Rentan Pelecehan Seksual, Pekerja Perempuan di Industri Media

Kasus pelecehan seksual terhadap pekerja perempuan di media disebut bagai gunung es karena kebanyakan korban memilih bungkam.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.11.29
Jakarta
161129_ID_mediasexualabuse_1000.jpg Dari kiri: Pengurus Divisi Perempuan dan Kelompok Marjinal AJI Endah Lismartini, Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo, Komisioner Komnas Perempuan Masruchah, dan Koordinator Divisi Perempuan AJI Jakarta Raisya Maharani, dalam peluncuran Posko Pengaduan Kasus Kekerasan Seksual Untuk Pekerja Media Massa di Jakarta, 25 November 2016.
Ismira Lutfia Tisnadibrata/BeritaBenar

Kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang menimpa pekerja media massa, terutama perempuan, terus terjadi setiap tahun di Indonesia, tapi para korban cenderung memilih tidak melaporkan.

Untuk mengadvokasi, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerja sama dengan Dewan Pers dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sepakat untuk mendirikan posko pengaduan kasus pelecehan seksual bagi pekerja media massa.

Endah Lismartini, dari Divisi Perempuan dan Kelompok Marjinal AJI menyatakan bahwa posko itu sudah diluncurkan, Jumat, 25 November lalu, bertepatan dengan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

“Masalahnya ini seperti gunung es karena kebanyakan korban memilih bungkam dengan alasan khawatir kehilangan pekerjaan,” ujarnya kepada BeritaBenar, Selasa, 29 November 2016.

Peluncuran itu menjadi langkah awal atas pengakuan tingginya kasus pelecehan terhadap pekerja media. Namun demikian, ia mengatakan masih perlu beberapa waktu hingga operasional berjalan karena berbagai prosedur birokrasi di Dewan Pers yang harus dilalui.

Berbagai kasus

Endah mengatakan dalam dua tahun terakhir AJI menerima sejumlah kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap karyawati perusahaan yang terjadi di dalam atau luar ruang redaksi dari berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Medan dan sejumlah kota di Jawa Timur.

Seorang redaktur senior koran Radar Lawu divonis delapan bulan penjara karena kasus pelecehan seksual, Oktober lalu. Dia dipidana karena melecehkan seorang reporter magang.

Agustus lalu, seorang wartawati media daring di Medan menjadi korban kekerasan dan pelecehan anggota TNI Angkatan Udara saat meliput aksi damai Formas Sumut.

Aksi itu berakhir dengan bentrokan antara anggota TNI AU dan pendemo sehingga mengakibatkan jatuhnya korban di pihak jurnalis dan warga.

Mei 2015, Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Istana Kepresidenan, Albiner Sitompul, disebut melakukan pelecehan dan intimidasi wartawati media daring di Yogyakarta saat meliput kegiatan Presiden Joko Widodo. Namun Albiner membantah tudingan tersebut.

Pelecehan seksual di ruang redaksi terjadi pada seorang reporter majalah Geo Times pada 2015, namun kasus tersebut telah diselesaikan secara internal.

Enam karyawati Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara mengalami pelecehan seksual oleh seorang pejabat senior di kantor berita plat merah tersebut.

Pelecehan terjadi antara Maret hingga November 2013, namun kasus ini baru muncul di permukaan setelah para korban mengadukan ke Komnas Perempuan, Desember 2013.

“Lima dari enam korban melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya, Januari 2014, namun penegakan hukum tak berlanjut sementara pelaku telah diturunkan jabatannya sebagai sanksi internal,” kata Endah.

Penelitian AJI pada 2011 di tujuh kota besar dengan responden 135 jurnalis perempuan menunjukkan 6,59% jurnalis mendapat diskriminasi serta 14,81% mengalami kekerasan dan pelecehan seksual saat bertugas.

Sambut baik

Anggota Komnas Perempuan, Masruchah, menyambut baik pembentukan posko itu.

“Tidak ada kata terlambat, karena kekerasan seksual adalah masalah lama yang selalu ada,” ujarnya saat peluncuran posko tersebut.

Berdasarkan data Komnas Perempuan, setiap hari ada 35 perempuan yang mengalami kekerasan seksual di Indonesia. Data menunjukkan adanya peningkatan kasus pelecehan dan kekerasan seksual setiap tahunnya.

“Adanya posko ini baik bagi siapapun yang mengalami pelecehan seksual, karena ada tempat mengadu tanpa korban merasa dihakimi dan bisa merasa nyaman,” tambah Masruchah.

Ketua Dewan Pers, Yoseph Adi Prasetyo, mengatakan sanksi profesi dapat dikenakan kepada pelaku dalam bentuk pencabutan kartu pers dan sertifikat kompetensi.

Namun, Dewan Pers tidak bisa memberikan sanksi langsung kepada pelaku karena yang berwenang melakukannya adalah perusahaan media dimana pelaku bekerja.

Yoseph juga mengkritik media yang cenderung tak menurunkan berita kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkup redaksinya.

“Media tidak jujur melaporkan kasus pelecehan seksual. Apakah ini bentuk solidaritas negatif? Kita harus berani mengubah cara pandang dan ungkap apa yang terjadi di ruang redaksi,” ujar Yoseph.

Raisya Maharani, Koordinator Divisi Perempuan AJI Jakarta, yang ditanya BeritaBenar, Selasa, menyatakan pihaknya menargetkan operasional posko pada 2017.

“Nanti kami akan menindak kasus yang diadukan berdasarkan keinginan korban, apakah secara pidana atau ketenagakerjaan,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.