Pemimpin Kelompok Uighur Divonis Enam Tahun Penjara
2015.07.29
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp 100 juta kepada Ahmet Bozoglan, pria yang diduga sebagai pemimpin sekelompok etnis Uighur yang ingin bergabung dengan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso.
"Dengan menggunakan paspor palsu, terdakwa terbukti masuk ke Indonesia dengan tujuan bergabung dengan MIT," kata hakim ketua Houtman Lumbang Tobing dalam pembacaan putusan, Rabu, 29 Juli 2015.
Menurut Houtman, Ahmet terbukti memiliki visi dan misi yang sama dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Ia pun kedapatan mengunggah video baiat yang ada di Suriah melalui media sosial Youtube," lanjut Houtman.
Grup Santoso dikenal telah berbaiat dengan ISIS.
Sidang putusan Ahmet Bozoglan sendiri dijaga ketat aparat kepolisian. Ahmet bahkan dijaga empat polisi bersenjata lengkap begitu turun dari mobil tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Tangannya diborgol ke depan saat digiring memasuki ruang tahanan di bagian belakang pengadilan.
Keputusan majelis hakim ini lebih rendah daripada tuntutan Jaksa yaitu delapan tahun penjara.
Vonis Ahmet kini sama dengan tiga rekannya, yaitu Ahmet Mahmud, Abdul Basit, dan Abdullah alias Altinci Bayyram, yang dijatuhi hukuman masing-masing 6 tahun penjara serta denda Rp. 100 juta atau subsider masa tahanan pada 13 Juli lalu.
Ketiganya ditangkap dengan Ahmet Bozoglan di Poso, Sulawesi Tengah pada bulan September 2014 lalu, tetapi mereka disidang secara terpisah.
Pengacara keempat suku Uighur Asludin Hatjani mengatakan bahwa tiga dari empat terdakwa Uighur sudah mengajukan banding Rabu, 15 Juli lalu.
Konsultasi dengan KedutaanTurki
Asludin mengatakan akan berkonsultasi dengan Kedutaan Turki sebelum menempuh langkah hukum selanjutnya untuk Ahmet.
"Setelah pertemuan itu baru diputuskan langkah hukum lanjutan," katanya tanpa merinci kapan pertemuan tersebut akan digelar.
“Pertemuan itu bagian penting," tukas Asludin.
Sebelum tuntutan ini, Ahmet telah mengajukan bantuan hukum kepada Kedutaan Turki, namun permohonan ini ditolak.
“Pihak kedutaan tidak siap dengan permintaan dia,” ujar Asludin kepada BeritaBenar tanggal 8 Juli lalu.
Status kewarganegaraan Ahmet Bozoglan memang simpang-siur sampai saat ini.
Keempat terdakwa mengklaim sebagai warga negara Turki etnis Uighur, bukan Tiongkok. Namun saat diminta menyanyikan lagu kebangsaan Turki, tak satupun dari keempat pria ini yang bisa menyanyikannya.
Jaksa Penuntut Puas
Meski divonis lebih rendah dari tuntutan yang diajukan, Jaksa Penuntut Umum Nana Riana mengaku puas. "Saya mengapresiasi keputusan majelis hakim," ujar Nana seusai sidang.
"Keputusan ini setidaknya bisa mencegah lebih banyak orang asing yang ingin bergabung ke kelompok teroris di Indonesia," kata Nana seraya menjelaskan banyak warga negara asing yang ingin bergabung dengan kelompok MIT.
Hal ini dibuktikan dengan foto dan video yang beredar mengenai kelompok Santoso, katanya.
"Mereka pun bisa sampai ke Indonesia atas bantuan kelompok Santoso," kata Nana.
Kemungkinan ekstradisi
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengisyaratkan adanya ekstradisi keempat suku Uighur ke negara yang bersangkutan, termasuk Tiongkok, dimana suku Uighur merupakan etnis muslim minoritas di bagian barat.
Pendukung Uighur yang berbasis di Amerika Serikat mengatakan Tiongkok telah merekayasa tuduhan "Uighur terorisme" untuk membenarkan penindasan terhadap kelompok Muslim minoritas itu di provinsi Xinjiang, di mana suku Uighur banyak menetap.
Koran milik pemerintah Tiongkok Global Times, awal bulan ini menuduh "agen Turki" membantu migrasi ilegal Uighur dari Tiongkok dengan memberikan dokumentasi Turki setelah mereka tiba di Asia Tenggara, Associated Press melaporkan.