak ada dendam antara korban dan mantan pelaku terorisme.

"Life must go on, mari kita sama-sama menebar kebaikan. Jangan lagi ada dendam," tambah Suhardi.

Selain itu, melalui pertemuan tersebut diharapkan akan memunculkan motivasi kepada para mantan napi terorisme untuk tak lagi bergabung dengan kelompok radikal.

"Dengan pertemuan ini, mantan napi juga akan tahu bahwa yang telah mereka lakukan sebelumnya adalah terhadap saudara sendiri. Begitu juga korban, bisa mengetahui kalau mantan napi juga menyesal apa yang telah dilakukan," tuturnya. 

Suhardi menjelaskan pertemuan yang akan dilaksanakan itu merupakan yang pertama di dunia.

Saat ini, BNPT sudah mendata siapa saja mantan napi teroris dan perwakilan korban yang akan diundang. Tetapi, dia enggan merinci lebih detil identitas mereka.

"Kalau mantan napi teroris akan kami undang dari 14 provinsi. Kami juga mengundang perwakilan korban bom, pemimpin media massa, jurnalis nasional dan internasional," katanya.

Lebih lanjut, dia menyebut dalam pertemuan itu nanti diharapkan akan ada perdamaian dari kedua pihak sehingga tidak ada lagi dendam dari para korban terhadap pelaku aksi teror.

“Harapannya dengan pertemuan itu, mantan napi terorisme bisa mengajak rekan-rekan mereka itu tidak berbuat radikal,” imbuh Suhardi.

Sambut baik

Vivi Normasari (47) adalah salah satu saksi hidup ledakan bom Hotel JW Marriott Jakarta pada 15 Agustus 2003 lalu saat dihubungi BeritaBenar menyambut baik kegiatan yang akan mempertemukan korban penyintas dengan mantan napi terorisme.

“Bagi saya pribadi acara yang dibuat BNPT itu dapat memberikan hal baik dan positif bagi negeri ini, agar siapapun dan kelompok manapun yang masih punya pemahaman keliru melihat bagaimana kami sebagai korban dapat memaafkan pelaku teror meski telah melukai kami,” ujarnya.

Vivi mengakui dia masih trauma terhadap peristiwa yang menimpanya 13 tahun silam. Bahkan pasca kejadian, ia sempat mendapat bimbingan konseling selama enam bulan dari komite Marriot.

“Kalau dibilang masih trauma, pasti ya, karena aksi teror di Indonesia sepertinya masih ada seperti tahun lalu kejadian di Kampung Melayu dengan lokasi di tempat umum,” katanya.

“Saya juga heran kenapa sasarannya tempat umum yang pasti memakan korban adalah orang Indonesia yang jelas adalah saudara mereka sendiri. Kalau berjihad kenapa harus saudaranya sendiri jadi korban.”

Namun, ia menegaskan kini sudah tak ada lagi rasa marah, dendam dan benci terhadap pelaku bom yang telah membuat dirinya mengalami luka dan trauma.

“Saya juga pernah berkesempatan bertemu beberapa kali dalam kegiatan dengan Pak Ali Fauzi,” tuturnya.

Ali Fauzi adalah mantan napi terorisme yang telah bertobat dan kini aktif membantu polisi dalam program deradikalisasi. Adik trio pelaku bom Bali I tahun 2002 – Ali Imron, Ali Ghufron alias Muklas, dan Amrozi ini, ikut melakukan teror yang menewaskan 202 orang yang sebagian besar adalah warga asing.

Bisa memaafkan

Ridlwan Habib, Direktur Monitoring The Indonesia Intelligence Institute menyambut baik rencana BPNT yang akan mempertemukan para korban aksi teror dan mantan napi terorisme.

"Bagus, kalau dari sisi kami bagus makin banyak dialog makin baik, selama ini jembatan antara napi dan pemerintah belum secara formal.  Jadi saya kira bagus,” katanya saat diminta tanggapan.

Selain itu, dengan adanya pertemuan tersebut bisa menunjukan ke publik bahwa teroris dan korban sama-sama punya nurani.

“Satu pihak punya salah dan meminta maaf, dan pihak korban bisa memaafkan sehingga keduanya bisa move on dan melanjutkan hidup dengan damai,” katanya.

Tapi, Junimart Girsan, anggota Komisi III DPR RI, menilai jangan sampai pertemuan yang digagas BNPT itu hanya sia-sia dan tidak menghasilkan solusi.

“Apakah dengan cara mempertemukan korban bom dan mantan napi terorisme akan menyadarkan mereka yang masih di dalam? Saya khawatir ini hanya alasan saja untuk mereka agar rekan-rekan mereka bisa segera keluar dari penjara,” katanya.

Seharusnya, lanjut politisi PDI Perjuangan itu, kalau memang berniat untuk sadar, para mantan napi terorisme harus bisa menunjukkan di mana lokasi teman-teman mereka yang masih berkeliaran.

“Jadi mereka itu harus sudah berpikir bagaimana bahwa terorisme adalah juga musuh dia,” pungkas Junimart.

Pandangan Junimart beralasan. Banyak mantan napi teroris yang kembali melakukan aksi teror.

Yang teranyar adalah Suryadi Mas'ud yang divonis sepuluh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat minggu ini karena menyeludupkan senjata dari Filipina untuk aksi teror di Indonesia.

Sebelumnya, ia pernah dipenjara karena terlibat pemboman gerai McDonald’s di Makassar tahun 2002 dan setelah ia bebas ia kembali dibui tahun 2010 karena terlibat pelatihan militer di Aceh.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.