Ojek Difa: Kaum Difabel pun Mampu Layani Penumpang

Bentuknya yang seperti becak, membuat Ojek Difa kerap mendapat penolakan dari tukang ojek lain, karena bisa menampung lebih satu penumpang.
Kusumasari Ayuningtyas
2016.09.20
Yogyakarta
160920_ID_taxi_1000.jpg Giono (kiri) hendak mengantar Dion dengan ojek khusus kaum difabel di Yogyakarta, 14 September 2016.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Sudah setahun lebih, Difa City Tour & Transports atau lebih dikenal dengan Ojek Difa meramaikan transportasi umum di Yogyakarta. Ojek yang pengemudinya penyandang difabilitas bertekad menjadi jasa transportasi diandalkan semua kalangan.

Triyono, sang direktur yang juga inisiator Ojek Difa, menuturkan, sarana transportasi ini bisa menjadi solusi untuk menjembatani hubungan kaum difabel dan masyarakat umum.

Menjadi pengemudi Ojek Difa tidak hanya menambah pendapatan, tapi juga memupuk rasa percaya diri penyandang difabel yang merasa tersisihkan karena sering dipandang sebelah mata akibat kondisi fisiknya.

“Mereka dulu malu bertemu orang. Apalagi ketemu pejabat, takut sekali, bukan apa-apa, sebabnya hanya minder,” ujar Triyono kepada BeritaBenar, Rabu, 14 September 2016.

Ketakutan dan rasa malu membuat Triyono, yang juga seorang difabel karena sakit polio saat balita, mendampingi pengemudi Ojek Difa di awal-awal terbentuk. Mulanya hanya dua motor modifikasi dengan dua pengemudi diiringi Triyono yang membawa motor tersisa.

Pendampingan dilakukan sampai kedua pengemudi tidak malu lagi dan mulai luwes melayani penumpang. Kemudian barulah Triyono fokus pada manajemen.

“Sebelumnya, para difabel jarang berinteraksi dengan masyarakat, mereka berdiam di rumah dan berkomunikasi dengan tetangga terdekat dan sesama difabel saja,” tuturnya yang mengakui tak mudah mengakses komunitas difabel di Yogyakarta.

Meski dia seorang pengusaha, Triyono baru mengenal kaum difabel di Yogyakarta saat melakukan kerja sosial untuk mempermudah transportasi mereka.

Itupun dibantu Puji Susanto, aktivis komunitas difabel dari Sleman, Yogyakarta, yang kini juga menjadi pengemudi Difa.

“Saya yang membantu Mas Triyono menghubungkan dengan komunitas. Saya mengenal komunitas difabel di Yogyakarta sejak 2010,” tutur Puji.

Sebelum bergabung dengan Ojek Difa, Puji membuka kios kelontong di Sleman. Tetapi, berinteraksi dengan masyarakat bukan hal yang membuatnya nyaman.

“Kami memang tertutup dan sulit mengakses komunitas (difabel) jika tak punya kenalan di komunitas,” ujar Puji.

Aris (kiri) dan Triyono sedang mengendarai Ojek Difa di Yogyakarta, 14 September 2016. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)

Sering ditolak ojek lain

Ide membuat ojek difabel muncul di tengah maraknya ojek online di Yogyakarta. Hal itu dimanfaatkan Triyono sebagai momentum untuk memperkenalkan Ojek Difa.

Promosi dilakukan dari mulut ke mulut kepada masyarakat di berbagai lokasi strategis serta penyebaran leaflet yang kemudian disadari pemborosan dan tak efektif.

“Akhirnya kami promosi melalui media sosial dan komunikasi langsung pengemudi dengan calon pelanggan yang biasanya adalah tetangga,” ujar Triyono.

Ojek Difa kini memiliki 20 motor ojek yang dimodifikasi khusus sesuai kondisi 20 orang pengemudinya.

Mereka mengambil penumpang dengan cara mangkal di lokasi tertentu meskipun sering ditolak tukang ojek lain.

“Ada yang tak membolehkan kita masuk, tetapi ada yang mengusir,” ujar Aris, seorang pengemudi Ojek Difa.

Penyebabnya tak lain karena bentuk Ojek Difa seperti becak yang memungkinkan untuk ditumpangi lebih satu penumpang dan bisa mengangkut barang bawaan mereka.

Selain beroda tiga, ada tempat menyerupai gerobak kecil yang disambungkan ke motor yang bisa digunakan sebagai tempat duduk sekaligus tempat barang.

“Kalau anak-anak, kita bahkan bisa bawa lima orang sekaligus, dua dibonceng dua di plat tambahan,” terang Aris.

Dion (55), penyandang tuna netra adalah pelanggan tetap Ojek Difa. Ia tahu ojek khusus itu dari komunitas yang memintanya menggunakan jasa ojek difabel jika bepergian.

“Sudah sering pakai Difa. Tinggal tunggu di tempat yang dijanjikan,” tutur Dion yang saat ditemui hendak pergi ke Prambanan, Sleman.

Melayani city tour

Seiring berjalannya waktu, Ojek Difa yang semula tak diminati komunitas difabel dengan alasan malu dan takut, kini menjadi kebanggaan mereka.

Menurut Triyono, banyak penyandang difabel yang kebetulan memiliki motor modifikasi meminta izin menggunakan nama Ojek Difa untuk ngojek di daerahnya.

“Ada seorang warga Bandung yang minta izin pakai nama Ojek Difa dan siap menerima segala syarat dan ketentuan. Tapi belum saya kasih jawaban. Nanti harus dipikirkan dulu karena berisiko,” ujarnya.

Selain jasa ojek, Ojek Difa juga melayani city tour. Mereka sering melayani penumpang ke luar Yogyakarta seperti Kebumen, Purwokerto,  Klaten, Kulonprogo, Magelang, Solo, dan sebagainya.

“Saya ambil pelanggan di Kebumen minimal sebulan dua kali, dia tuna netra dan rutin ke Jogja,” ujar Aris.

Untuk city tour, pelanggan banyak datang dari luar Jawa. Mereka tahu dari akun media sosial milik Difa City Tour & Transports.

Aris mengaku belum lama ini mengantar pengunjung asal Aceh yang menggunakan kursi roda. Perempuan pelanggannya itu ialah sosok yang menjadi inspirasi film bertema tsunami berjudul “Hafalan Delisa”.

“Namanya Bu Elina, dia keliling kota Jogja selama dua hari berturut-turut, saya jemput dari Kulonprogo karena dia ada acara di sana,” kenang Arif.

Pembagian hasil city tour adalah 70 persen untuk pengemudi dan 30 persen untuk kantor. Alasannya, city tour membutuhkan pengalokasian biaya dari kantor untuk soft drink dan snack.

Sedangkan jasa transportasi, pembagiannya 90 persen untuk pengemudi dan 10 persen buat kantor.

“Kita tidak melulu cari untung, tetapi lebih menekankan kampanye untuk menyadarkan masyarakat agar tak memandang kaum difabel sebelah mata,” tutur Triyono.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.