Pemilu, dari tantangan logistik hingga kebingungan banyaknya kertas suara
2024.02.09
Jakarta
Bagi Damianus Luhat, pemilu lima tahunan bukanlah “pesta demokrasi”, melainkan lebih ke perjuangan untuk mendistribusikan logistik ke daerah-daerah terpencil.
Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, yang telah terlibat pendistribusian logistik dalam beberapa kali pemilu itu mengaku harus menghadapi medan ekstrem dalam mendistribusikan kotak dan kertas suara, serta alat kelengkapan pemilihan lainnya.
“Kami bisa menjangkau lokasi di desa terjauh hingga 8 jam perjalanan melintasi Sungai Mahakam melalui longboat. Kami kerap bermalam di tepi sungai karena jauhnya lokasi,” kata Luhat kepada BenarNews pada Kamis (8/2).
Mahakam Ulu adalah wilayah terpencil yang berbatasan dengan Malaysia dan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai Barat pada 2012.
Wilayah itu dipenuhi sungai-sungai kecil berdinding tebing, sehingga petugas harus melalui derasnya arus sungai dengan kontur menanjak.
“Ada satu jeram namanya jeram udang, kayak air terjun. Longboat kami pernah terbalik saat mengantar distribusi untuk pilkada,” terangnya.
Kini, Luhat tengah bersiap memasok distribusi untuk 11 kampung di Kecamatan Long Bangun.
“Kami akan melewati jeram udang. Estimasi terlama 8 jam, kalau mulus bisa lebih cepat,” ucap Luhat.
Luhat tidak sendiri. Jutaan anggota petugas penyelenggara pemilihan suara telah mulai bekerja dalam dua minggu terakhir untuk mempersiapkan kelancaran pemilu serentak pada 14 Februari, yang dinilai sebagai pemilu terbesar dan terumit di dunia.
Sekitar 205 juta pemilih di Indonesia pada hari yang sama akan memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kota, dan DPRD Kabupaten.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdapat 9.917 calon dari 18 partai nasional yang bertarung memperebutkan 580 kursi DPR pada pemilu legislatif 2024.
Selain itu, ada sekitar 250.000 kandidat yang bersaing memperebutkan 20.000 kursi di tingkat daerah. Tak satu pun dari partai-partai tersebut diperkirakan akan memenangkan kursi mayoritas.
Pendistribusian logistik di negara negara kepulauan yang luas dengan keadaan geografis yang beragam seperti Indonesia, di mana tidak semuanya bisa dicapai dengan transportasi biasa atau memiliki akses internet, bukanlah hal mudah.
Di Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatra Barat, yang terdiri atas empat pulau utama yang terpisah dari daratan Sumatra misalnya, para petugas pemilu harus berjalan kaki berjam-jam memanggul logistik pemilu untuk mencapai lokasi tempat pemungutan suara (TPS), demikian kata Saudara Halomoan Pardede, Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Mentawai.
“Tantangan kami memang karena wilayah kami ini tersebar. Hingga kini distribusi masih dilakukan di wilayah yang sangat sulit terjangkau,” terang Pardede.
Pardede mengatakan hingga saat ini total 30% logistik pemilu sudah disalurkan kepada sejumlah wilayah di Mentawai. Petugas juga harus menyusuri sungai dan menghadapi cuaca yang tidak menentu.
Sementara itu di Sulawesi Tengah empat personel kepolisian Sektor Pagimana, Kabupaten Banggai, harus berjalan kaki tiga hari untuk mendistribusikan logistik pemilu ke salah satu desa terpecil di sana.
“Jadi mereka sudah mulai berjalan kaki sejak Kamis, 8 Februari. Diprediksi sampai Sabtu 10 Februari di TPS Desa Baloa Doda,” kata Kapolsek Pagimana AKP Makmur S kepada BenarNews saat dihubungi dari Palu.
Dalam perjalanannya, empat personel Polsek Pagimana didampingi satu personel TNI, petugas KPPS dan warga setempat sebagai mata jalan.
"Semoga dalam perjalanan tim kami tidak mendapatkan kendala dan hambatan seperti hujan deras serta hewan buas," kata Aiptu Frets Adolof Rombot salah satu anggota polisi itu sebelum berangkat.
KPU mencetak lebih dari 1,2 miliar surat suara untuk pemilu karena setiap pemilih akan mendapatkan 4-5 jenis surat suara tergantung daerah pemilihan.
Surat suara pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kota/kabupaten akan memiliki 2.710 variasi, sesuai jumlah daerah pemilihan. Surat suara untuk DPD punya 38 variasi, sesuai jumlah provinsi.
Tidak hanya surat suara, KPU juga mempersiapkan kebutuhan sampul sekitar 61,6 juta, formulir 8,1 juta set, alat bantu tunanetra 1,6 juta lembar, serta daftar pasangan calon dan daftar calon tetap 820.161 lembar.
Dibayangi gugurnya 900 petugas KPPS pemilu 2019
Gugurnya hampir 900 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) karena kelelahan dan sakit pada pemilu 2019, ikut membayangi persiapan pemilu kali ini.
Tahun ini KPU telah merekrut lebih dari 5,7 juta petugas dan relawan untuk membantu pemilu.
Kekhawatiran terjadinya hal pada lima tahun lalu itu turut menghinggapi Tarsih yang akan melakoni tugas sebagai anggota KPPS di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Untuk mencegah hal tersebut, ibu berusia 51 tahun itu kini mulai menjaga pola makan dan rajin mengonsumsi nutrisi.
“Saya juga jalan kaki usai Subuh, setengah jam hingga satu jam,” ujarnya kepada BenarNews pada Rabu (7/2).
Tidak hanya itu, Tarsih juga menjalani pemeriksaan medis yang dilakukan puskemas setempat bagi para anggota KPPS.
Tarsih mengungkapkan petugas KPPS tidak hanya bekerja pada hari H tapi juga mengawal kotak suara paskapencoblosan hingga keesokan harinya. Belum lagi jika ada perselisihan dari saksi di TPS.
“Jadi kami bisa kerja dari jam 7 pagi sampai besok subuh,” ucapnya.
Sementara itu, Andi Lapa yang menjadi Ketua KPPS di Ciledug, Kota Tangerang, Provinsi Banten, meminta jajarannya untuk memelihara kesehatan emosi karena pekerjaan anggota KPPS berpengaruh bukan hanya fisik tapi juga mental.
“Normalnya TPS dibuka jam 7 pagi, jam 1 siang tutup, lalu proses penghitungan. Tapi pengalaman di lapangan bisa kerja sampai jam 6 pagi keesokan harinya,” ujarnya.
Andi mengatakan untuk mengantisipasi kelelahan petugas KPPS, kini KPU telah memperbanyak TPS agar pemilih tidak terlalu menumpuk di satu lokasi.
“Pemilu lalu saya juga jadi Ketua KPPS, satu TPS bisa 350 orang. Kini hanya 200 orang saja,” terangya.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tirmizi mengatakan pihaknya telah melakukan screening kesehatan kepada petugas KPPS, TNI, dan Polri untuk mengantisipasi tumbangnya mereka akibat kelelahan.
“Jadi mereka memahami faktor risiko kesehatan apa saja dalam dirinya,” ujar Nadia kepada BenarNews pada Rabu (7/2).
Berdasarkan data KPU, jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 lalu mencapai 894 orang dan 5.175 petugas mengalami sakit.
November lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengungkap tiga faktor penyebab kematian masal yang terjadi pada petugas KPPS pada pemilu 2019 lalu. Ketiga faktor itu antara lain komorbid atau penyakit penyerta, lemahnya managemen risiko, dan beban kerja tidak manusiawi.
Menjelang pemilu pekan depan, Bawaslu mencatat lebih dari 1.000 kasus pelanggaran, mulai dari jual beli suara hingga vandalisme.
Kebingungan banyaknya kertas suara
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mengakui pemilu Indonesia termasuk rumit karena menggabungkan lima pemilihan sekaligus dalam satu hari.
Situasi tersebut, kata dia, ikut menyumbang suara tidak sah dalam pemilu tahun 2019 yang mencapai 17,5 juta suara atau 11,12 persen. Sedangkan surat suara yang tidak sah dalam pemilihan DPD berjumlah 29 juta atau 19 persen.
“Karena bisa jadi pemilih bingung menerima lima surat suara,” ucapnya.
Khoirunnisa mengatakan pemilih lebih terinformasi terkait pemilihan presiden-wakil presiden (pilpres) dibandingkan pemilihan DPR, DPD dan DPRD.
Hal itu diakui banyak calon pemilih.
Agung Budiyanto, 37, warga Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat ternyata tidak tahu dirinya harus mencoblos lima kertas suara
“Pemilu ini memang ribet banget. Saya aja tidak tahu apa yang harus saya coblos selain presiden dan wakil presiden,” ujarnya kepada BenarNews.
Masyarakat luas memang lebih terinformasi dengan pilpres yang kali ini ini diikuti tiga pasangan calon yaitu mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar yang adalah ketua Partai Kebangkitan Bangsa, pasangan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto – wali kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang juga merupakan putra Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan pasangan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo – mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud MD.
Agung, yang merupakan pekerja swasta ini, mengaku akan asal coblos untuk menentukan calon anggota legislatif karena terbatasnya informasi rekam jejak mereka.
“Terlalu banyak orangnya di spanduk-spanduk dan baliho. Tapi saya gak kenal mereka,” tutur Agung.
Agung juga mengatakan tidak mendapatkan sosialisasi teknis pemilu dari KPU di lingkungan kediamannya.
Nurul Rizki, 29, warga Babelan, Kabupaten Bekasi, mengakui banyaknya kertas suara dalam satu waktu memberatkan bagi para pemilih.
“Para pemilih memiliki potensi kebingungan dan takut memakan banyak waktu saat berada dalam bilik suara,” tutur perempuan yang berpforesi sebagai wiraswasta ini kepada BenarNews.
Hal senada disampaikan juga oleh Taghsya Rizqita Putri Amany, 17, dari Jakarta.
“Aku bingung banget, apalagi baru pertama kali ikut pemilu. Aku baru tahu nanti tidak cuma milih presiden aja,” ujarnya.
Dia mengaku terkejut dengan banyaknya kertas suara yang harus dicoblos sekaligus dalam satu waktu.
“Aku gak nangkep visi misi mereka soalnya di baliho-baliho di jalan cuma pasang muka mereka, gak ada visi misinya,” ucapnya.
Situasi ini membuat Taghsya khawatir akan memilih caleg tak bermutu yang hanya akan membuat masa depan generasi muda menjadi suram.
“Aku takut nanti kalau pemimpin yang salah terpilih, bakal bawa pengaruh buruk ke masa depan aku,” jelasnya.
Taufan Bustan di Palu ikut berkontribusi dalam laporan ini.