Abas Keluar Dari JI Karena Menolak Kekerasan Terhadap Sipil

Oleh Zahara Tiba dan Arie Firdaus
2015.04.17
150417_ID_NASSIR_ABAS_700.jpg Nasir Abas berbicara kepada BenarNews di Jakarta, tanggal 15 April, 2015.
BenarNews

Salah satu mantan pemimpin kelompok radikal Jemaah Islamiyah (JI), Nasir Abas, mengatakan alasan keluar dari organisasi tersebut karena menolak komando dari Osama Bin Laden untuk berjihad dengan cara kekerasan.

Nasir (45) lulus dari Akademi Militer Mujahidin Afghanistan, pernah mengajar beberapa tahun di akademi terletak di Sadda, perbatasan Afghanistan dan Pakistan.

Ia adalah pemimpin JI yang tidak pernah dipenjara. Meskipun organisasinya sudah melancarkan berbagai serangan bomb termasuk ledakan bom di Bali yang setidaknya telah mewaskan 202 orang, Nasir bebas setelah sebulan diinterogasi kepolisian Indonesia.

Nasir mengatakan kepada BenarNews, ia mempertahankan ideologi Islam yang dianggapnya benar. Meskipun demikian, Nasir mengaku masih mempunyai hubungan emosional yang kuat dengan pemimpin JI, Abu Bakar Basyir.

Berikut adalah wawancara BenarNews dengan Nasir.

BenarNews : Bagaimana Anda bisa bergabung dengan JI?

Nasir: Saya berumur 16 tahun ketika berkenalan dengan pelajar Indonesia di Malaysia saat belajar di Kuala Pilah, Malaysia. Saya tertarik karena mereka paham tentang Islam.

Dua tahun kemudian mereka menawarkan saya pergi Afghanistan, saya setuju. Sebelumnya saya tahu Afghanistan hanya dari buku-buku dan berita. Saya berangkat dari Kuala Lumpur ke Karachi, lalu Peshawar menuju Sadda dalam rombongan 15 orang. Perjalanan diatur oleh orang-orang Indonesia di Afghanistan.

Sampai di Afghanistan, saya baru sadar bahwa teman-teman saya adalah anggota Negara Islam Indonesia (NII) dan banyak sekali orang Indonesia disana.

Saya dimasukkan ke dalam Akademi Militer Mujahidin Afghanistan, angkatan kelima. Mereka menjelaskan alasan kami berlatih di Afghanistan untuk kembali ke Indonesia dan melanjutkan perjuangan NII membentuk negara Islam. Walaupun saya warga Malaysia, tujuan membentuk negara Islam adalah tanggung jawab semua umat Islam.

Tiga tahun saya di Afghanistan, lulus tahun 1990. Saya menjadi instruktur, mengajar di akademi tersebut dari 1990-1993.

Tahun 1993, dua pemimpin NII, Abu Bakar Basyir dan Abdullah Sungkar, keluar dari NII dan membentuk kelompok baru. Mereka meminta pelajar Indonesia yang pernah mereka kirim ke Afghanistan untuk memilih Ajengan Masduki [NII Indonesia] atau Abdullah Sungkar [JI].

Saya pilih Abdullah Sungkar. Sejak saat itu saya masuk JI, bukan NII. Abdullah Sungkar merasa ini jalur yang dia buka mengirimkan orang Indonesia berlatih di Afghanistan. Saya tidak kenal Ajengan Masduki yang ada di Indonesia dan waktu itu saya sedang menyusun buku tentang senjata di Afghanistan. Kalau saya pulang, buku saya tidak selesai.

Imam Samudera tidak memilih ketika itu, maka dia dipulangkan.

BenarNews : Apa yang diajarkan di Afghanistan?

Nasir: Materi wajib pelatihan militer seperti weapon training, map reading, field engineering untuk merakit bom dan ranjau, lalu leadership, dan pelajaran agama.

Tahun 1992 akademi di Sadda berhenti. Sebagian pindah ke Kabul karena mujahidin Afghanistan sudah memerintah Kabul. Sementara orang-orang Indonesia dari kelompok NII pindah ke akademi Turkham dan membentuk kamp baru.

BenarNews: Apakah Anda pernah terlibat langsung dalam aksi-aksi militan?

Nasir: Saya adalah instruktur senjata sejak lulus 1990 dengan pangkat Letnan II. Saya mengajar tentang semua senjata, kecil-besar, machine gun, dan artileri.

Saya tidak pernah terlibat dalam aksi-aksi terorisme, melainkan perang di Afghanistan.

Tahun 1993 saya pulang, dan tahun 1994 saya membuka kamp di Filipina. Di sana saya terlibat perang bersama dengan MILF [Moro Islamic Liberation Front]. Saya menghadapi pasukan bersenjata.

Kalau aksi terorisme membunuh warga sipil dan bukan di tempat perang, itu saya tidak setuju.

Tahun 1999,  Hambali [nama asli Encep Nurjaman, terdakwa kasus bomb Bali sekarang menjalani hukuman di Guantanamo] membawa pernyataan Osama Bin Laden mengajak seluruh Muslim membalas dendam kepada warga Amerika dan sekutunya dengan membunuh warga sipil.

Saya tidak sepakat, Hambali dan anggota lain setuju, termasuk adik ipar saya Mukhlas alias Ali Ghufron.

Sebelum Bom Bali mereka sudah terlibat ledakan bom di terminal Manila, di Kedutaan Filipina [Jakarta] tahun 2001 dan di Malaysia tapi berhasil digagalkan.

Tangan saya bersih dari warga sipil. Tapi kalau darah tentara iya, karena perang.

Tanggal 18 April 2003 saya ditangkap dan dinterogasi. Setelah itu saya menyatakan diri keluar dari JI.

BenarNews : Apa paham jihad menurut Anda?

Nasir: Jihad artinya berjuang sekuat tenaga dengan seluruh kemampuan. Maka jihad bukan hanya berarti perang. Bisa juga belajar, bekerja, berdakwah.

Tetapi jika disebut jihad fi sabilillah itu artinya perang, dalam Islam ini bukan prioritas.

Saya berpendirian kuat membela Islam dan awalnya JI membela Islam bukan lewat perang, tapi lewat dakwah, ekonomi, tarbiyah dan lain-lain.

Sebagai bukti, kenapa tidak ada perang sejak angkatan-angkatan awal kembali ke tanah air tahun 1980-an? Kenapa aksi-aksi ini hanya ada di tahun 2000an? Ini karena awalnya anggota JI mempunyai pemikiran sama, tidak perlu perang.

Saya memimpin wilayah Mantiqi III yang meliputi Malaysia hingga Filipina. Saya bertanggung jawab menjaga jamaah saya, jangan sampai terpengaruh dengan Osama dan Hambali.

BenarNews : Kenapa memutuskan keluar dari JI dan bagaimana kehidupan Anda setelah keluar dari JI?

Nasir: Saya mengetahui JI punya misi sendiri untuk menegakkan negara Islam. Al-Qaeda punya misi untuk membalas dendam. Tidak benar kalau misi al-Qaeda dimasukkan ke dalam misi JI. Itu yang membuat saya tidak setuju.

Saking loyalisnya, menikah dan bekerja pun untuk membantu jamaah. Sebenarnya hidup saya dari dulu biasa saja, hanya dulu kita menyembunyikan aktivitas JI.

Setelah saya keluar JI, hubungan emosional sulit dipisahkan. Saya masih punya hubungan emosional dengan Abu Bakar Basyir, walaupun kita berbeda pendapat.

Saya tidak setuju dengan aksi bom meskipun pelaku-pelakunya adalah saudara saya. Membunuh warga sipil tidak benar.

BenarNews : Apakah perkawinan adik Anda dengan Mukhlas bagian dari strategi untuk memperkuat organisasi?

Nasir: Tidak ada maksud itu. Saya anggap itu lumrah. Kita senang yang sepaham bukan? Jangankan sepaham, yang sesuku juga begitu. Orang Batak lebih senang dengan orang Batak, Jawa dengan Jawa. Itu bukan hal yang asing. Itu hanya karena faktor kedekatan.

BenarNews : Apakah upaya pemerintah Indonesia sudah cukup dalam membatasi gerak ISIS?

Nasir: Alhamdulillah mereka tegas membatasi gerak ISIS dengan aturan serta memblokir situs-situs radikal termasuk menghalangi warga Indonesia yang akan ke Suriah.

Kekurangannya adalah sosialisasi ke masyarakat tentang situasi di Suriah, banyak yang tidak tahu. Sementara warga bisa dijerat dengan tuduhan terorisme karena ada bukti perencanaan.

BenarNews : Apakah upaya deradikalisasi sudah cukup?

Nasir: Deradikalisasi diberikan kepada yang pernah kena, sementara kontra-radikalisme masih sangat diperlukan sebagai pencegahan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.