Beribadah dan Tanda tangani Petisi, Rakyat Papua Peringati 1 Desember

Sekitar seratusan mahasiwa dan aktivis Front Rakyat Indonesia untuk Papua Barat yang berunjuk rasa di Jakarta ditangkap polisi.
Victor Mambor
2016.12.01
Jayapura
161201_ID_Papua_1000.jpg Ratusan orang menandatangani petisi untuk mendukung advokasi pembebasan Papua Barat di Jayapura, 1 Desember 2016.
Zely Ariane/BeritaBenar

Sebagian warga Papua memperingati hari “Kemerdekaan Bangsa Papua” ke-55, dengan beribadah yang dilanjutkan orasi dan penandatangani petisi dukungan untuk United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Pasifik.

Ratusan orang berkumpul di Rusunawa Waena, Abepura, Jayapura, Senin, 1 Desember 2016, untuk beribadah yang dipimpin dua pendeta. Usai ibadah dan berorasi, mereka menandatangani petisi di atas kain putih.

Tanggal 1 Desember menjadi penting bagi sejumlah warga Papua, karena pada hari itu di tahun 1961, dewan perwakilan masyarakat Papua menyetujui beberapa kelengkapan untuk berdirinya negara West Papua, antara lain dengan menetapkan bendera Bintang Kejora sebagai bendera kebangsaan yang untuk pertama kalinya dikibarkan hari itu.

Namun demikian tidak terlihat bendera itu dalam acara di Abepura pada 1 Desember 2016 ini.

“Saya ikut ibadah untuk pembelajaran politik. Saya jadi tahu sejarah Papua sebenarnya,” ujar Melky Mediama, seorang mahasiswa, kepada BeritaBenar.

Filep Karma, tokoh politik Papua Merdeka membuka orasi sebelum dilanjutkan Markus Haluk (tim kerja ULMWP) dan beberapa aktivis Papua.

“Bangsa Papua sudah sadar dan tidak mau terprovokasi dengan kekerasan dan konflik. Ibadah dan orasi seperti ini menunjukkan kedewasaan berpolitik dan perjuangan yang bermartabat,” kata Filep.

Ia juga menegaskan, Papua telah siap untuk merdeka sehingga tak perlu lagi ada pertanyaan, apakah masyarakat Papua siap merdeka atau belum.

“Kita mau merdeka, kemudian mau makan atau tidak, kenapa Indonesia pusing dengan bertanya, apakah Papua sudah siap merdeka? Itu bahasa penjajah!” ujarnya.

Di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, perayaan 1 Desember dipusatkan di kantor Dewan Adat Lapago. Ibadah yang dimulai sejak pukul 12.00 dilanjutkan dengan orasi beberapa tokoh setempat.

Engelbert Surabut, Ketua Panitia peringatan 1 Desember di Wamena, mengklaim 3.000 orang datang menghadiri acara itu. Ibadah dan orasi berjalan aman hingga selesai pukul 16.00 waktu setempat.

“Memang ada dua mobil polisi datang. Tapi kami sudah koordinasi sebelumnya. Tak ada gerakan tambahan,” katanya kepada BeritaBenar.

“Kami sepakat bersama polisi, mereka hanya memantau di luar. Kami berterima kasih pada pemerintah Indonesia melalui kepolisian yang telah memberi kesempatan kami melakukan ibadah,” imbuhnya.

Ditangkap

Para mahasiwa yang tergabung Aliansi Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali melakukan aksi unjuk rasa di beberapa tempat di luar Papua untuk menyatakan dukungan mereka pada penentuan nasib sendiri warga Papua.

Seratusan mahasiswa asal Papua dan aktivis Front Rakyat Indonesia untuk Papua Barat (FRI West Papua) berkumpul di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sebelum melakukan long march ke Bundaran Hotel Indonesia, Kamis pagi.

Dikutip dari laman CNN Indonesia, saat pendemo berada di Jalan Imam Bonjol, puluhan polisi perempuan memblokade mereka. Sambil berorasi dan bernyanyi, mereka terus bergerak maju sehingga penghadangan diganti polisi bertameng.

Sejumlah pendemo pendukung referendum untuk Papua mendapat tembakan water cannon ketika berdemonstrasi di Jakarta, 1 Desember 2016. (AFP)

Lalu, demonstran mengeluarkan ikat merah berlambang bintang kejora. Polisi dari atas mobil komando memerintahkan petugas menembakkan water cannon ke arah massa. Kemudian terjadi aksi tarik-menarik dan polisi menangkap para demonstran.

"Semua peserta aksi, sekitar 150 orang ditangkap. Diangkut ke Polda Metro Jaya," ujar Veronica Koman, anggota tim pengacara Papua Itu Kita dari LBH Jakarta kepada BeritaBenar.

“Di Jogjakarta, kabarnya delapan orang ditangkap. Kami belum cek di Ternate, karena ada juga yang aksi di sana,” tambahnya.

Demonstrasi dukungan terhadap Papua ini terjadi sehari sebelum rencana Aksi Bela Islam III menuntut ditangkapnya Gubernur Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama atas dugaan penistaan Alquran oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia.

Pemerintah Amerika, Jepang, dan Australia telah mengeluarkan peringatan kepada warga mereka untuk menghindari daerah-daerah rawan di Jakarta sehubungan dengan rally 2 Desember tersebut.

Dukung referendum

Pada Selasa, 29 November 2016, beberapa kalangan di Jakarta membentuk FRI West Papua untuk mendukung referendum Papua sebagai upaya menyelesaikan konflik di bumi Cendrawasih.

Front itu dimotori elemen gerakan rakyat antara lain Partai Pembebasan Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia, PEMBEBASAN, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia, Lingkar Studi Sosialis, dan Perkumpulan Solidaritas Net.

Surya Anta, jurubicara FRI West Papua mengatakan, landasan front itu dideklarasikan karena kecurangan dan penipuan sejarah status Papua dan integrasi ke Indonesia.

“West Papua adalah teritori koloni tak berpemerintahan yang diakui PBB dan kolonial Belanda tahun 1949. Status itu tidak berubah, sebelum dilakukan penentuan nasib sendiri,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Deklarasi FRI West Papua disambut positif oleh ULMWP.

Octovianus Mote, Sekretaris Jenderal ULMWP menyatakan front membuktikan sebagian warga Indonesia “mulai mengakui ada kejahatan yang dilakukan pemerintah dan militer Indonesia di Papua.”

“FRI West Papua adalah bentuk dukungan terhadap Papua Barat untuk merdeka sebagai bangsa berdaulat,” tambahnya.

Victor Yeimo, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat mencatat deklarasi FRI West Papua sebagai sejarah baru bagi perjuangan bangsa Papua.

Karena ini pertama dalam sejarah perjuangan Papua Barat, masyarakat Indonesia secara terang-terangan menunjukkan dukungan pada perjuangan pembebasan Papua Barat, katanya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Laurenzius Kadepa, menyebutkan FRI West Papua adalah bagian dari demokratisasi rakyat Indonesia.

“Mereka mendemokratisasi rakyat Indonesia, memperjuangkan kesadaran kemanusiaan yang beradab. Deklarasi ini menawarkan solusi bagi penyelesaian masalah Papua,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.