Polda Papua: 1 TNI dan 1 Warga Sipil Tewas di Tangan Separatis

OPM mengatakan aksi mereka adalah perang gerilya melawan TNI/ Polri untuk tujuan kemerdekaan Papua.
Tia Asmara
2020.09.18
Jakarta
200918_ID_Papua_1000.jpg Seorang pendukung pro-kemerdekaan Papua berunjuk rasa di luar Kedutaan Besar AS di Jakarta, 15 Agustus 2020.
AP

Seorang anggota TNI dan seorang warga sipil pengemudi ojek tewas akibat serangan dari kelompok separatis bersenjata di Papua, demikian disampaikan Kabid Humas Polda Papua, Ahmad Musthofa Kamal, Jumat (18/9).

Kelompok separatis membenarkan bahwa mereka berada dibalik aksi tersebut namun mengatakan tidak ada korban sipil, karena pengemudi ojek tersebut menurut mereka adalah mata-mata aparat keamanan.

Serka Suhlan tewas pada Kamis (17/9) setelah mengalami luka tembak di lengan kiri dan dua tebasan parang di kepala. Ia diserang saat tugas pengamanan sebagai Babinsa di Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, saat dalam perjalanan membawa logistik.

“Aparat gabungan TNI/Polri masih terus melakukan pengejaran terhadap para pelaku penembakan. Personel masih melakukan pengamanan di sekitar Kota Sugapa untuk mengantisipasi gangguan Kamtibmas,” ujar Kamal.

“Saat ini kondisinya alhamdulillah sudah terkendali,” ujarnya.

Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III, Kolonel Czi I Gusti Nyoman Suriastawa mengatakan kelompok bersenjata juga menyerang warga sipil di Kampung Bilogai Distrik Sugapa, Intan Jaya.

Korban adalah seorang tukang ojek bernama Badawi (51) yang beralamat di kompleks masjid Kampung Yokatapa, kata Suriastawa.

“Korban dibacok dengan menggunakan parang yang menyebabkan tangan sebelah kiri putus. Karena kehabisan darah akhirnya korban meninggal dunia di tempat,” ujar Suriastawa.

Korban kemudian dievakuasi oleh masyarakat setempat bersama petugas keamanan ke Puskesmas Bilogai.

Peristiwa penyerangan terhadap masyarakat sipil ini hanya berselang tiga hari sejak kejadian penyerangan sebelumnya, pada Senin (14/9) yang mengakibatkan dua warga - Fathur Rahman (23) dan Laode Anas Munawir (33) - luka-luka.

Keduanya saat ini masih dirawat di Rumah sakit, kata Suriastawa.

Sutriastawa mengatakan TNI bersama Polri akan terus melakukan pengejaran terhadap pelaku dan mengimbau masyarakat untuk waspada.

“Kami menyayangkan kejadian penyerangan terhadap warga sipil yang tak berdosa dan mengharapkan aksi-aksi keji semacam ini bisa dihentikan agar masyarakat Papua bisa hidup tenang dan damai,” ujarnya.

Bertanggung jawab

Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) Sebby Sambom mengatakan pihaknya bertanggung jawab atas kematian satu anggota TNI dan satu warga lainnya.

“Tidak benar kalau kami menyerang warga sipil. Tukang ojek tersebut kami sudah dapatkan informasinya, dia berikan informasi ke TNI kalau ada pendukung TPNPB di sini,” ujarnya kepada BenarNews.

“Bukan rahasia lagi. Kami sudah identifikasi kalau semua tukang bangunan, supir ojek, supir truk di sini itu adalah intel, karena lokasi itu kabupaten kecil ngapain mereka di sana, tempat perang dan konflik pasti ada intel,” ujar dia.

“Sehingga kita harus cepat bunuh mereka (TNI-Polri) sebelum mereka yang bunuh kita. Orang Papua juga ada yang menjadi mata-mata, itu juga kami tidak segan bunuh,” ujar dia

Ia mengatakan, semua aksi OPM sebagai aksi perang gerilya melawan TNI dan Polri untuk tujuan kemerdekaan bangsa Papua.

“Selama ini mereka curi kekayaan kami, kami menuntut hak milik hak merdeka,” ujar dia

Kamal membantah tuduhan bahwa warga sipil yang tewas adalah informan petugas keamanan.

“Bukan (intel). Itu warga masyarakat yang kerjanya adalah tukang ojek. Kan bisa dicek ke keluarganya ke Jawa Timur,” ujar dia.

Sejak Papua bergabung dengan Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969, konflik antara separatis dan aparat keamanan terus mewarnai Papua.

Aktivis HAM dan sebagian warga melihat Pepera tidak sah karena melibatkan hanya sekitar 1000 orang yang telah diinstruksikan untuk memilih bergabung dengan Indonesia.

Organisasi HAM menilai aparat keamanan dan juga kelompok separatis bertanggungjawab terhadap pelanggaran HAM di wilayah itu.

Di bawah pemerintahan Presiden Joko “Jokowi”Widodo, pembangunan infrastruktur terus digenjot namun hal itu tidak mengurangi tuntutan untuk menentukan nasib sendiri, salah satunya karena kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di sana.

Serangkaian unjuk rasa terjadi di Papua dan sejumlah kota besar di Indonesia pada Agustus –September tahun lalu dipicu oleh perlakuan rasis aparat dan sekelompok masyarakat terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Protes menentang diskriminasi dan tuntutan referendum yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Papua dan Papua Barat yang semula damai, berakhir ricuh. Beberapa fasilitas negara, baik perkantoran pemerintah dirusak. Lebih dari 40 orang dilaporkan meninggal dunia dalam kerusuhan tersebut.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.