Nelayan: Stop Reklamasi Teluk Jakarta Selamanya
2016.04.21
Jakarta
Para nelayan tetap menuntut penghentian total reklamasi Teluk Jakarta di tengah keputusan penghentian proyek itu sementara oleh pemerintah Senin, 18 April lalu, untuk memastikan semua perijinan dan peraturan terpenuhi. Namun, meskipun ada keputusan moratorium itu, aktivitas reklamasi masih tetap berlangsung.
"Karena (reklamasi) tak ada manfaat bagi nelayan tradisional. Seharusnya dihentikan selamanya," ujar Suhali, seorang nelayan Muara Angke kepada BeritaBenar, Kamis, 21 April 2016.
Menurutnya, kesepakatan moratorium tak ubahnya seperti mengombang-ambing nasib nelayan. Pasalnya, mereka tak diberi kepastian soal masa depannya. Apalagi mereka makin kesulitan mendapatkan ikan di kawasan Teluk Jakarta.
Pendapat senada diutarakan Ketua Komunitas Nelayan Tradisional, Sarmidi. " Tapi seharusnya jangan ditunda, melainkan distop selamanya," tegasnya, “kalau ditunda begini, sama saja membunuh kami perlahan-lahan. Keburu mati kami."
Nelayan lain, Yasin, mendukung pernyataan itu. "Keberadaan proyek ini membawa masalah bagi kami. Pendapatan sudah turun hingga sekitar 50 persen sejak ada reklamasi," ujarnya.
"Kami enggak butuh reklamasi. Yang kami butuhkan laut. Jadi, ini (reklamasi) harus dihentikan selamanya," tambahnya.
Moratorium di atas kertas
Mereka memastikan sikap nelayan tak berubah meski ada keputusan penghentian sementara proyek reklamasi. Mereka tetap mengawal proses hukum yang berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara dan menggelar unjuk rasa mendesak penghentian permanen proyek reklamasi.
"Ada yang bilang bakal terus demonstrasi di Monas. Intinya, kami terus jalan masing-masing," kata Suhali, "harapan kami tetap, minta proyek itu dihentikan selamanya."
Kendati sudah ada keputusan moratorium, tambah Suhali, aktivitas di pulau buatan masih berjalan. "Saya lihat ada truk dan kapal-kapal di sekitar pulau F. Saya masih diusir jika memasang jaring di dekat sana," katanya.
Pulau F itu dikembangkan oleh PT Jakarta Propertindo, sebuah badan usaha milik daerah Pemerintah DKI Jakarta.
Ditanya apakah para nelayan akan kembali melakukan penyegelan simbolik seperti dilakukan beberapa hari lalu sebagai balasan atas sikap bandel pengembang, mereka tak bisa memastikan.
"Kami tunggu perkembangan lebih lanjut dulu. Kami merespon sikap pemerintah saja," ujar Suhali yang juga anggota Serikat Nelayan Tradisional tersebut.
Sedangkan Sarmidi menyebutkan, "Belum dipikirkan" untuk melakukan penyegelan.
Tanpa tenggat waktu
Kesepakatan penghentian sementara reklamasi Teluk Jakarta dicapai Senin lalu sebagai keputusan bersama antara Menko Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diwakili Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Bramantya Satyamurti, serta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Pertemuan tersebut tak menyebutkan tenggat moratorium. Proyek hanya dihentikan sampai semua prasyarat dan perizinan yang diatur undang-undang terpenuhi.
Upaya konfirmasi masih membandelnya pengembang, meskipun pemerintah telah menghentikan proyek reklamasi, tidak mendapatkan komentar dari tiga menteri terkait yaitu Rizal, Siti, dan Menteri KKP Susi Pudjiastuti. Telepon dan pesan singkat yang dikirim BeritaBenar tak berbalas.
Dikutip dari laman Republika, Siti mengancam akan menjatuhkan sanksi. Tapi ia tak merinci bentuk sanksi yang diberikan. Sanksi, katanya, tergantung hasil investigasi tim gabungan yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Maritim. Tim dibentuk Senin lalu, berbarengan dengan kesepakatan moratorium reklamasi.
"Tapi tidak menutup kemungkinan pengembang dijatuhi sanksi pidana," kata Siti saat rapat kerja bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu 20 April 2016.
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Moestaqiem Dahlan menilai, muncul pengembang bandel lantaran pemerintah hanya memutuskan untuk menghentikan sementara proyek reklamasi.
"Itu dianggap enggak serius. Harusnya dihentikan secara permanen. (Moratorium) itu agar para nelayan tenang. Hanya langkah politik pemerintah saja," ujarnya.