OPM Minta Pendatang Tinggalkan Wilayah Konflik di Papua, TNI: Tidak Usah Khawatir
2021.06.07
Jakarta
Militer Indonesia mengatakan kepada warga pendatang di Papua untuk tidak perlu khawatir karena pasukan keamanan akan menjaga keselamatan mereka di tengah ancaman dari kelompok separatis yang meminta orang dari luar Papua untuk meninggalkan daerah konflik di provinsi itu.
“Tidak perlu ke luar. Kami akan beri keyakinan kepada warga untuk tidak pergi dengan memberikan jaminan keamanan kepada warga. TNI akan jaga seluruh masyarakat Papua,” kata juru bicara Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III, I Gusti Nyoman Suriastawa kepada BenarNews, Senin (7/6).
Kelompok pro-kemerdekaan Papua sebelumnya memang meminta pendatang untuk segera ke luar dari daerah konflik di provinsi itu menyusul memanasnya situasi setelah beberapa hari kontak senjata yang dalam kekerasan terbaru telah menewaskan tiga orang di Kabupaten Puncak, Jumat (4/6).
Tewasnya ketiga warga sipil yang terdiri dari seorang kepala desa dan dua anggota keluarganya itu terjadi setelah pecah baku tembak antara petugas keamanan dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Jumat lalu di kampung Nipuralome, Ilaga, Puncak.
“Ini perang, konflik bersenjata yang serius. Jika mereka kena salah tembak atau peluru nyasar siapa yang tanggung jawab? Jadi sebelumnya kami warning dulu,” kata juru bicara TPNPB, sayap bersenjata dari Organisasi Papua Merdeka (OPM), Sebby Sambom, kepada BenarNews, Senin.
Sebelumnya pada Minggu, Sambom mengirimkan video ancaman tersebut dari perbatasan Papua Nugini.
“Melihat situasi Konflik bersenjata di Kabupaten Puncak Papua, Intan Jaya dan Nduga maka kami dari Pengendali Manajemen Markas Pusat Komando Nasional TPNPB-OPM mengeluarkan peringatan tegas kepada semua orang imigran Indonesia yang mencari makan di negeri milik bangsa Papua agar segera tinggalkan wilayah konflik bersenjata,” ujarnya.
“Ingat bahwa peringatan ini terpaksa harus kami keluarkan, karena jikalau Anda tidak mengindahkan maka pasukan TPNPB siap tembak mati,” katanya.
Menanggapi hal itu, Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III, Suriastawa, mengatakan TNI dan Polri sudah berhasil mengamankan bandara di Puncak sehingga warga tak perlu khawatir.
“Jangan mudah termakan isu yang ngga benar. Mereka akan segera habis kita tumpas,” tegasnya.
Namun demikian, ia mengakui wilayah Papua sangat luas sehingga pemberontak selalu menemukan celah untuk bersembunyi. Ia menambahkan, TPNPB yang semakin terjepit sehingga mereka melakukan terror dan mengharapkan dunia internasional memberikan perhatian ke mereka.
“Ini cara mereka karena tidak ada lagi alternatif yang mereka lakukan selain membuat terror, membuat berita bohong, bikin takut. Kalau sudah terjepit mereka akan bersembunyi ke perkampungan warga untuk dijadikan mereka tameng. Kalau nembak ngasal gak peduli lagi kena masyarakat.”
Akhir April lalu setelah serangkaian kekerasan yang menyebabkan tewasnya sejumlah warga sipil serta tewas ditembaknya kepala Badan Intelejen Papua oleh OPM, pemerintah pusat menyatakan kelompok separatis bersenjata di Papua yang melakukan kekerasan secara brutal sebagai kelompok teroris.
Saling tuding
Ketiga warga sipil yang tewas pada Jumat lalu itu diidentifikasi sebagai kepala desa Nipurolome, Patinus Kogoya (30), dan istrinya, Patina Murib (25), serta kakak Patimus yaitu Manariaklek Kogoya (40), demikian menurut seorang ktivis hak asasi manusia (HAM) dan pekerja Gereja Kingmi di Nabire, Yones Douw.
Douw meminta aparat keamanan untuk terbuka menyampaikan kronologi penembakan yang menewaskan ketiga warga tersebut.
“Penembakan ini terjadi jantung ibu kota Ilaga dan disaksikan masyarakat dan kami ini tidak bisa membela ketidakbenaran,” ujarnya.
Baik Satgas TNI-Polri dan TPNPB saling menuding tentang siapa dibalik tewasnya warga tersebut.
“Mereka itu telah ditembak mati oleh pasukan yaitu anggota TNI dan Polri,” kata Sambom.
Pernyataan tersebut dibantah oleh Suriastawa.
“Tidak mungkin kami menembak warga sipil. OPM selalu memutarbalikkan fakta,” kata dia.
“OPM lari ke perkampungan tembak asal kena lah masyarakat. Itu cara dia mencari perhatian dunia internasional. Mereka bilang pelurunya dari TNI, lah pelurunya saja mereka ambil dari tentara kita yang gugur,“ tegas Suriastawa.
Selain menewaskan tiga orang warga sipil, kontak senjata tersebut juga merusak bangunan diantaranya menara air traffic control Bandara Aminggaru Ilaga, pesawat rusak yang diparkir, dua unit rumah warga sipil, dan satu unit excavator, kata otoritas setempat.
Selain itu, 50 orang masyarakat sipil mendatangi Polres Puncak untuk meminta perlindungan karena takut.
Douw mengatakan, OPM mengusir warga pendatang supaya tidak menjadi korban karena di Papua sangat sulit menjamin keamanan saat konflik.
Menurut tentara OPM, kata Douw , semua pendatang, termasuk apakah itu orang gereja ataupun aktivis HAM harus meninggalkan wilayah konflik. “Mereka bilang hal itu dilakukan untuk membedakan mana militer dan mana masyarakat sipil,” ujar Douw.
Ilaga merupakan salah satu wilayah di Papua yang terdampak oleh kerusuhan besar pada Agustus-Oktober 2019 yang dipicu oleh perlakuan rasis dari aparat dan sejumlah ormas lokal terhadap mahasiswa Papua di asrama mereka di Surabaya pada 17 Agustus tahun itu. Sejumlah orang di Ilaga, sebagian besar adalah kaum pendatang harus meninggalkan tempat tersebut untuk menyelamatkan diri saat itu.