Napiter Bom Panci Meninggal Dunia

Wawan Prasetya adalah narapidana terorisme ke-5 yang meninggal dalam enam bulan terakhir.
Kusumasari Ayuningtyas
2018.12.17
Klaten
181217_ID_Napiter_1000.jpg Warga menggotong keranda jenazah Wawan Prasetya menuju pemakaman umum Yapak Lo di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 17 Desember 2018.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Jenazah Wawan Prasetya alias Abu Umar bin Sukiman (26), narapidana terorisme (Napiter) karena terlibat kasus rencana penyerangan Istana Negara dengan bom panci, telah dimakamkan di Klaten, Jawa Tengah, Senin, 17 Desember 2018.

Dia meninggal Minggu malam di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap, setelah sempat mengeluhkan tidak enak badan, demikian menurut seorang pejabat lembaga pemasyarakatan (lapas).

“Sakit jantung, dari pagi sudah sakit, terus kita bawa ke rumah sakit (RSUD) Cilacap, jam setengah 8 malam meninggal,” ujar Kepala Lapas Batu, Pulau Nusa Kambangan, Hendra Eka Putra saat dihubungi BeritaBenar.

Menurutnya, Wawan mengeluh sakit sejak Sabtu lalu, tetapi tak ada pertanda sakit apa pun dan tidak ada perilaku ganjil.

“Kalau jantung kan kita nggak tahu, tiba-tiba saja, setelah di rumah sakit kita baru tahu dia sakit jantung,” terang Hendra.

Jenazah Wawan lalu diserahterimakan pihak Lapas Batu kepada kakak kandung Wawan, Wiranto, sebagai perwakilan keluarga pada Senin dini hari.

Jenazah dimakamkan Senin sekitar pukul 11.00 WIB di pemakaman Yapak Lo, Troketon, Pedan, Klaten. Wartawan tidak diperkenankan meliput ke rumah duka.

Kepala Desa Troketon, Sunaryo, mengaku lega pemakaman selesai karena dia sempat khawatir ditolak warga.

Alhamdulillah, semua lancar, tidak ada penolakan dari warga,” jelasnya.

Wantek (45), seorang tetangga Wawan mengatakan meski Wawan terlibat terorisme, tetapi di masa hidupnya dia suka menolong tetangganya memperbaiki alat elektronik yang rusak.

“Dia lulusan SMK dan bekerja sebagai tukang elektronik panggilan. Dia sering membantu kalau ada yang butuh memasang listrik dan sebagainya tanpa dibayar,” katanya.

Desak otopsi

Wawan adalah satu dari 55 napiter yang ditahan di Lapas Batu Pulau Nusakambangan dan merupakan satu dari 145 napi teroris yang dipindahkan dari Mako Brimob setelah kerusuhan yang menewaskan lima anggota Densus 88 dan seorang tahanan, pada Mei lalu.

Dia ditangkap tim Densus 88 pada 11 Desember 2016. Pengadilan menghukum Wawan enam tahun penjara setelah terbukti terlibat jaringan teror bom panci Bekasi dibawah pimpinan Nur Solihin, yang berencana menyerang Istana Negara pada hari yang sama Wawan ditangkap.

Meski pihak Lapas menyatakan Wawan meninggal karena serangan jantung, tapi warga dan tokoh masyarakat menyebutkan dia meninggal karena paru-paru basah.

“Jenazah sampai di rumah duka pukul 6 pagi dan meninggalnya karena paru-paru basah yang dideritanya,” ujar Camat Pedan, Sri Wahyuni, kepada wartawan.

Endro Sudarsono, sekretaris The Islamic Study and Action Center (ISAC), lembaga yang selama ini kerap mengadvokasi keluarga terduga teroris, mengatakan menerima informasi jika Wawan meninggal karena paru-parunya dipenuhi cairan.

“Informasi yang tersebar memang dua, yaitu jantung dan paru-paru basah, tetapi kalau informasi yang kami yakini adalah paru-paru basah,” ujarnya.

Endro juga menyebutkan ada darah yang mengalir dari mulut Wawan sehingga meminta PP Muhammadiyah mendampingi keluarga untuk menginvestigasi penyebab kematian Wawan.

“Jika perlu lakukan otopsi ulang, agar diketahui apa sebenarnya penyebab kematian Wawan,” katanya kepada BeritaBenar.

Tapi, Hendra yang juga Koordinator Kalapas se-Nusakambangan menampik kecurigaan Endro, dengan menyatakan tidak ada kekerasan, dan banyak pihak termasuk keluarga, menyaksikan ketika dilakukan otopsi sebelum jenazah diserahkan kepada keluarga.

“Semua lihat, dokter yang cek dan menyatakan dia meninggal karena serangan jatung, keluarga juga ada, surat-surat lengkap. Tidak ada yang ditutup-tutupi,” ujar Hendra.

Napiter kelima

Menurut catatan ISAC, Wawan adalah napiter kelima yang meninggal dunia di Lapas Nusakambangan dalam enam bulan terakhir.

Selain Wawan, ada Muhammad Basri alias Abu Saif yang divonis 8 tahun penjara karena kasus bom di Sulawesi Selatan yang menjalani hukuman di Lapas kelas IIA Pasir Putih, Nusakambangan. Dia meninggal menjalani perawatan di RSUD Cilacap 8 Juli 2018.

Kemudian, Irsyad alias Ican yang ditangkap pada 10 April 2017 di Kendal, Jawa Tengah, meninggal pada 12 Agustus 2018. Selanjutnya, Winduro meninggal pada 22 September 2018 dan keempat adalah Agus Tri Mulyono yang meninggal pada 12 Oktober 2018.

“Kami meminta pihak-pihak terkait seperti DPR RI dan Komnas HAM untuk membuat tim pencari fakta atas kematian beberapa tahanan teroris di Nusakambangan,” ujar Endro.

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, mengatakan siap memberikan pendampingan kepada keluarga Wawan jika pihak keluarga meminta.

Koordinator penegakan HAM Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, enggan berkomentar banyak, dengan alasan belum mendapatkan informasi terkait kematian Wawan.

“Saya belum tahu, belum dengar, nanti saya tunggu, menunggu informasi dulu,” ujarnya saat dihubungi.

Peneliti dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Thayep Malik, mengatakan meninggalnya napi teroris di penjara tidak selalu mengindikasikan keganjilan.

“Bisa saja dia sakit tapi tidak kooperatif seperti tidak mau diperiksa dokter, tidak mau disuntik atau dia menjadi sakit karena faktor psikis seperti merasa tertekan berada di penjara,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.