Pemerintah Ingin Pisahkan Napi Narkoba ke Lapas Pulau Terpencil
2017.12.28
Jakarta
Pemerintah Indonesia berencana membangun Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) khusus untuk narapidana kasus narkoba di pulau-pulau terpencil, dalam upaya menekan tingkat peredaran narkoba dan obat-obatan terlarang yang makin mengkhawatirkan.
“Narapidana narkotika akan dipisah dengan narapidana lain di pulau terpencil,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto kepada wartawan di sela pemusnahan barang bukti narkoba di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis, 28 Desember 2017.
Narkoba yang dimusnahkan tersebut terdiri dari 1 juta pil PCC, 453 kilogram sabu-sabu, 712.116 butir ekstasi.
Selain itu, 647 kilogram ganja, 10 ribu pil happy five, 100 gram ketamine dan 69 Kg daun cathinone juga dimusnahkan dengan cara dibakar.
Badan Narkotika Nasional (BNN) mengklaim dengan dimusnahkan narkoba itu, sebanyak 20 juta generasi bangsa sudah terselamatkan dari narkotika.
“Salah satu sumber peredaran narkoba, beredarnya produk-produk narkoba dari lapas. Kita memberikan efek jera pada napi narkotika agar mereka tidak bersosialisasi dengan napi lain,” tambah mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu.
Menurut Wiranto, mengisolasi narapidana narkoba di pulau terpencil agar mereka tidak mudah kabur dari tahanan.
“Kalau bisa di pulau-pulau terpencil biar nanti kalau mereka mau kabur suruh berenang saja,” katanya.
Untuk menekan peredaran narkoba di lapas yang masih terjadi salah satu faktornya dinilai akibat bercampurnya napi kasus narkotika dan tahanan perkara pidana lain.
“Napi kejahatan narkoba, korupsi, kriminal biasa harus dipisahkan agar jaringannya tidak meluas,” ujarnya.
Wiranto belum bisa memastikan kapan pemisahan napi-napi narkoba ke pulau-pulau terpencil dilakukan, tapi ia mengaku sudah membicarakan dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Ini baru pemikiran saja, sedang dalam tahap direncanakan dan semoga bisa cepat dilaksanakan," imbuhnya.
‘Butuh biaya lumayan’
Kepala Bagian Humas Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Ade Kusmanto, mengaku pembangunan lapas narkoba di pulau terpencil baru wacana.
“Wacana itu sudah dibahas,” katanya saat dikonfirmasi.
Menurutnya, perlu dipikirkan secara mendalam untuk mewujudkan pembangunan lapas khusus napi narkoba di pulau terpencil.
“Ini membutuhkan biaya yang lumayan,” tutur Ade.
Bukan saja untuk membangun infrastruktur, lanjutnya, tapi biaya membayar aparatur penjaga serta fasilitas pendukung.
Kemenkumham, menurutnya, sudah membangun beberapa lapas khusus napi narkoba, meski tak di pulau terpencil, seperti Lapas Batu Nusakambangan di Jawa Tengah, Lapas Langkat di Sumatera Utara dan Lapas Kasongan di Kalimantan Tengah.
Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum, Muhammad Nasir Djamil, menilai pemisahan napi narkoba di pulau terpencil tak akan efektif menekan peredaran narkotika.
“Sudah terbukti penjara tidak mampu memberikan efek jera,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Jika para napi narkoba diisolasi di pulau terpencil, “siapa yang mengawasinya?” tanya politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Menurut Nasir, cara efektif memberantas narkoba adalah fokus merehabilitasi semua penggunanya, lalu menutup ruang masuknya narkoba ke Indonesia, kemudian menindak aparat penegak hukum yang bermain di dalamnya.
Ketua DPP Gerakan Nasional Antinarkoba (Granat), Simson Sugiarto, menilai cara paling jitu memberantas peredaran narkoba dengan menghukum berat pelakunya.
“Penegakan hukumlah yang harus istiqamah,” ujarnya.
“Silakan saja pemerintah membuat lapas khusus narkoba di pulau terpencil, namun istiqamahnya penegakan hukum juga perlu, pelaku harus dihukum yang sesuai, bukan cuma diasingkan.”
Simson menilai permasalahan narkoba di Indonesia sudah menjadi bencana nasional.
“Dalam satu hari itu meninggal 50 orang karena narkoba,” paparnya.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Budi Waseso, mengatakan Indonesia memang menjadi pasar menjanjikan bagi bandar narkoba, karena semua jenis narkotika bisa laku.
“Pangsa pasarnya sangat tinggi,” ujarnya.
Selama tahun 2017, BNN mengungkap 46.537 kasus narkotika dan 27 tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait narkoba, dengan jumlah pelaku ditangkap 58.365 orang, terdiri dari 46.537 orang kasus narkoba dan 34 tersangka TPPU.
Budi mengatakan, dari 58 ribu tersangka, 79 orang di antara tewas ditembak petugasnya karena melawan saat hendak ditangkap. Mereka terdiri dari 69 warga Indonesia dan 10 warga asing.
“79 orang ini kita hadiahi timah panas,” katanya saat merilis laporan akhir tahun BNN, Rabu.
Tahun ini, BNN telah merehabilitasi 1.523 pengguna narkoba di balai rehabilitasi dan lapas-lapas.
Barang bukti yang berhasil disita BNN dalam operasi sepanjang 2017 mencapai 4,71 ton sabu-sabu, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 3,4 ton. Mereka juga menyita 151 ton ganja dan 2,9 juta pil ekstasi dalam operasi tahun ini.
Sebelumnya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo sudah meminta kepolisian dan BNN untuk tak ragu menindak tegas bandar narkoba. Bahkan, Jokowi memerintahkan tembak jika melawan saat ditangkap.
"Kalau melawan dan membahayakan, jangan diberi toleransi. Tegas itu harus kita sampaikan," ujar dia di Cibubur, Jawa Barat seperti dikutip dari laman Kompas.com.
Jokowi menegaskan penyalahgunaan narkoba menjadi ancaman besar bagi bangsa Indonesia.
"Jangan menganggap enteng urusan yang berkaitan dengan obat ilegal dan penyalahgunaan obat," katanya.
Selama kepemimpinan Jokowi sejak 2014, belasan narapidana narkoba sudah eksekusi mati meski diprotes para aktivis HAM dan negara-negara yang warganya menghadapi regu tembak.