Indonesia Kaji Gantikan Nama Laut China Selatan Jadi Natuna

Lintang Lestari
2016.08.23
Jakarta
160823-ID-natuna-620.jpg Presiden Joko Widodo yang didampingi sejumlah menteri dan Panglima TNI mengamati perairan Natuna dari KRI Imam Bonjol, 23 Juni 2016.
Dok. Biro Pers Istana

Pemerintah sedang mengkaji untuk mengganti nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna sepanjang 200 mil laut sesuai zone ekonomi ekslusif (ZEE) untuk memperkuat kepemilikan Indonesia terhadap perairan kepulauan tersebut.

“Memang sedang dipertimbangkan dan mengkaji. Ini untuk menguatkan kepemilikan kita atas wilayah Natuna yang sering dimasuki kapal dan pesawat asing,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan kepada BeritaBenar, Jumat, 19 Agustus 2016.

Ia menambahkan rencana mengganti nama juga dilakukan untuk mempertegas wilayah Indonesia dari klaim China yang mengatakan perairan itu adalah wilayah penangkapan tradisional nelayan negara tersebut.

Akibat klaim sepihak China telah terjadi tiga kali ketegangan dengan otoritas Indonesia di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Pada 17 Juni 2016, KRI IBL menangkap satu kapal yang sedang mencuri ikan di perairan Natuna. Penangkapan sempat dibayangi kapal Penjaga Pantai China 3303 yang meminta berulang kali melalui radio untuk melepaskan kapal tersebut.

Kemudian pada 27 Mei lalu, saat kapal Gui Bei Yu 27088 yang tak ada izin dan dokumen menangkap ikan di perairan Natuna. Kapal dan delapan awaknya ditangkap pasukan TNI Angkatan Laut. China sempat memprotes penangkapan tersebut.

Sebelumnya pada Maret 2016 lalu, kapal penjaga pantai China mengintervensi petugas Kementerian Kelautan dan Perikatan (KKP) dengan cara menabrak kapal penangkap ikan China yang sedang mencuri ikan terlepas.

Kepulauan Natuna ialah perairan strategis karena merupakan wilayah yang berbatasan dengan Malaysia, Vietnam, serta Kamboja dan wilayah laut Indonesia yang menjadi jalur utama pelayaran laut dunia, terutama bagi kapal-kapal yang ingin menuju Hongkong, Jepang, dan Korea.

Ingin ganti nama peta

Ketika ditanya jika Pemerintah Kabupaten Natuna ingin mengganti peta wilayah perairannya dengan nama Laut Natuna, Luhut mengaku belum tahu.

“Semua kan butuh proses, kita harus siapkan semuanya, lalu diserahkan ke PBB. Jika tak ada yang berkeberatan baru kita mengganti namanya,” ujarnya seraya menyebut selain Laut Natuna, ada juga usulan nama Laut Natuna Utara.

Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal, ketika dihubungi BeritaBenar, Senin, 22 Agustus 2016, membenarkan pihaknya ingin mengganti nama perairan Natuna pada peta kepulauan tersebut.

“Kapal-kapal asing, terutama China, sudah sejak lama masuk ke wilayah kami. Mereka menangkap ikan dan penyu. Saya kira ini langkah baik untuk mencegah illegal fishing,” ujarnya.

Karenanya ia merencanakan mengganti nama laut menjadi Laut Natuna di peta resmi Kepulauan Natuna. “Dengan demikian masyarakat akan paham bahwa lautan ini milik Indonesia,” ujar Hamid.

Lebih tegas terhadap China

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Melda Kamil Ariadno mengatakan ide penggantian nama bisa saja dilakukan sebagai penegasan pada dunia internasional bahwa Kepulauan Natuna hingga 200 mil lautnya adalah wilayah kedaulatan Indonesia.

"Indonesia telah mendepositkan peta NKRI dengan titik-titik koordinatnya, tidak ada yang komplain dengan peta tersebut. Peta kita sudah legitimate," ujar Melda kepada BeritaBenar, Selasa.

Ia juga menyarankan pemerintah untuk memperbarui UU No. 5 tahun 1983 tentang  ZEE Indonesia dan UU No. 1 tahun 1973 tentang landas kontinen dengan penambahan titik-titik zonasi perairan NKRI sesuai Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.

"Saya minta kepada pemerintah kita untuk lebih tegas terhadap China karena sikap kita selama ini terhadap mereka terasa sumir," katanya.

Bukan prioritas

Pengamat pertahanan Connie Rahakundini mengatakan bahwa mengganti nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna bukan hal yang mustahil. Tapi dia memperingatkan apakah Indonesia sudah siap dengan konsekuensinya.

“Pada masa Presiden Soekarno saat beliau mengganti nama Samudera Hindia menjadi Samudera Indonesia, kekuatan pertahanan kita termasuk terbesar di Asia. Sekarang kalau kita ganti nama Laut China Selatan, apa kita siap dengan konsekuensinya. Misalnya kalau China, pamer kekuatan di wilayah itu?" kata Connie.

Menurut dia, dengan kekuatan pertahanan Indonesia seperti sekarang, hal itu bukan prioritas.

"Toh Natuna sudah milik Indonesia, tidak ada yang mengganggu gugat kepemilikan kita. Kenapa kita tidak bertindak waktu Samudra Indonesia diubah kembali menjadi Samudra Hindia?" katanya.

Connie menambahkan bahwa perubahan nama tak akan memberikan pengaruh apapun karena Natuna selama ini diakui masyarakat internasional sebagai wilayah Indonesia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.