Kedatangan Jokowi ke Natuna Dinilai Peringatan Untuk China

Tia Asmara
2016.06.23
Jakarta
160623-ID-natuna-joko-620.jpg Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi sejumlah menteri meninjau perairan Natuna dari KRI Imam Bonjol, Kamis, 23 Juni 2016.
Dok. Biro Pers Istana

Penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal-kapal ikan asing (KIA) yang kerap terjadi di perairan Natuna, Kepulauan Riau, membuat Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Kamis, 23 Juni 2016, mengunjungi kawasan yang berbatasan dengan Laut China Selatan itu.

Kehadiran Jokowi di perairan Natuna dinilai pengamat sebagai bentuk penegasan bahwa kawasan itu merupakan wilayah kedaulatan Republik Indonesia (RI). Malahan, Jokowi memimpin rapat dengan sejumlah menteri di atas KRI Imam Bonjol yang berpatroli di perairan Natuna.

"Saya minta kemampuan TNI dan Bakamla (Badan Keamanan Laut) dalam menjaga laut harus lebih ditingkatkan, baik dalam hal kelengkapan teknologi radar maupun kesiapannya,” ujar Jokowi dalam rapat tersebut seperti dilansir dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar.

“Natuna merupakan salah satu pulau terdepan di Indonesia sehingga pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas maupun pembangunan ekonomi seperti industri perikanan, gas, dan pariwisata bahari perlu segera dilakukan,” tambahnya.

Sehari sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menegaskan Indonesia meningkatkan pengamanan patroli laut di perairan Natuna. TNI akan menindak tegas kapal-kapal asing, termasuk yang berbendera China karena menangkap ikan di perairan Natuna.

”Kita mengirimkan lima KRI dan satu pesawat CN untuk mengintai. Tujuan kita adalah jangan sampai masuk lagi dan kita antisipasi dengan menangkapnya. Kalau kita tidak menangkap, berarti kita tidur,” tegas Gatot.

Turut mendampingi presiden dalam kunjungan ini antara lain Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Panglima TNI.

“Masalah ekonomi dan masalah kedaulatan, itu saja. Jadi saya pikir kita tidak ingin ada (yang) menganggu stabilitas keamanan di kawasan,” kata Luhut.

Kepulauan Natuna adalah kawasan strategis karena merupakan wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia, Vietnam, dan Kamboja dan wilayah laut Indonesia yang menjadi jalur utama pelayaran laut dunia, terutama bagi kapal-kapal yang ingin menuju Hongkong, Jepang, dan Korea.

Sinyal peringatan

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Melda Kamil Ariadno menilai kunjungan Jokowi sebagai tindakan tepat untuk memberikan sinyal peringatan kepada China.

“Ini mengindikasikan China bahwa Indonesia tak main-main dalam menjaga kedaulatan negara. Indonesia tegas dan serius tanggapi isu ini,” ujarnya ketika BeritaBenar meminta tanggapannya atas kunjungan Jokowi dan sejumlah menteri Kabinet Kerja ke Natuna.

Menurut Melda, meski tujuan mempercepat pembangunan ekonomi di Natuna, tapi tindakan Jokowi merupakan diplomatic movement yang baik untuk menjaga kedaulatan Indonesia tanpa harus merusak hubungan baik dengan China.

“Kehadiran Jokowi menegaskan kalau ini zona kita, area kita, sumber daya alam kita dengan cara pendekatan halus. Jika tidak, maka akan mengakibatkan insiden diplomatik dengan China,” katanya.

Ia menambahkan, sikap kapal ikan China yang selama ini tak mengindahkan peringatan Indonesia merupakan pelanggaran hukum di zona maritim karena terbukti menangkap ikan di Zona Ekslusif Ekonomi (ZEE) Indonesia.

“Indonesia harus mencegah kapal ikan illegal China masuk ke ZEE Indonesia dengan cara patroli berkala. Jika alasan mereka hanya lewat, di cek dokumennya, dicek bawa muatan apa,” ujar Melda.

Pada 17 Juni 2016, KRI IBL menangkap satu dari 12 kapal asing yang sedang melakukan pencurian ikan di kawasan ZEE Indonesia. Penangkapan itu sempat dibayangi oleh kapal Coast Guard China 3303 yang meminta berulang kali melalui radio untuk melepaskan kapal tersebut.

Maret lalu, kapal penjaga pantai China sempat mengintervensi petugas Kementerian Kelautan dan Perikatan (KKP) dengan cara menabrak kapal ikan China yang diduga mencuri ikan sehingga kapal itu terlepas. Indonesia memprotes dengan memanggil duta besar China di Jakarta.

Kejadian terulang 27 Mei lalu, saat kapal Gui Bei Yu 27088 tidak memiliki izin sedang menangkap ikan di perairan itu. Kapal dan delapan awak ditangkap TNI AL. Pemerintah China sempat memprotes penangkapan tersebut.

Perikanan dan Migas

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa pengembangan ekonomi di Kepulauan Natuna dan sekitarnya akan difokuskan pada industri perikanan dan migas.

"Presiden meminta agar perkembangan ekonomi di wilayah Kepulauan Natuna dan sekitaranya dikembangkan terutama dua hal, yaitu untuk perikanan dan kedua migas," katanya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said menambahkan terdapat 16 blok migas yang ada di sekitar wilayah Kepulauan Natuna.

“Lima blok sudah menjalankan produksinya sementara 11 lainnya sedang dalam tahap eksplorasi,” jelasnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga berencana membuat pembangunan sentra kelautan dan perikanan secara terpadu di wilayah tersebut.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.