Pembakaran Dua Gereja di Jawa Kembali Menyulut Konflik Agama
2015.07.21
Para pemimpin lintas agama kembali meminta agar masyarakat tetap tenang, setelah terjadi upaya pembakaran dua gereja di Jawa Tengah yang berhasil digagalkan oleh masyarakat setempat.
Pada dini hari Senin 20 Juli, Gereja Baptis Indonesia (GBI) Saman di Desa Bangunharjo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Gereja Kristen Jawi (GKJ) Teplok di Purworejo dibakar oleh orang-orang tak dikenal.
“Kami menyesalkan beberapa kejadian pembakaran rumah ibadah dalam beberapa hari terakhir. Kejadian ini kemungkinan dilakukan oleh pihak ketiga untuk menyebarkan intoleransi di Indonesia, terutama setelah kejadian di Tolikara,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj kepada BeritaBenar hari Selasa.
“Kami mendorong semua umat agar tetap tenang dan terus membantu proses investigasi pemerintah,” lanjut Said yang juga menyesalkan dua insiden susulan yang terjadi di Jateng.
Sementara itu, Kepala Humas Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Jerry Sumampouw mengatakan insiden pembakaran gereja ini dilakukan oleh pihak ketiga.
“Kedua insiden terjadi di tempat dimana toleransi dijunjung tinggi, umat Islam dan Kristen bahkan bersatu mematikan api. Jadi jelas kejadian ini dilakukan oleh pihak yang ingin menyulut konflik agama di Indonesia,” tukasnya.
Tiga pengendara misterius
Kepolisian DIY mengatakan telah mendapat laporan ada tiga pengendara sepada motor misterius yang mendatangi gereja Saman pada hari Senin pukul 02.45.
“Peristiwa upaya pembakaran gereja di Bantul terjadi hampir bersamaan dengan upaya pembakaran di Purworejo, yaitu pada dini hari. Tetapi masyarakat setempat berhasil menggagalkan pembakaran tersebut,” kata Kabid Humas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Any Pudjiastuti.
“Tiga orang tak dikenal menggunakan dua unit sepedamotor mendatangi GBI Saman. Kepolisian masih menyelidiki tiga tersangka pelaku pembakaran gereja ini,” katanya kepada BeritaBenar hari Selasa.
“Tetapi kami mengimbau masyarakat Yogyakarta untuk tetap tenang dan waspada. Harap segera melapor jika menemukan tindakan yang mencurigakan,” kata Any.
Warga yang menyaksikan semburan api mulai berteriak meminta tolong dan berusaha memadamkan semburan api yang telah melalap pintu depan gereja.
“Sejumlah warga berteriak keras melihat kobaran api di bangunan gereja dan langsung bertindak memadamkan api,” kata Sugiarto, seorang warga desa Bangunharjo.
“Ini bisa jadi merupakan balas dendam insiden di Papua,” lanjut Sugiarto.
Kepolisian setempat mengatakan keadaan di desa Bangunharjo sudah kembali normal.
Ancaman Tertulis
Sementara itu upaya pembakaran di GKJ Tlepok Purworejo terjadi sekitar pukul 05.30 waktu setempat pada hari yang sama.
“Saya mencium bau bensin yang menyengat sepulang lari pagi. Ternyata dua pintu masuk gereja bagian depan dan samping sudah dilalap api,” kata pendeta GKJ Ibnu Prabowo kepada BeritaBenar.
Ia mengatakan staf gereja dan masyarakat lokal telah berhasil memandamkan api.
“Di pojok gereja, kami juga menemukan secarik kertas berisi ancaman,” kata Ibnu sambil membacakan isi ancaman tersebut.
“Pesan mujahid atas tragedi Papua: bakar gereja se-Jawa” demikian bunyi ancaman tertulis itu.
Kapolres Purworejo, Theresia Arsida Septian menyatakan bahwa insiden seperti ini belum pernah terjadi di Purworejo.
“Kepolisian masih menyelidiki kasus ini. Kita akan telusuri dari barang bukti yang ada termasuk ancaman tertulis yang ditemukan di gereja,” kata Theresia kepada BeritaBenar.
Tak percaya balas dendam
Ibnu mengatakan tidak percaya bahwa insiden ini merupakan balas dendam atas pembakaran masjid Baitul Muttaqin Jumat lalu saat umat Islam sedang beribadah salat Idul Fitri.
Pembakaran ini menyebabkan seorang warga tewas dan puluhan lainnya terluka.
“Ini adalah rekayasa yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak menginginkan persatuan antara umat Islam dan Kristen. Jadi saya menolak mempercayai pernyataan tentang pembalasan tersebut,” katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk urusan produk halal Amidhan Shaberah mengatakan bahwa pembakaran dua gereja di Jateng bukan dilakukan oleh umat Islam.
“MUI sudah mengimbau seluruh umat agar tidak terprovokasi dengan kejadian di Tolikara. Kami tidak yakin bahwa pelaku pembakaran dua gereja di Jateng dilakukan oleh umat Islam,” katanya kepada BeritaBenar via telepon.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Liliek Darmanto, mengimbau agar masyarakat lebih waspada.
“Terutama bagi mereka yang tinggal dekat dengan tempat ibadah, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya pembakaran rumah ibadah lainnya,” katanya.
Aktivis dari Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan bahwa kejadian beruntun pembakaran rumah ibadah yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa intoleransi terjadi karena inkonsistensi pemerintah dalam pembuatan aturan, termasuk perlindungan hukum bagi kaum minoritas di Indonesia.
“Masalah perizinan acapkali menjadi alasan intoleransi di Indonesia, termasuk di Tolikari dimana umat Muslim adalah minoritas di daerah tersebut,” katanya kepada BeritaBenar hari Selasa.
Ia mengatakan kasus Tolikari hanya sebagian kecil cerita tentang intoleransi di Indonesia.
“Kasus-kasus minoritas seperti izin pembangunan rumah ibadah oleh kelompok minoritas termasuk umat Kristen dan kelompok minoritas Islam Syiah seharusnya juga menjadi prioritas penting untuk segera diselesaikan,” tambahnya.