Cara Buruh Perempuan KBN Bendung Pelecehan Seksual

Komnas Perempuan dorong perusahaan menandatangani kesepakatan anti-kekerasan terhadap perempuan saat proses perekrutan karyawan.
Zahara Tiba
2017.11.28
Jakarta
171128_ID_womenlabor_1000.jpg Plang kampanye anti-pelecehan seksual yang terpasang di Kawasan Berikat Nusantara, Cakung Jakarta Utara, awal November 2017.
Zahara Tiba/BeritaBenar

Pelecehan seksual rentan dialami buruh perempuan. Apalagi hasil survei yang dilakukan sebuah lembaga menunjukkan, sepanjang tahun 2017, sekitar 56,6 persen buruh perempuan di kawasan Industri Berikat Nusantara, Cakung Jakarta Utara, pernah mengalami pelecehan seksual baik secara fisik dan mental.

Laporan itu disampaikan sebuah organisasi Perempuan Mahardhika, yang sebelumnya telah mewawancarai 737 buruh perempuan yang bekerja di 45 perusahan garmen, di kawasan industri tersebut. Sayangnya dari angka itu, 93 persen responden mengaku tak melaporkan pelecehan yang mereka alami.

Laporan ini disampaikan dalam sebuah diskusi bertajuk “Kawasan Berikat Nusantara Bebas dari Pelecehan Seksual”, yang dihadiri oleh berbagai unsur pemerintahan, organisasi non-pemerintahan, dan perusahaan-perusahaan di kawasan itu, Selasa, 28 November 2017.

“Kasus pelecehan seksual, membawa dampak negatif bagi para korbannya. Ada hubungannya secara langsung itu antara isu pelecehan seksual terhadap produktivitas di perusahaan-perusahaan," kata Jumisih, Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), kepada BeritaBenar, Selasa.

Jumisih sendiri mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja, namun dirinya enggan menceritakan lebih lanjut. "Karena aku pikir yang penting semangat bagaimana saya yang pernah menjadi korban ini bakal bangkit untuk menyampaikan posisi kita, bahwa korban itu bisa menjadi pejuang, tidak berdiam diri," kata Jumisih.

Federasi buruh perempuan ini juga terus melakukan kampanye anti-pelecehan seksual di area tempat mereka bekerja itu. Kampanye itu mereka lakukan dengan memasang plang kawasan bebas pelecehan seksual, di sejumlah area kerja, sejak November tahun lalu.

"Pemasangan plang ini jadi dorongan para korban untuk berani bersuara. Mereka merasa dirinya aman, merasa terlindungi, dan tidak merasa sendirian," ujarnya.

Kedepannya, lanjut Jumisih, Komite Buruh Perempuan (KBP) akan membangun posko pembelaan buruh perempuan, dimana posko itu akan menjadi tempat mengadu dan mendapat ruang untuk berlindung. “Bahwa isu-isu perempuan adalah kepentingan bersama. Karena pada saat buruh perempuan nyaman dalam area kerja, pasti produktivitasnya meningkat."

Suasana dialog sosial "Kawasan Berikat Nusantara Bebas dari Pelecehan Seksual", di gedung serbaguna Kawasan Industri Berikat Nusantara, Cakung Jakarta Utara, Selasa, 28 November 2017. (Zahara Tiba/BeritaBenar)

Melawan lewat film

Tak hanya pemasangan plang, dalam diskusi itu KBP juga merilis film dokumenter tentang cerita sejumlah buruh perempuan di Kawasan Berikat Nusantara, yang pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja.

“Dengan film ini kami bisa membuka ruang-ruang dialog, ruang diskusi di berbagai kota. Bahkan kami bisa juga bisa memutar film ini ke luar negeri dan mendapat tanggapan positif dari berbagai pihak dan aktivis perempuan di luar negeri," kata Jumisih.

Sutradara film tersebut, Dian Septi Trisnanti, yang juga merupakan aktivis buruh KBP mengatakan lewat film ini mereka ingin membuka mata publik bahwa para buruh perempuan rentan mengalami pelecehan seksual.

“Buruh perempuan di industri formal itu mencapai sekitar 30 persen dari total buruh dan sampai 55% di informal. Ini menempatkan buruh perempuan pada situasi yang rentan terhadap pelanggaran,” kata Dian kepada BeritaBenar.

Lewat kampanye yang mereka dilakukan, para buruh perempuan ini berharap perusahaan lebih aktif melindungi para buruh perempuan dari kekerasan seksual. “Kami mengapresiasi, tapi mungkin perlu banyak perbaikan,” kata Dian.

Bangun kesadaran

Komisioner Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan), Masruchah, menilai perusahaan yang mempekerjakan para buruh perempuan harus memberikan jaminan keamanan dari para pekerjanya. Pelecehan seksual tidak boleh dianggap sebagai hal yang remeh.

“Kekerasan seksual pada buruh perempuan di sana luar biasa. Umumnya terkait dengan relasi kuasa, misalnya mandor dengan buruh-buruh. Apalagi buruh-buruh yang baru itu sering digoda-goda. Mereka tidak berani bicara apapun, karena kalau dia berontak ancamannya pasti dikeluarkan,” ungkap Masruchah kepada BeritaBenar.

Masruchah mendorong agar perusahaan ikut mengampanyekan anti-pelecehan seksual di tempat kerja, dengan cara menandatangani kesepakatan anti-kekerasan terhadap perempuan, saat proses perekrutan karyawan. Selain itu, perlu juga adanya pelatihan khusus bagi para pekerja terkait penghormatan terhadap perempuan dan hak asasi manusia.

“Ini soal budaya yang dibawa para laki-laki, yang merasa punya power, yang merasa kalau tidak jahil maka dia tidak laki-laki. Ini juga soal budaya di mana perempuan harus berani bersuara, berani mengatakan tidak kalau terjadi pelecehan seksual,” tegas Masruchah.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.