Merayakan Natal dalam Toleransi dan Kecemasan
2016.12.27
Ambon dan Samarinda
Puluhan pemuda Islam ikut mengamankan jalannya misa Natal di Ambon, Maluku, sementara sebagian jemaat Gereja Oikumene Samarinda, Kalimantan Timur, masih diliputi kecemasan karena teror bulan lalu belum hilang dari ingatan mereka.
Tidak hanya umat Kristen tampak memadati Gereja Maranatha, Ambon, Sabtu malam, 24 Desember 2016, namun puluhan pemuda Islam juga terlihat di gereja Protestan terbesar di kota itu.
Mengenakan kopiah putih dan songkok, anggota Gerakan Pemuda Ansor Maluku, Gerakan Pemuda Islam (GPI) Maluku, dan remaja Masjid Waihaong serius menjaga keamanan gereja tersebut. Mereka juga ikut menuntun jemaat menyeberang jalan.
Ibadah yang dihadiri ribuan umat Kristen tersebut berlangsung aman. Ketika ibadah selesai sekitar pukul 21.00 WIT, puluhan pemuda berjejer membentuk barisan dan berjabat tangan dengan jemaat.
“Terima kasih, ya,” ucap seorang jemaat.
Pemandangan sama juga terlihat di beberapa geraja lain yakni Katedral, Gereja Silo, dan Gereja Rehoboth. Hal serupa juga terlihat di banyak gereja seluruh Indonesia, dimana pemuda Muslim ikut menjaga keamanan.
Pelaksanaan ibadah misa Natal berlangsung dalam suasana aman dan damai di seluruh wilayah Indonesia. Para jemaat Gereja Katedral Jakarta juga ikut memarkir kendaraannya di sekitar areal parkir Masjid Istiqlal.
Untuk mengamankan liburan Natal dan Tahun Baru, Polri mengerahkan sekitar 85.000 anggota di seluruh Indonesia. Pengamanan juga dibantu 15.000 personel TNI dan 50.000 dari berbagai lembaga seperti Satpol PP, Kementerian Perhubungan, dan lainnya.
“Harapan kita, Natal ini membawa damai bagi kita semua, bukan saja umat Kristen tapi seluruh umat,” ujar Ketua Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Maluku, Daim Baco Rahawarin.
Uskup Mandagi merasa bangga atas partisipasi pemuda Muslim. Menurutnya, semua agama mengajarkan kebaikan. Di Indonesia, saling menghargai dan menghormati kehidupan beragama dan suku sangat kental.
Dia berpesan agar semua warga Ambon berhati-hati dengan kelompok tertentu yang mencoba menghancurkan persaudaraan. Orang-orang itu, katanya, berpakaian agama tapi anti terhadap ajaran agama yang benar.
Christmas Carols
Wujud toleransi juga terlihat dalam Christmas Carols di Ambon yang diselenggarakan seniman dan pendeta setempat selama dua hari pada 22 dan 23 Desember.
Pada tiga tahun terakhir dalam acara yang telah berjalan lima tahun itu, Christmas Carrol tidak hanya diisi komunitas Kristen, tapi juga warga Hindu, Buddha, dan Muslim secara sukarela.
Ratusan penonton antusias melihat penampilan anak-anak di panggung halaman gereja Maranatha dan Baileo Oikemene itu.
Lagu “Pancasila Rumah Kita” dan “Damai Bersamamu” terdengar indah dibawakan duet penyanyi Kriste, Sierra Latuperissa, dan penyanyi Muslim, Nurul Tosiuta.
Ketua Panitia yang juga pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM), Jacky Manuputty, mengatakan Christmas Carols 2016 diikuti sekitar seribu orang, sebagai bentuk ungkapan syukur akhir tahun.
Ia berharap, keterlibatan warga semua agama dapat dijadikan contoh yang baik dalam menjaga toleransi dan persaudaraan.
“Kita mengangkat tema universal dan kemanusiaan. Kita juga berdoa untuk rakyat Aleppo, karena di sana bukan saja ada orang Muslim, tapi Kristen juga,” jelasnya.
Pendeta J.W. Parinussa meminta umat Kristiani menunjukkan sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mengimbau umat berdoa bagi keutuhan bangsa Indonesia.
Jemaat Oikumene
Sementara itu, para jemaat Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur, juga menggelar misa Natal dengan tenang kendati sebagian mereka masih diliputi rasa cemas dengan teror bom molotov pada 13 November 2016, yang menewaskan Intan Olivia Banjarnahor (2,5).
Seorang polisi berdiri di jalan depan Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur, 24 Desember 2016. (Gunawan/BeritaBenar)
Seorang jemaat, Poppi Siregar (28), bersama suaminya Friadi Samosir (31) dan anak semata wayang, Tiur April Samosir (8 bulan), menghadiri perayaan malam kebaktian dengan perasaan was-was.
Sesaat memarkir kendaraannya, ia tak lantas bergegas masuk ke dalam. Perempuan muda itu berdiri sejenak di teras gereja, sambil menatap setiap kendaraan yang masuk ke halaman gereja.
"Kalau trauma masih ada, siapa yang bisa melupakan kejadian itu," ujarnya mengingat kembali insiden yang juga mencederai tiga balita lain.
Jemaat lain, Ririn (24) merasakan hal serupa. Meski khawatir, dia menguatkan diri untuk datang beribadah di Gereja Oikumene.
"Jelas khawatir, noda bekas bom molotov masih terlihat di depan gereja,” keluhnya yang mengaku tak tak menyangka Kota Samarinda yang terkenal aman akhirnya menjadi sasaran aksi teror.
Pendeta Gereja Oikumene Samarinda, David Pardede, mengucapkan syukur atas kepedulian masyarakat pada perayaan Natal. Dia menyebutkan pengamanan diberikan guna membantu tugas polisi.
“Perayaan Natal ini semoga memberikan kecintaan di antara umat beragama lain di Indonesia,” ujarnya.
Kepolisian Daerah Kalimantan Timur mengerahkan 2.336 personil guna pengamanan perayaan Natal dan tahun baru di wilayahnya.
“Silakan umat Nasrani menjalankan ibadah dengan tenang. Aparat menjamin keamanan,” kata Kapolda Kaltim, Irjen Pol. Safaruddin.
Gerakan Pemuda Ansor ikut membantu pengamanan. Salah satu sayap Nahdatul Ulama itu menurunkan 250 Banser untuk berjaga-jaga di semua gereja, termasuk Gereja Oikumene.
“Anggota kami ada di setiap gereja. Keberadaannya tak mencolok,” tutur Sekretaris GP Ansor Kaltim, Herman A Hasan.