Puluhan pengungsi Rohingya kembali terdampar di Aceh

Pejabat setempat menduga ada yang memfasilitasi sering terdamparnya etnis minoritas dari Myanmar itu di Aceh.
Uzair Thamrin dan Pizaro Gozali Idrus
2023.10.16
Aceh dan Jakarta
Puluhan pengungsi Rohingya kembali terdampar di Aceh Warga Aceh memperhatikan para pengungsi Rohingya yang tiba di wilayah mereka di Desa Matang Pasi, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen, Aceh pada Senin 16 Oktober 2023 usai sebelumnya ditemukan di pinggir pantai di wilayah tersebut.
Foto: Dokumentasi Kepala Desa Matang Pasi, Aceh

Puluhan pengungsi etnis Rohingya kembali terdampar di pesisir Aceh, kali ini di pantai Desa Matang Pasi, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen pada Senin (16/10).

Sebanyak 36 pengungsi itu tiba menjelang subuh usai mengarungi lautan. Mereka terdiri dari 14 orang laki-laki dewasa, 12 perempuan, dan 10 anak-anak.

Kepala Desa Matang Pasi Jamaluddin mengatakan masyarakat terkejut dengan kehadiran para pengungsi karena warga tidak sempat melihat kapal mereka berlabuh.

“Kapalnya gak ada, mereka semua terdampar di pinggir pantai. Lalu mereka mengetuk pintu rumah warga saat subuh,” jelas Jamaluddin saat dihubungi BenarNews.

Jamaluddin mengatakan warga kemudian memberikan bantuan minuman dan makanan kepada para pengungsi.

Dia menuturkan dalam dialog dengan seorang pengungsi yang mampu berbahasa Inggris, para etnis Rohingya tersebut mengarungi lautan selama 20 hari sebelum tiba di bibir pantai Desa Matang Pasi.

“Anak-anak kecilnya rata-rata berumur 1,5 tahun,” jelasnya.

Jamaluddin menambahkan, berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari para pengungsi, mereka berasal dari kamp pengungsian di Bangladesh.

Wakil Sekretaris Jenderal Panglima Laot Miftachuddin Cut Adek mengakui bahwa masyarakat baru mengetahui adanya pengungsi setelah para Rohingya tiba di daratan.

Miftachuddin mengatakan warga tidak melihat adanya kapal yang mengangkut mereka, tidak seperti peristiwa kedatangan para pengungsi Rohingya sebelumnya.

“Masyarakat nelayan menyiapkan makanan dan minuman dan melaporkan pada pihak keamanan tentang keberadaan pengungsi,” jelas Miftachuddin kepada BenarNews.

Menurut Miftah, banyak warga Rohingya berdatangan ke Aceh karena masyarakat Aceh mau menerima mereka di tengah banyak negara menolak kehadiran para pengungsi Muslim dari etnis minoritas di Myanmar yang penduduknya mayoritas beragama Budha itu.

“Walaupun ada pihak tertentu yang diduga terlibat memfasilitasi pengungsi, tapi Panglima Laot tetap membantu pihak yang membutuhkan baik di laut maupun setelah di darat,” jelasnya.

Juru bicara perwakilan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia, Mitra Salima Suryono, menyampaikan saat ini tim di lapangan sedang berkoordinasi dengan pihak otoritas untuk menindaklanjuti kedatangan para pengungsi.

UNHCR berharap para laki-laki, perempuan dan anak-anak Rohingya yang tiba di Aceh berada dalam kondisi baik.

“Kesehatan mereka adalah prioritas utama saat ini,” jelasnya kepada BenarNews.

Mitra juga sangat menghargai bantuan dan dukungan serta penerimaan yang baik dari pihak otoritas dan masyarakat setempat kepada para pengungsi yang membutuhkan pertolongan.

“Kami belum melakukan registrasi yang lengkap, namun banyak di antara para pengungsi tersebut telah memiliki kartu registrasi UNHCR dari negara yang sebelumnya,” jelas Mitra.

Namun demikian, Mitra belum dapat memastikan dari negara mana para Rohingya itu berasal.

“Kami belum dapat memverifikasi negara di mana kartu diperoleh. Tadi karena waktunya pendek, baru terlihat secara fisik ada beberapa yang sudah memiliki kartu,” jelasnya.

Mitra juga belum dapat mengkonfirmasi isu bahwa para pengungsi tiba di perairan Aceh lewat sebuah kapal yang sengaja menurunkan mereka.

“Kami harus mewawancara mereka dahulu dengan bantuan penerjemah yang dapat fasih menjembatani interview kami. Jadi untuk saat ini kami belum dapat memberikan keterangan soal itu,” jelasnya.

Sementara itu, Faisal Rahman, Protection Associate dari UNHCR Indonesia, mengakui bahwa pihaknya baru melakukan pendataan awal untuk semua pengungsi yang sudah ada di Bireuen.

“Langkah selanjutnya kita akan berkoordinasi dengan pemerintah," ucap Faisal kepada BenarNews.

Sementara itu, pemerintah Kabupaten Bireuen menyampaikan telah melakukan koordinasi dengan pemerintah Kabupaten Sigli dan Langsa yang sudah ada tempat penampungan pengungsi yang difasilitasi UNHCR, tapi kedua kabupaten tersebut belum siap menampung.

"Sudah kita tampung sementara di gedung Sanggar Kegiatan Belajar Bireuen. Pihak UNHCR, Imigrasi dan IOM (Organisasi Migrasi Internasional) sudah hadir untuk pengurusan selanjutnya," jelas Pejabat Bupati Bireuen Aulia Sofyan kepada BenarNews.

Dalam rangkaian Sidang Majelis Umum PBB pada September lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membahas mengenai isu Myanmar dan pengungsi Rohingya.

“Nasib masyarakat Rohingya masih belum jelas. Situasi global dan kondisi domestik di Myanmar membuat isu ini semakin kompleks dan sulit. Komitmen politik yang kuat untuk menyelesaikan isu ini adalah niscaya,” ujar Retno dalam keterangannya.

Retno menyampaikan dua hal yang perlu dilakukan untuk membantu para pengungsi Rohingya. Pertama, mendorong adanya solusi politik. Kedua, memastikan tersedianya bantuan kemanusiaan.

“Saat ini lebih dari 1 juta masyarakat Rohingya terlantar dan menjadi pengungsi, sementara mereka yang tinggal di wilayah Rakhine juga menghadapi situasi yang sangat sulit. Mereka rentan menjadi korban kejahatan terorganisir," ujar Retno.

Pada Maret lalu, sebanyak 21 pengungsi Rohingya terdampar di pesisir pantai wilayah Desa Padang Kawa, Kecamatan Tangan-Tangan, Kabupaten Aceh Barat Daya pada Senin (13/3), yang menurut polisi kemungkinan mereka diturunkan dari sebuah kapal.

Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia, Ann Maymann, mengatakan 664 pengungsi Rohingya mendarat di Aceh tahun lalu, melalui tiga lokasi: Lhokseumawe, Pidie dan Aceh Besar.

UNHCR mengatakan bahwa tahun 2022 mungkin merupakan salah satu tahun paling mematikan di laut dalam hampir satu dekade bagi Rohingya.

Selama bertahun-tahun banyak orang Rohingya berusaha melarikan diri dari persekusi yang dilakukan oleh junta Myanmar dan kehidupan yang buruk di kamp-kamp pengungsi di Cox’s Bazar Bangladesh dengan menggunakan perahu kayu seadanya untuk pergi ke negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.