Meskipun Aman, Pemerintah Tetap Memprioritaskan Keamanan Di Poso
2015.06.17
Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres) Jusuf Kalla diberikan penghargaan sebagai inisiator perdamaian oleh Pemerintah Kabupaten Poso hari Selasa, tanggal 16 Juni.
"Saya mewakili seluruh warga Poso mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam membangun perdamaian di Poso,” kata Bupati Poso Piet Ingkiriwang.
“Dulu Poso dikenal sebagai daerah yang tidak aman karena konflik antar agama. Namun saat ini dan harapan kami seterusnya Poso akan selalu aman."
Penghargaan diberikan, karena Kalla dianggap berhasil menjembatani perdamaian antara masyarakat Poso setelah konflik antar agama 14 tahun silam.
Bupati Poso mengatakan Kalla telah menginisiasi perdamaian yang terwujud dalam Perjanjian Malino yang ditandatangani tanggal 20 Desember, 2001 antara perwakilan Islam dan Kristen yang berkonflik, untuk mengakhiri kekerasan di Poso.
Konflik agama di Poso terjadi tiga kali. Konflik pertama terjadi tanggal 25-29 Desember 1998, dilanjutkan dengan kerusuhan kedua tanggal 17- 21 April 2000, dan kerusuhan ketiga terjadi pada 16 Mei-15 Juni 2000.
Kerusuhan ini telah menyebabkan sedikitnya 2000 orang tewas.
Poso sekarang ini dianggap sebagai tempat persembunyian teroris termasuk militan Santoso paling dicari, kepala Indonesia Mujahidin Timur (MIT).
Kontribusi Kalla
Kalla dikenal sangat memperhatikan pembangunan di wilayah ini dengan mengalokasikan dana untuk pembangunan masyarakat Poso saat menjabat sebagai Menteri Perekonomian dan Kesejahteraan Rakya, hingga menjabat Wakil Presiden RI.
"Pak Kalla memberikan kepercayaan kepada masyarakat Poso untuk mengembangkan pembangunan," kata Piet.
Kalla mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan kepadanya.
Dia mengaku, Poso merupakan daerah yang paling sering dikunjunginya selama menjabat di pemerintahan.
"Puluhan kali saya mengunjungi Poso. Bahkan, lebih banyak ke Poso di banding ke kampung halaman saya di Bone, Sulawesi Selatan," kata Kalla kepada BeritaBenar sambil menambahkan bahwa jejaknya dapat diikuti oleh setiap warga Poso.
“Menjaga perdamaian bukan hanya kewajiban aparat atau pemimpin negara. Ini kewajiban kita semuanya,” katanya.
Kalla mengatakan senang telah melihat perekonomian masyarakat Poso semakin meningkat.
"Alhamdulillah Poso bisa berkembang, mulai dari ekonomi dan pembangunan kotanya berjalan," jelas Kalla.
Terkait adanya kelompok radikal yang masih bersarang di Poso, Kalla menambahkan, tidak akan menganggu keharmonisan masyarakat Poso yang telah berdamai.
“Hingga saat ini Polri dan TNI masih terus memburu kelompok militan yang menguasai Poso,” katanya lanjut.
Tempat persembunyian teroris
Poso, wilayah kecil di Sulawesi Tengah, menjadi terkenal bukan hanya karena konflik agama yang pernah meletus dikawasan ini. Poso juga dikenal sebagai tempat persembunyian teroris.
Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Anton Setiadji, mengatakan beberapa wilayah di Poso digunakan sebagai kamp militan oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin oleh Santoso.
“Santoso masih menjadi salah satu buron pemerintah sampai saat ini, dan ia berbasis di Gunung Biru, wilayah gunung dan hutan lebat,” katanya hari Rabu.
“Tangan Kanan Santoso, Daeng Koro, tewas didaerah ini tanggal 3 April lalu,” lanjut Anton.
Daeng Koro yang nama aslinya adalah adalah Sabar Subagio merupakan orang kunci pengadaan inventaris senjata MIT.
Daeng juga penghubung penting antara Kelompok MIT dengan kelompok radikal Makassar lainnya.
Ia pakar strategi gerakan MIT, terang Anton.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Rikwanto mengatakan bahwa meskipun tidak ada gejolak sosial di Poso terkait dengan konflik agama, tetapi aparat di Poso terus berjaga.
“Kepolisian dan militer telah beberapa kali mengadakan operasi gabungan di wilayah tersebut,” katanya kepada BeritaBenar hari Rabu.
“Konflik agama di Poso adalah konflik laten, ditambah dengan terorisme, membuat Poso yang sepertinya aman tidak bisa diabaikan. Kami akan terus berjaga,” katanya.
Staf ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan Purwanto mengatakan Poso bukan hanya rawan karena sebagai tempat persembunyian teroris, tetapi juga radikalisme yang terus mengakar di daerah tersebut.
“Daerah ini telah terbukti sebagai tempat perekruitan militan serta pendanaan,” katanya sambil mengatakan bahwa kelompok teroris Santoso telah mengambil keuntungan dari kepopuleran Negara Islam dan Suriah (ISIS) di Indonesia.
“Karena jaringan MIT telah semakin lemah, gambaran pembentukan negara Islam digunakan oleh kelompok radikal untuk membuktikan eksistensi mereka,” katanya.