Tegaskan Kedaulatan Indonesia, Kapal Nelayan dari Jawa Tiba di Natuna
2020.03.10
Jakarta
Sebanyak 30 kapal nelayan pantai utara (Pantura) Jawa telah tiba di perairan Natuna Utara, Selasa (10/3/2020), sebagai upaya untuk meneguhkan kedaulatan Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif-nya pasca konflik maritim dengan Cina dan untuk memanfaatkan sumber daya ikan di wilayah itu, demikian Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
“Ini perkembangan yang menggembirakan, karena sebanyak 30 nelayan dari Pantura (pantai utara) telah tiba di Natuna dan saat ini dikawal oleh Bakamla (Badan Keamanan Laut),” kata Mahfud dalam pernyataan resmi yang diterima BenarNews.
Nelayan-nelayan itu berasal dari wilayah pesisir Tegal di Jawa Tengah yang mulai berlayar ke perairan Natuna sejak seminggu lalu, kata Menkopolhukam, Mahfud MD.
Mahfud mengatakan, pengiriman nelayan Pantura di Natuna juga sebagai bentuk kehadiran negara dalam berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di wilayah Natuna. Ukuran 30 kapal catrang tersebut masing-masingnya adalah 100 gros ton (GT) dan mengangkut total 900 nelayan.
Untuk pengamanan, Kemenkopolhukam menugaskan Bakamla sebagai koordinator yang turut dibantu patroli bersama TNI AL dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Semua di sana institusi yang menjaga sampai sekarang bertugas seperti biasa. Tapi untuk koordinasi mengawal, besok dilakukan oleh Bakamla,” ucap Mahfud.
Januari lalu terjadi ketegangan antara TNI dengan kapal Coast Guard Cina yang mendampingi kapal-kapal nelayan Cina yang diduga melakukan penangkapan ikan dengan pukat harimau di wilayah perairan Natuna Utara yang diklaim Cina sebagai wilayah penangkapan ikan tradisional mereka.
Kapal-kapal tersebut baru berhasil diusir patroli TNI Angkatan Laut pada 13 Januari setelah sepekan sebelunya Presiden Joko “Jokowi” Widodo melakukan kunjungan ke Kabupaten Natuna.
Pada saat itu, Jokowi memberikan dua instruksi, untuk melindungi ZEE Indonesia (ZEEI) dan untuk meningkatkan ekonomi dan aktivitas sosial di Laut Natuna Utara
“Kita ada dua kapal yang standby, tapi itu kita atur nanti agar saling bergantian dan berkolaborasi dengan KKP. Jadi sekali mengamankan ada dua kapal dari Bakamla, satu dari KKP,” kata Direktur Operasi Laut Bakamla Laksamana Pertama Nursyawal Embun melalu sambungan telepon, sehubungan dengan pengamanan ke-30 kapal nelayan tersebut.
Pembagian wilayah
Untuk menghindari konflik dengan nelayan Natuna, Bakamla telah membagi wilayah penangkapan ikan untuk keduanya. Kepala Bakamla menyebut, nelayan Pantura hanya akan menangkap ikan di luar kawasan 50 mil laut di wilayah ZEEI. Sisanya bakal menjadi teritori nelayan Natuna.
Selain itu, penggunaan jaring cantrang yang sebelumnya jadi isu penolakan oleh nelayan Natuna telah diselesaikan. Sesuai hasil koordinasi dengan KKP, jaring yang dipakai nelayan hanya boleh dipakai maksimal 30 meter dari dasar laut sehingga tidak merusak terumbu karang.
Kesepakatan ini telah disosialisasikan dengan 250 nelayan Natuna di dermaga Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (7/3/2020).
“Kami berharap nelayan asli Natuna tetap melanjutkan aktivitas melaut, dan langkah ini untuk memastikan sumber daya ikan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia, bukan nelayan asing,” kata Kepala Bakamla, Aan Kurnia, dalam rilisnya.
Dalam hal pengawasan pengamanan, Bakamla juga bakal mengefektifkan Stasiun Pemantau Keamanan Keselamatan Laut Natuna (SPKKL) di Bukit Senubing, Ranai, Kepulauan Natuna Besar.
Ada tiga hingga tujuh orang yang akan memantau di SPKKL. Keseluruhannya bertugas tak hanya memantau nelayan Indonesia saja, melainkan juga dari asing.
“Apabila ada yang mencurigakan, personel dari SPKKL akan melapor pada kapal engara atau markas besar Bakamla. Sistem pengawasan ini bakal lebih efektif daripada harus berkeliling di Laut Natuna Utara,” kata Aan.
Kapal Vietnam
Lima kapal ikan asing ilegal asal Vietnam diamankan tim patroli KKP di Laut Natuna Utara, Kepulauan Kepri, awal Maret dengan total awak mencapai 68 orang. Keseluruhannya berkewarganegaraan Vietnam.
“Kapal-kapal ini ditangkap pada 1 Maret 2020, sedang melakukan pencurian hasil kekayaan alam laut kita di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711,” kata Menteri KKP Edhy Prabowo, dilaporkan Kompas.com.
Merespons hal tersebut Nursyawal Embun mengakui bahwa keberadaan kapal-kapal Vietnam di perairan Natuna masih akan sering ditemui lantaran batas wilayah yang masih tumpang tindih antara Vietnam dengan Indonesia.
“Kalau kapal Vietnam ini memang satu wilayah perairan di ZEE, jadi masih saling klaim atau tumpang tindih. Penanganannya juga jadi berbeda, kalau untuk kapal ikan Vietnam yang melakukan penangkapan di daerah tumpang tindih, kita hanya data dan kirimkan ke Vietnam Coast Guard terus kita usir. Sebaliknya juga begitu,” kata Nursyawal.
Kendati begitu, Nursyawal memastikan saat ini tidak ada satu pun kapal ikan berbendera Cina yang terpantau di perairan Natuna. “Di wilayah ZEE kita, tidak ada kapal coast guard Cina,” tukasnya.