OKI Desak AS Cabut Keputusan Soal Yerusalem

DPR dan organisasi Islam dukung Jokowi menolak keputusan Presiden Trump terkait pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Zahara Tiba
2017.12.13
Jakarta
171213_ID_IOC_1000.jpg Unjuk rasa mendukung Palestina dan menolak pengakuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel yang digelar di Jakarta, 8 Desember 2017.
Afriadi Hikmal/BeritaBenar

Diperbarui pada Kamis, 14 Desember 2017, 06:00 WIB

Para pemimpin negara-negara Islam yang bertemu di Turki, hari Rabu, 3 Desember 2017, mendesak Amerika Serikat (AS) mencabut keputusan yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan untuk menerima Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.

Pertemuan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Istanbul tersebut memutuskan bahwa pernyataan Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem itu adalah pengingkaran peran AS sebagai mediator perdamaian di wilayah tersebut. Pertemuan  tersebut juga menjadi ajang untuk menggemakan persatuan membela Palestina.

"OKI kembali memanggil negara-negara yang belum mengakui Negara Palestina untuk segera melakukannya seperti mengkonsolidasikan pembentukan solusi dua negara, untuk terciptanya keadilan dan legitimasi internasional," demikian disampaikan Sekretaris Jenderal OKI, Yousef Al-Othaimeen, dalam siaran persnya.

Hal senada juga disampaikan Presiden Joko “Jokowi” Widodo di hadapan 56 kepala negara dan pemerintahan negara-negara OKI.

“Pengakuan ini tidak dapat diterima. Sekali lagi, pengakuan Presiden Trump tidak dapat diterima dan harus dikecam secara keras,” katanya seperti disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar.

“Indonesia akan menyertai Palestina dalam perjuangannya. Dalam setiap helaan napas diplomasi Indonesia, di situ terdapat keberpihakan terhadap Palestina,” tambahnya.

Ia menambahkan bahwa rakyat Indonesia menaruh harapan besar dari KTT Luar Biasa OKI untuk mencapai hasil optimal, dapat ditindaklanjuti, dan dirasakan dampaknya bagi masa depan Palestina.

“OKI harus secara tegas menolak pengakuan unilateral tersebut. Two-state solution adalah satu-satunya solusi dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina,” ujarnya.

Dukung pemerintah

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDIP, Effendi Simbolon, mengatakan DPR mendukung upaya pemerintah untuk berjuang mendampingi Palestina.

“Sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar, kita mengedepankan kemerdekaan hak segala bangsa. Demikian pula kebijakan negara yang tak mengakui negara Israel atau Zionis,” katanya kepada BeritaBenar.

“Indonesia juga mengikuti resolusi dan konvensi internasional tentang keberadaan Yerusalem yang tidak bisa dikuasai oleh satu pihak saja.”

Effendi yakin perjuangan pemerintah di KTT OKI dapat memberikan dampak untuk meninjau kembali kebijakan Trump atas pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel karena hal itu dapat membuat suasana dunia tidak kondusif.

“Karena ini bukan masalah agama saja, tapi masalah hak-hak dasar sebuah bangsa,” ujar Effendi.

Dia berharap tak hanya negara-negara OKI saja yang merapatkan barisan dalam isu ini, namun juga ASEAN yang menurutnya nyaris tidak bersuara.

“Negara-negara di luar Indonesia dan Malaysia menilai seolah tidak ada masalah. Padahal impact-nya besar untuk keharmonisan antarkita. Konstelasi geopolitik Timur Tengah akan mempengaruhi konstelasi politik di luar negeri,” ujar Effendi.

“Kami mengapresiasi dan mendoakan agar misi Pak Jokowi untuk meyakinkan negara-negara OKI, Uni Eropa dan negara besar lain mempengaruhi kebijakan Trump, bisa seperti yang kita harapkan.”

Amanat konstitusi

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Syuhud, mengatakan presiden tengah menjalankan amanat konstitusi negara dengan menjauhkan sebuah bangsa dari penjajahan.

“Pembukaan UUD mengakui hak-hak segala bangsa dan tidak ada penjajahan di muka bumi ini,” ujar Syuhud saat diminta tanggapannya.

Krisis Palestina-Israel, menurutnya, adalah masalah pelik dimana di dalam negeri Palestina sendiri masih ada perpecahan.

“Betapa pun banyaknya resolusi PBB yang dikeluarkan, di antara faksi-faksi di Palestina belum menyatu sehingga ini mengurangi kekuatan Palestina sendiri dalam bargaining di tingkat internasional,” imbuhnya.

NU mendukung Presiden Jokowi dan berharap momen itu bisa menyatukan rakyat Palestina, negara-negara yang dulu ikut konflik, dan negara-negara lain yang ikut membantu seperti Indonesia, mendapatkan jalan keluar terbaik.

“Mudah-mudahan secepatnya PBB ikut merespons ini,” tegasnya.

Sekretaris Pengurus Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengatakan organisasinya mendukung sikap Pemerintah Indonesia yang menentang keputusan Trump untuk memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerussalem.

“Muhammadiyah mengapresiasi langkah-langkah politik dan diplomatik Indonesia untuk menyelesaikan ketegangan di Palestina. Sebagai anggota nonblok, PBB, dan OKI, Indonesia bisa berperan lebih besar,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Abdul menambahkan bahwa sudah seharusnya Indonesia lebih aktif menentang sikap sepihak Israel yang mengklaim Yerusalem sebagai ibukota dan negara-negara yang mendukung sikap Israel.

“Klaim Israel atas Yerusalem merupakan suatu bentuk agresi dan neo-kolonialisme. Karena itu sikap pemerintah dinilai sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 yang menentang penjajahan karena bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan,” tegas Abdul.

Posisi Indonesia, katanya, sangat menguntungkan dalam membantu menyelesaikan masalah tersebut karena Indonesia memiliki hubungan baik dengan AS, negara-negara Arab dan Timur Tengah, termasuk Iran dan Arab Saudi.

“Dengan posisi itu, Indonesia akan sangat didengar dan dihormati karena dianggap netral,” tambahnya.

Sebagai negara mayoritas Muslim, Abdul juga menilai Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk membela kepentingan umat Islam.

“Sikap sepihak Israel jelas bertentangan resolusi PBB tentang Yerusalem sebagai wilayah terbuka dan kota suci umat Islam, Kristen, dan Yahudi. Sikap politik AS juga akan memicu konflik berkepanjangan di Timur Tengah dan mengancam perdamaian dunia,” pungkasnya.

Bayar janji kampanye

Trump mengubah posisi kebijakan A.S. yang telah berlangsung beberapa dekade dengan secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan mengatakan bahwa pemerintahannya akan memulai sebuah proses untuk memindahkan kedutaan besar Amerika di Tel Aviv ke Yerusalem. Proses ini diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun.

Selama puluhan tahun, status Yerusalem - tempat asal suci umat Islam, Yahudi dan Kristen, telah menjadi hambatan utama untuk mencapai kesepakatan damai antara Israel dan Palestina.

Israel mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibukotanya, sementara warga Palestina melihat Yerusalem Timur sebagai ibukota negara mereka di masa depan. Muslim di seluruh dunia melihat masjid Al-Aqsa, yang berada di Temple Mount - lokasi paling suci orang Yahudi, sebagai tempat tersuci ketiga bagi umat Islam.

Keputusan Trump tersebut merupakan pemenuhan janji dalam kampanye kepresidenannya.

"Saya telah menetapkan bahwa sekarang saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Presiden dalam sebuah pidato di Gedung Putih pada 6 Desember, "Sementara presiden-presiden sebelumnya menjadikan ini sebagai janji besar kampanye mereka, mereka gagal membuktikannya. Hari ini, saya mewujudkannya."

Trump mengatakan bahwa keputusan tersebut tidak untuk menguntungkan Israel dan bahwa kesepakatan apapun yang melibatkan masa depan Yerusalem harus dinegosiasikan oleh para pihak terkait.

Dia bersikeras bahwa dia tidak mengambil posisi dalam "masalah status akhir, termasuk batas-batas spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem, atau resolusi perbatasan yang diperebutkan."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.