Lagi, Pengikut Santoso Tewas di Poso

Keisyah Aprilia
2016.03.15
Palu
160315_ID_Poso_1000 Sejumlah polisi berjaga-jaga ketika ambulans yang membawa dua anggota MIT tiba di RS Bhayangkara di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa, 15 Maret 2016.
Keisyah Aprilia/BeritaBenar

Dua laki-laki yang diklaim polisi sebagai anggota kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso alias Abu Wardah tewas dan dua lainnya terluka setelah terlibat kontak tembak dengan pasukan gabungan TNI/Polri.

Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi mengatakan baku tembak antara pasukan yang tergabung dalam Operasi Tinombala 2016 dengan para pengikut Santoso itu terjadi di Desa Talabosa, Kecamatan Lore Piore, Kabupaten Poso, sekitar pukul 08.30 WITA, Selasa, 15 Maret 2016.

"Informasi terakhir empat orang yang terkena tembakan. Dua tewas dan dua terluka," jelas Rudy kepada BeritaBenar di Palu.

Polda Sulteng belum bisa memberi identitas resmi keempat pengikut Santoso baik korban tewas maupun terluka.

Tetapi, Rudy yang baru beberapa hari lalu menjadi Kapolda Sulteng – untuk  menggantikan Brigjen. Pol. Idham Azis – memastikan keempat korban adalah target operasi polisi.

"Identitas belum diketahui, karena harus diidentifikasi dulu. Nanti kalau sudah ada hasilnya, pasti akan kami informasikan," ujarnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, korban tewas pertama berkulit putih, rambut panjang, memakai baju loreng dan celana panjang hitam.

Sedangkan ciri mayat kedua adalah berambut panjang, jenggot panjang, dan di wajahnya terdapat tahi lalat.

"Paska baku tembak, anggota kami mengamankan sebuah granat aktif, dua pucuk senjata api organik laras panjang, puluhan amunisi aktif, tiga tas ransel berwarna hitam, dan lima buah karung besar," terang Rudy.

Disemayamkan di RS Bhayangkara

Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto yang dihubungi terpisah mengatakan usai dievakuasi dari lokasi kejadian di Poso, kedua mayat korban disemayamkan di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Palu untuk memudahkan proses identifikasi.

"Sekitar pukul 17.30 WITA, kedua jenazah tiba di RS Bhayangkara. Di sana sudah ada tim Inafis yang menunggu untuk proses autopsi dan identifikasi,” katanya.

Hari menyebutkan, kamar jenazah akan dikawal ketat oleh beberapa personel Brimob untuk mengantisipasi orang tidak bertanggung jawab menganggu proses autopsi dan identifikasi oleh tim Inafis.

"Proses ini harus dipercepat supaya identitas kedua jenazah bisa diketahui. Kalau sudah diketahui, enak untuk pengembangan, termasuk mengundang keluarga masing-massing untuk penyerahan jenazah," jelas Hari.

‘Jangan abaikan hak korban luka’

Direktur LPS-HAM Sulteng, Moh Affandi meminta polisi agar memberikan hak sesuai hukum berlaku kepada dua anggota MIT yang ditangkap akibat terluka dalam kontak senjata itu.

"Jangan sampai kedua yang selamat diabaikan. Polda harus memberikan mereka pertolongan medis. Jika nanti benar-benar sembuh dari lukanya, baru polisi memintai keterangan untuk membongkar jaringan MIT," ujar Affandi.

Dia juga meminta kedua jenazah itu kalau sudah selesai diidentifikasi tetapi keluarganya belum ada datang, supaya langsung dimakamkan saja.

“Jangan seperti kemarin-kemarin, karena kedua jenazah itu adalah Muslim yang harus segera dikuburkan," tuturnya.

Lima telah tewas

Sejak Operasi Tinombala 2016 digelar awal tahun ini, tercatat lima pengikut MIT sudah tewas yang menurut polisi karena terkena tembakan dalam baku tembak dengan pasukan TNI/Polri di Poso.

Tanggal 29 Februari lalu, Dodo alias Pando (30) tewas dalam kontak senjata di daerah pegunungan Napu, Desa Watutau, Kecamatan Lore Tengah. Dodo disebut-sebut sebagai orang kepercayaan pimpinan MIT dan calon menantu Santoso.

Sebelumnya pada Januari lalu, dua orang yang diklaim kurir logistik kelompok MIT tewas dalam kontak senjata di Desa Sanginora, Kecamatan Poso Pesisir Selatan. Dalam insiden itu, seorang anggota Brimob juga tewas.

Menurut data intelijen, jumlah kelompok yang dikabarkan berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tersisa sekitar 30-an orang, termasuk tiga amirnya yaitu Santoso alias Abu Wardah, Basri alias Bagong, dan Ali Kalora serta dua warga etnis Uighur, China.

Selain itu, terdapat tiga perempuan dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Mereka bergabung dengan kelompok MIT sejak 2012 setelah ketiga suaminya tewas dalam bentrokan senjata di Poso. Menurut kabar, ketiga perempuan itu sudah menikah dengan para amir kelompok tersebut.

Sebelum melakukan Operasi Tinombala, pasukan TNI/Polri telah menggelar Operasi Camar Maleo I, II, III dan IV sepanjang tahun 2015 untuk mengejar Santoso dan anak buahnya.

Selama Operasi Camar Maleo, aparat telah menangkap 24 pengikut Santoso, termasuk tujuh militan tewas. Dalam operasi tersebut, dua polisi dan seorang anggota TNI juga tewas.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.