TNI: Tentara Siksa 2 Warga Papua Hingga Tewas dan Bakar Mayat Mereka
2020.12.23
Jakarta
Anggota TNI menyiksa dua warga Papua hingga tewas, membakar mayat mereka dan membuang debu mereka ke sungai pada bulan April tahun ini, demikian disampaikan komandan polisi militer TNI AD Letjen Dodik Widjanarko, Rabu (23/12).
Dua bersaudara Luther Zanambani dan Apinus Zanambani ditahan di Koramil Sugapa, Intan Jaya, pada 21 April 2020 lantaran dicurigai sebagai anggota kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) saat petugas melakukan sweeping, kata Dodik.
“Saat dilakukan interogasi terjadi tindakan berlebihan di luar kepatutan yang mengakibatkan Apinus Zanambani meninggal dunia dan Luther Zanambani dalam keadaan kritis,” kata Dodik dalam konferensi pers untuk mengumumkan hasil investigasi TNI terhadap beberapa kejadian kekerasan di Kabupaten Intan Jaya tahun ini.
Dodik mengatakan saat kedua korban dipindahkan menuju ke kotis Yonif PR 433/JS Kostrad dengan menggunakan truk, Luther yang saat itu dalam keadaan kritis meninggal dunia.
“Untuk menghilangkan jejak, kedua mayat korban di bakar dan abu mayatnya dibuang ke Sungai Julai di distrik Sugapa,” tambahnya.
Dua bersaudara Luther dan Apinus adalah keponakan dari Pendeta Yeremia Zanambani yang ditemukan meninggal dalam kekerasan yang juga diduga melibatkan anggota TNI di Intan Jaya pada bulan September 2020, kata seorang aktivis hak asasi manusia di Papua.
Yeremia tewas setelah mengalami luka tembakan dan sabetan benda tajam di dekat kandang babi miliknya di Distrik Hitadipa.
Sembilan tersangka
Atas kejadian tersebut, Dodik mengatakan tim investigasi Markas Besar Angkatan Darat dan Kodam XVII Cenderawasih telah menetapkan sembilan tersangka, yaitu dua personel Kodim Paniai dan tujuh personel Yonif Pararider 433 JSD Kostrad.
Mereka adalah Mayor ML dan Sertu FTP dari Kodim Paniai dan Mayor YAS, Lettu JMTS, Serka B, Seryu OSK, Sertu MS, Serda PG, dan Kopda MAY dari Kostrad.
Penetapan tersangka ini, ujar dia dilakukan setelah melakukan pemeriksaan terhadap 21 orang yang terdiri dari lima personel Kodim, 13 personel Yonif Pararider Kostrad dan satu personel Den Intelkam XVII Cenderawasih.
Penyelidik juga sedang mendalami kemungkin keterlibatan tiga orang anggota TNI lainnya, kata Dodik.
Dodik mengatakan para tersangka terancam hukuman paling lama 12 tahun penjara jika terbukti bersalah melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Sementara terkait kasus tewasnya pendeta Yeremia, Dodik mengatakan penyidik TNI masih mengumpulkan bukti.
“Apabila ada kejelasan keterlibatan oknum anggota TNI AD dalam kejadian ini, maka kasusnya akan dilimpahkan kepada penyidik POMAD untuk tindak lanjut proses hukum,” ujar dia.
Selain itu, pihaknya telah memanggil puluhan saksi yang mengetahui kejadian tersebut, termasuk dari TNI, untuk diminta keterangan.
“Pangkogabwilhan III telah memberikan jawaban dan akan menghadirkan 21 personel tersebut paling lambat awal bulan Februari,” ujar dia
Banyak kasus kekerasan
Tokoh masyarakat Papua, Samuel Tabuni, mengapresiasi pimpinan TNI yang berani mengungkapkan pelanggaran hak asasi manusia tersebut.
“Itu artinya TNI sudah mau mereformasi dengan membersihkan oknum TNI yang melanggar HAM,” ujar Tabuni kepada BenarNews.
Ia mengatakan masyarakat Papua sangat kecewa dengan keterlibatan anggota TNI yang selama ini tidak pernah terungkap.
“Sejak awal TNI selalu tidak pernah mengakui dan tidak pernah terbuka padahal keluarga mencari korban.” ujar dia
Menurutnya, kasus-kasus kekerasan di Papua banyak jumlahnya terutama di Nduga dan Puncak Jaya. “Kasus penembakan dan penghilangan paksa banyak sekali tapi kenapa yang diungkap hanya satu ini,” ujar dia
Jika terus terjadi kekerasan di Papua, ujar dia, masyarakat Papua akan hilang kepercayaan dengan pemerintah.
“Kita khawatir bagaimana kehidupan orang Papua ini kalau yang diperlihatkan selalu dengan pengalaman kekerasan, dengan adanya aparat TNI di sini, kebanyakan masyarakat sudah takut, sebaiknya pemerintah menarik pasukan TNI dari Papua,” ujar dia.
Tabuni berharap agar pengungkapan kasus ini tidak terhenti di tengah jalan seperti kasus-kasus lainnya. “Ini harus sampai di pengadilan proses hukumnya, dan hukumannya juga harus setimpal juga,” ujar dia
Hal senada disampaikan oleh aktivis HAM Papua, Yones Douw. Menurutnya, upaya yang dilakukan pemerintah dengan mengungkap satu kasus saja belumlah cukup.
“Pelaku harus dibawa ke pengadilan HAM di Makassar. Jangan hanya pengadilan militer karena hukumannya hanya turun pangkat saja,” ujarnya kepada BenarNews.
Ia menceritakan, Luther dan Apinus ditangkap aparat TNI bersama dua orang lainnya di pasar saat keadaan ramai. Semua orang, ujarnya, menyaksikan hal tersebut.
“Mereka lalu dibawa ke pos dan sampai sana mereka diinterogasi, dua orang lainnya dibebaskan karena berstatus sebagai PNS (pegawai negeri sipil), sementara dua anak tersebut tetap di sana,” ujar Douw.
Selama lebih dari satu bulan, ujanya, keluarga Zanambani mencari kedua anak itu namun tidak ada yang tahu dimana posisi mereka.
Polisi kemudian menerbitkan surat kehilangan orang. “Seharusnya TNI mengakui sejak saat keluarga mencari. Ini manusia yang mereka bunuh, bakar dan buang. Mereka lakukan kejahatan kemanusiaan?” ujarnya.
“Tetapi karena pimpinan TNI melindungi, bawahannya pun semakin bertindak sewenang-wenang. Saksinya ada dua orang PNS itu, tapi kenapa tidak diungkap seperti ini. Kami sebenarnya sudah tau mereka dibunuh,” ujar dia.
Tak berselang lama, ujar dia, pendeta Yeremia Zanambani juga ditemukan tewas dengan beberapa luka di tubuhnya.
“Ini sudah jelas saling terkait. Mereka keluarga. Dua anak itu keponakan Yeremia Zanambani sudah seperti anak sendiri. Sejak hilang Yeremia selalu bicara keras kepada TNI untuk mengaku dan mengungkap pelakunya,” ujarnya.
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan pemerintah, Tim Kemanusiaan untuk Intan Jaya, dan tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merilis hasil temuan mereka yang menyebutkan dugaan keterlibatan anggota TNI atas terbunuhnya Yeremia Zanambani. Kecuali TGPF dari pemerintah, kedua tim investigasi menyebutkan nama dari terduga pelaku.
Komnas HAM menyimpulkan korban mengalami penyiksaan hingga kehabisan darah oleh anggota TNI yang bernama Alpius Hasim Madi, Wakil Komandan Koramil Hitadipa.
Yeremia juga ditembak dari jarak kurang dari satu meter hingga melukai bagian dalam lengan kirinya, menurut laporan tim investigasi Komnas HAM.
Douw menuntut pemerintah untuk mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang terjadi di Papua seperti kasus Paniai, Abepura dan Wasior. “Jika tidak sanggup mendatangkan tim, silahkan undang lembaga HAM independen untuk meneliti kebenarannya. Sampai sekarang masih banyak kasus terkatung-katung di Mahkamah Agung,” ujar dia.
“Seharusnya mereka mengakui, begitu menembak, besoknya mengakui. Itu budaya orang Papua. Seperti itu baru ada kepercayaan kami. Namun sekarang, walaupun diungkap 20 kasus masa lalu tetap saja terlambat, kami sudah tidak ada percaya terhadap Jakarta, ” tegasnya.