Dipimpin Anak Kartosuwiryo, Eks DI/TII Berikrar Setia kepada NKRI

Pengamat menilai ikrar itu tidak otomatis mencegah penyebaran ideologi negara Islam di Indonesia.
Arie Firdaus
2019.08.13
Jakarta
190813_ID_NII_1000.jpg Didampingi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Sarjono Kartosuwiryo (tengah) berbicara kepada wartawan usai pembacaan ikrar setia kepada NKRI di Jakarta, 13 Agustus 2019.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Sejumlah eks anggota Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), pengikut Negara Islam Indonesia (NII), dan Harokah Islam Indonesia menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2019.

Sumpah tersebut dipimpin Sarjono Kartosuwiryo yang merupakan anak pemimpin DI/TII, Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.

"Sebab kalau negara ini rusak, bocor, kita sendiri yang akan tenggelam," kata Sarjono seusai pembacaan janji di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Dalam kaulnya, Sarjono berikrar antara lain akan berpegang teguh kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar bernegara.

Ia pun mengaku siap menjaga persatuan masyarakat Indonesia yang majemuk agar tercipta keharmonisan, toleransi, kerukunan, dan perdamaian; serta menolak organisasi dan aktivitas yang bertentangan dengan Pancasila.

Selain Sarjono, terdapat 13 orang eks pengikut dan simpatisan DI/TII, NII, serta harokah Islam Indonesia hadir dalam pembacaan ikrar setia kepada Indonesia.

Mereka adalah Dadang Fathurrahman, Aceng Mi’rah Mujahidin, Yudi Muhammad Auliya, Yana Suryana, Deden Hasbullah, Ahmad Icang Rohiman, Mamat Rohimat, Dadang Darmawan, Eko Hery Sudibyo, Cepi Ardiyansyah, Nandang Syuhada, Deris Andrian, dan Ali Abdul Adhim.

Setelah membaca sumpah, mereka bergantian memberi hormat dan mencium bendera Merah Putih sebagai simbol kesetiaan.

Dua juta simpatisan

Kepolisian Indonesia pernah menyatakan bahwa kelompok anti-Pancasila seperti NII masih terdapat di sejumlah wilayah di Tanah Air.

NII dideklarasikan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949 di Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan tujuan untuk membentuk Negara Islam di Indonesia.

NII dengan sayap militernya, Tentara Islam Indonesia (TII) cukup kuat pada tahun 1950-an dan menguasai sebagian besar wilayah Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh. Pergerakan tersebut juga melakukan sejumlah serangan ke NKRI antara 1950-1960-an sebelum akhirnya ditumpas pada tahun 1962.

Pemimpinnya, Kartosuwiryo, dieksekusi di depan regu tembak pada tahun yang sama. Kartosuwiryo melalui anak buahnya beberapa kali gagal mencoba membunuh Presiden Soekarno.

Walaupun sudah menjadi organisasi terlarang, ideologi NII tetap hidup di Tanah Air.

Sarjono mengaku setidaknya masih ada dua juta simpatisan NII dan DI/TII yang tersebar di banyak tempat, mulai dari perkotaan hingga pegunungan.

Pada 5 Mei 2011 tiga orang ditangkap pihak kepolisian di Bandar Lampung atas dugaan merekrut anggota untuk dibaiat sebagai pengikut NII.

Adapula kasus terduga teroris yang menyerang Markas Kepolisian Daerah Riau pada 16 Mei 2018. Pelaku diidentifikasi eks anggota NII yang beralih afiliasi ke kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

"Saya mengimbau kepada rekan-rekan untuk bersatu bersama membangun negara ini. Daripada di hutan, mending bergabung dan setia pada Pancasila," kata Sarjono setelah menyatakan sumpah setia kepada NKRI.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, yang menyaksikan pengucapan sumpah setia Sarjono Cs kepada NKRI berharap kaul serupa dapat diikuti pihak-pihak lain yang disebutnya menduakan Pancasila.

"Tentunya kita berharap bahwa kesadaran semacam ini tidak hanya berlaku di ruangan ini. Tapi terus menyebar sehingga dapat dicontoh, diikuti teman-teman lain yang masih bercita-cita mengubah NKRI menjadi wajah lain," kata Wiranto.

"Kami mengapresiasi dan sangat berbangga dengan keikhlasan kesetiaan saudara sekalian."

Tak berpengaruh

Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones pesimis dengan ikrar setia kepada NKRI yang diucapkan Sarjono bakal mengadang laju gerakan negara Islam yang ada di Indonesia.

Apalagi, menurut Sidney, Sarjono selama ini sudah lama dikenal bekerja sama dengan pemerintah.

"Masih ada banyak faksi yang berbahaya. Saya yakin masih tetap ada faksi yang ingin berperang meski sudah ada ikrar (Sarjono Kartosuwiryo)," kata Sidney kepada BeritaBenar.

Namun, Sidney tak merinci berapa banyak faksi NII saat ini dan lokasi keberadaan mereka.

Yang pasti, lanjutnya, visi untuk negara Islam masih cukup kuat di sejumlah simpatisan dan terus berevolusi, salah satunya dengan bergabung dengan kelompok lain.

Ia mencontohkan keterlibatan Iwan Darmawan alias Rosi, terpidana bom Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada 2004.

Rois --disebut Sidney memiliki hubungan dengan keluarga Kartosuwiryo-- belakangan malah dekat dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) pimpinan Aman Abdurrahman dan terlibat dalam sejumlah teror di Indonesia.

Hal senada dikatakan pengamat terorisme Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh, Al Chaidar yang menilai janji setia Sarjono Cs tidak otomatis bakal merontokkan gerakan pro-khilafah di Indonesia.

"Sekarang ada 14 faksi. Berarti ada 14 imam," kata Chaidar, yang juga tidak merinci pimpinan masing-masing faksi serta lokasinya.

Serupa dengan Sidney, Chaidar pun menyebut simpatisan dan eks anggota NII dan DI/TII juga berkembang seiring waktu, dengan bergabung dengan kelompok lain.

"Dari 14 faksi yang ada sekarang, misalnya, tiga sudah berbaiat kepada ISIS," pungkas Chaidar, lagi-lagi tak merinci faksi yang dimaksud.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.