Malaysia Siap Luncurkan Patroli Maritim Bersama Indonesia, Filipina

Patroli maritim gabungan akan diluncurkan di Sabah, Malaysia, pada 11 April 2017.
Fadzil Aziz dan Ismira L.Tisnadibrata
2017.04.06
Kuala Lumpur dan Jakarta
170406-MY-IN-patrols-620.jpg Anggota Angkatan Laut Indonesia mendampingi sebuah kapal berbendera Singapura ke pelabuhan Surabaya, Jawa Timur, sesudah menangkap sembilan orang terduga pembajak, 10 Mei 2016.
AFP

Diperbarui Jumat, 7/4/2017, 09:30 WIB

Setelah hampir setahun Malaysia, Indonesia, dan Filipina sepakat untuk melakukan patroli maritim bersama untuk menghentikan pembajakan dan penyanderaan oleh Abu Sayyaf Group (ASG), pejabat pertahanan Malaysia dan Indonesia mengatakan operasi trilateral itu akan diluncurkan bulan ini, kemungkinan Selasa depan.

Para pejabat Malaysia mengundang wartawan ke Markas Angkatan Laut Malaysia di Sandakan, Sabah, di mana patroli bersama itu dijadwalkan diluncurkan pada 11 April 2017. Seorang aparat dari kementerian pertahanan telah mengkonfirmasi kepada BeritaBenar bahwa lima wartawan Indonesia akan berangkat ke Malaysia untuk menghadiri acara pada Selasa mendatang itu.

Sementara itu Juru Bicara Kementerian Pertahanan, Djundan Eko Bintoro, mengkonfirmasi rencana peluncuran tersebut. "Betul info terakhir acaranya tetap tgl 11 di Sandakan," demikian pesan singkat Djundan yang diterima BeritaBenar Jumat pagi.

“Sejauh ini, Malaysia tidak menerima pemberitahuan akan adanya pembatalan. Bahkan, kami telah menerima daftar wartawan Indonesia yang menyertai menteri pertahanan mereka,” kata seorang pejabat Kementerian Pertahanan Malaysia, yang meminta tidak disebutkan namanya, kepada BeritaBenar.

Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI), Mayor Jenderal Wuryanto, mengatakan TNI telah mengusulkan kepada Kementerian Pertahanan agar peluncuran dilakukan pada 20 April di Tarakan, Kalimantan Utara, mengingat warga Indonesia paling sering menjadi korban pembajakan kapal dan penyanderaan.

“Kami sudah siap, bila tetap di Sandakan atau pindah ke Tarakan, tinggal menunggu kesepakatan tingkat menteri pertahanan (ketiga negara),” ujar Wuryanto kepada BeritaBenar, Selasa, 4 April 2017.

Pengaturan akurat

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan harus ada pengaturan akurat apa yang menjadi hak dan tanggung jawab masing-masing pihak dan kontrol jelas di wilayah perairan yang menjadi irisan ketiga negara.

“Ini agar tidak terjadi kesalahpahaman di lapangan dan jangan terjadi kontraproduktif. Prinsipnya tetap untuk menjaga keamanan di wilayah masing-masing,” ujarnya ketika BeritaBenar meminta tanggapannya.

Menurutnya, pelaksanaan patroli tersebut tidak terlambat karena tetap perlu diadakan mengingat potensi ancaman keamanan di perairan tersebut selalu ada.

Sementara itu, pakar terorisme Sidney Jones, direktur Lembaga Analisis Kebijakan Konflik (IPAC), sebuah lembaga think-tank di Jakarta, mengatakan kepada BeritaBenar bahwa patroli gabungan tersebut hanyalah sebagian dari upaya untuk menghentikan ASG.

“Patroli saja tidak cukup. ASG adalah organisasi yang kompleks dengan jaringan mencapai 13 faksi yang kebanyakan terkait erat dengan pemerintah lokal dan struktur keamanan. Patroli mungkin membantu mengurangi pembajakan, namun itu saja tidak bisa menetralisi ASG,” kata Sidney.

Serangkaian penundaan

Tarakan dan Sabah yang keduanya terletak di sudut timur laut Pulau Kalimantan, berhadapan langsung dengan wilayah perairan Filipina selatan, di mana ASG dan kelompok-kelompok ekstremis Islam lainnya aktif.

Perairan yang memisahkan Filipina selatan dari Kalimantan adalah tempat terjadinya sejumlah pembajakan kapal pada tahun 2016 dimana sejumlah anak buah kapal Malaysia dan Indonesia diduga diculik dan disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf yang telah berbaiat kepada kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Selama tahun 2016, ASG dilaporkan menculik 10 warga Malaysia, yang semuanya kini telah bebas. Hingga Januari lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan ada 25 WNI yang berhasil dibebaskan dari penyanderaan Abu Sayyaf di Filipina Selatan selama 2016.

Pada 18 Januari 2017, tiga orang Indonesia asal Sulawesi Selatan diculik dari kapal penangkap ikan milik warga Malaysia dimana mereka bekerja. Hingga kini masih ada tujuh warga Indonesia yang disandera ASG.

Indonesia, Malaysia, dan Filipina sepakat untuk mengadakan patroli bersama pada 5 Mei 2016 setelah menteri luar negeri dan panglima angkatan bersenjata dari ketiga negara mengadakan pertemuan trilateral di Yogyakarta.

Setelah pertemuan di Yogyakarta, ketiga angkatan bersenjata melakukan serangkaian pembicaraan lanjutan untuk membahas mekanisme dan prosedur operasi patroli bersama, terutama saat darurat.

Pada November tahun lalu, seorang pejabat Indonesia menyatakan berbagai masalah menghambat peluncuran patroli maritim bersama itu.

Bebeb Djundjunan, Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kementerian Luar Negeri mengatakan rencana sementara angkatan laut ketiga negara akan berkumpul di Tarakan, lalu berlayar menuju Sandakan dan melanjutkannya ke Bongao, di Provinsi Tawi-Tawi, Filipina.

“Ketiga lokasi itu adalah pangkalan angkatan laut masing-masing yang sudah ditunjuk untuk menjadi pusat komando dan diberi kewenangan mengeluarkan pemberitahuan ke para pelaut (notice to mariners) bila terjadi serangan,” ujar Bebeb kepada BeritaBenar, Rabu, 5 April.

Di tempat lain, Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan kepada Financial Times bahwa ia berharap kampanye trilateral yang telah tertunda lama tersebut akan “menjaga keamanan pelaut dan juga mencegah pergerakan teroris dari satu tempat ke tempat lain.”

Seorang pejabat Kementerian Pertahanan Malaysia mengatakan rincian tentang patroli tersebut termasuk kapal-kapal yang terlibat dan masalah protokol lainnya masih dibicarakan dan diharapkan akan diumumkan pada acara peluncuran Selasa di Sabah.

Shafie Apdal, seorang anggota parlemen Malaysia, yang wilayah perwakilannya meliputi Sabah, mendukung patroli gabungan tersebut.

“[Saya] menyambut rencana tersebut selama itu membantu mengatasi kriminal, baik itu terorisme, penculikan, penyelundupan atau perdagangan manusia. Semporna khususnya, di pantai timur Sabah, adalah sarang kegiatan ilegal seperti itu,”kata Shafie kepada BeritaBenar.

“Kita perlu memperketat keamanan kita, dan patroli gabungan adalah sesuatu yang melegakan. Kita juga harus melindungi nelayan kita yang mencari ikan di wilayah perairan Malaysia tetapi telah menjadi target kelompok-kelompok pelanggar hukum ini.”

Colin Forsythe di Kota Kinabalu, Malaysia, turut berkontribusi dalam artikel ini.

Dalam versi yang diperbarui ini dicantumkan konfirmasi dari Kementerian Pertahanan mengenai hari peluncuran patroli gabungan tersebut dan pandangan dari peneliti ISESS.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.