Pembakaran Masjid di Tolikara Picu Konflik Agama di Papua
2015.07.20
Insiden pembakaran Masjid di Kabupaten Tolikara, Papua tanggal 17 Juli lalu telah menyebabkan konflik agama di Papua memanas. Konflik ini menyebabkan setidaknya seorang tewas dan puluhan terluka.
“Situasi di Tolikara memang sudah membaik, tetapi investigasi masih terus berlanjut. Aparat terus memantau keadaan untuk mengantisipasi agar bentrokan, terutama antara umat Islam dan Kristen tidak berlanjut,” kata Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Patridge Renwarin kepada BeritaBenar hari Senin, 20 Juli 2015.
“Kejadian ini tentunya sangat disesalkan karena telah mencoreng kerukunan hidup beragama di Papua,” tambahnya.
Tragedi Idul Fitri di Papua
Menurut keterangan dari kepolisian setempat, pembakaran Masjid Baitul Muttaqin terjadi pada hari Jumat, saat umat Islam sedang melakukan sholatIdul Fitri sekitar jam 07.00 waktu setempat.
Pertikaian terjadi saat sekelompok masa berdatangan dan melemparkan batu.
“Beberapa dari mereka bahkan melakukan aksi pembakaran kios yang akhirnya merambat ke rumah penduduk dan membakar Masjid Baitul Muttaqin,” kata Patridge sambil menambahkan setidaknya 38 rumah dan 63 kios terbakar seketika itu.
“Seorang warga tewas dalam kejadian ini adalah Endi Wanimbo (15), jemaat Gereja Sinode, dan 153 lainnya terluka,” lanjut Patridge.
Patridge mengatakan bahwa pertikaian terjadi ketika umat Islam dan Kristen menggelar dua acara besar pada waktu yang sama dan di tempat yang berdekatan.
“Sholat Id dilaksanakan hari Jumat pagi. Pada waktu yang sama Sinode Gereja Injili juga mengadakan pertemuan nasional yang menghadirkan sekitar 2000 orang perwakilan dari daerah,” katanya.
Presiden Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Dorman Wandikmbo membantah pernyataan bahwa GIDI mengeluarkan selebaran yang melarang umat Muslim menunaikan sholat Idul Fitri.
“Itu tidak benar. Memang sebelumnya ada pemuda gereja yang mendatangi umat Islam yang akan melangsungkan Sholat Id. Tujuannya adalah memberitahukan bahwa GIDI juga sedang mempunyai acara penting,” katanya sambil menerangkan bahwa GIDI meminta umat Islam agar tidak menggunakan pengeras suara saat menjalankan sholat Id.
“Tetapi kami tidak melakukan pembakaran tersebut,” katanya.
Tiga poin persetujuan
Kepala Polri Badrodin Haiti mengatakan bahwa kepolisian sudah mengantongi nama-nama pelaku pembakaran tersebut.
“Kerusuhan itu ada yang mendalangi. Meskipun kami sudah mempunyai nama-nama tersangka pelaku, tetapi kepolisian masih terus mencari dalangnya,” tukasnya mengkonfirmasi kepada BeritaBenar hari Senin.
“Ini jelas ada yang merekayasa,” katanya lanjut.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat Papua sudah mencapai tiga kesepakatan penting.
“Kesepakatan pertama pemerintah daerah akan memberi bantuan pada warga yang kiosnya terbakar. Kedua, kepolisian dan TNI akan memberi bantuan pada warga yang menderita kerugian akibat kerusuhan,” katanya menjelaskan.
Tedjo menyatakan bahwa persetujuan ketiga menyangkut persetujuan dari masyarakat untuk membawa siapapun yang bertanggung jawab atas kejadian ini ke pengadilan.
“Kesepakatan nantinya akan jadi kerangka kerja bagi pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah yang terjadi,” katanya lanjut.
Imbauan ulama
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq menyerukan kepada pemerintah agar segera mengambil tindakan tegas terhadap para perusuh.
Habib Rizieq juga menyerukan agar pemerintah segera meringkus pelaku pembakaran masjid dalam waktu 2 x 24 jam.
“Sebelum para jihadis dari seluruh pelosok tanah air turun ke Papua untuk mengeksekusi mereka dengan prinsip luka dibayar dengan luka dan darah dibayar dengan darah, serta nyawa dibayar dengan nyawa,” katanya di Jakarta.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengimbau agar umat Islam tidak melakukan aksi balas dendam terkait peristiwa Tolikara.
“Saya mengimbau seluruh umat Islam agar bisa menahan diri, baik mereka yang berada di Papua atau di luar Papua. Semua pihak harus bisa menahan diri. Kalau tindak kekerasan dibalas kekerasan, maka negara ini akan hancur,” kata Din di Jakarta.
“Apalagi peristiwa ini terjadi pada hari suci. Ini sebuah tindakan ekstremisme,” ujarnya.
Tim independen
Sementara itu, Rohaniwan Benny Susetyo, yang sering disapa Romo Benny, mengimbau Presiden Joko Widodo segera membentuk tim investigasi independen.
"Presiden harus membuat tim indepen untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sebenarnya, apa yang menjadi pemicunya," kata Romo Benny saat dihubungi BeritaBenar.
Tim investigasi, lanjut Romo Benny, harus diisi pihak-pihak netral, diantaranya ilmuwan, tokoh agama, tokoh adat yang bisa memberikan informasi yang tidak sempit. Pendekatannya juga multi disiplin dan komprehensif.
"Sehingga jangan sampai terjebak pada sentimen agama," tegas Romo Benny.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan kepolisian seharusnya bisa mencegah kejadian ini.
“Pemerintah kecolongan. Persiapan Ramadan dan Idul Fitri telah melibatkan puluhan ribu pasukan tetapi kerusuhan masih tak terelakkan di Papua,” katanya.
Komisi Hak Asasi Manusia akan melakukan investigasi mulai besok tanggal 20 Juli.
“Isu ini bisa meluas dan mengarah ke konflik yang lebih besar termasuk sektarian konflik. Kalau Indonesia tidak ingin kehilangan Papua, isu ini harus segera ditangani,” katanya.
Aditya Surya ikut memberikan kontribusi dalam artikel ini.