Penyu Hijau di Aru Diburu untuk Dikonsumsi dan Diperdagangkan
2017.02.24
Ambon
Kepolisian Daerah Resort (Polres) Aru bersama Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menahan satu perahu motor di pelabuhan Yos Soedarso, Dobo, ibukota Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Senin, 20 Februari 2017.
Dalam perahu motor dengan panjang sekitar 10 meter itu, ada lima nelayan lokal dan 35 ekor penyu Hijau betina. Polisi sudah mengintai nelayan pemburu penyu Hijau. Penahanan dilakukan, karena selama ini tidak ada tindakan tegas sehingga perburuan penyu marak terjadi.
“Mereka menangkap penyu di Pulau Enu, yang merupakan perbatasan Indonesia dan Australia. Lalu mereka bawa ke Dobo untuk dijual. Sesampai di Pelabuhan Yos Soedarso, saya perintahkan ditangkap,” jelas Kapolres Kepulauan Aru, AKPB Adolof Bormasa, ketika dihubungi BeritaBenar, Kamis, 23 Februari 2017.
Umar dan Hendrik, dua dari lima nelayan tersebut, ditahan polisi setelah ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan tiga lainnya tidak terbukti. Polisi telah memeriksa dan mendapatkan keterangan dari mereka.
Penyu-penyu yang disita kemudian dilepasliarkan ke laut. Tetapi, lima ekor mati karena tidak ditangani dengan baik seperti diletakkan terbalik dan tak disirami cukup air untuk menjaga kelembaban tubuh penyu.
“Itu (terbalik) melanggar aturan. Jika kita lihat pemeliharaan penyu secara internasional, butuh suhu normal,” kata pemerhati penyu dari World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, Barnabas Wurlianty.
Adolof menegaskan, polisi akan menindak tegas para pelaku sehingga bisa menimbulkan efek jera “karena penyu itu satwa langka yang perlu dilindungi.”
Para tersangka akan dijerat dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan hukuman maksimal 5 tahun. Mereka juga dikenakan UU nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan yang sanksinya berupa denda Rp250 juta.
Rumah penyu
Pulau Enu, Karang, dan Kultubai Besar masuk kawasan konservasi Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Aru Bagian Tenggara. Dengan luas wilayah konservasi Enu 1.443,67 Ha, Karang 909 Ha dan Kultubai Besar 25,34 Ha, ketiga pulau ini menjadi zona inti dan pusat rehabilitasi.
Aru adalah rumah penyu Hijau di Indonesia. Selain itu, Aru juga tempat mencari makan dan migrasi penyu Belimbing (Dermocelhys coriacea), penyu Sisik (Eretmochelys imbricate) dan penyu Pipih (Natator depressa), sehingga Aru memiliki peran penting sebagai habitat penyu.
Dari empat jenis itu, penyu Hijau dan Sisik memiliki populasi terbanyak. Penyu Hijau umumnya menempati wilayah perairan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil dibanding penyu Sisik.
Penampakan penyu Hijau yang memanfaatkan padang lamun pada ekologis di Aru sebelum naik bertelur di daratan Enu. Setelah bertelur, penyu hijau bermigrasi ke perairan Australia untuk kepentingan biologis.
“Yang paling banyak di Pulau Enu. Kalau di pulau lain, nasib baik baru kita temui penyu. Kalau Enu, selalu ada saja,” ujar aktivis lingkungan Aru, Sonny Djonler.
Tahun 2016 lalu, Sonny dan turis Belanda mendatangi pulau dengan panjang sekitar 1 kilometer untuk menyaksikan penyu Hijau menetaskan telurnya. Saat itu mereka mendapati empat penyu Hijau dan ratusan telurnya dalam lubang-lubang pasir.
Pemerintah setempat belum memiliki data akurat jumlah individu penyu Hijau di Aru baik di Pulau Enu atau beberapa pulau lain. Namun, diprediksi berdasarkan jumlah telur, kemungkinan mencapai ribuan.
Nus Yamlain, seorang warga Dobo mengakui maraknya perdagangan penyu. Setiap hari, daging penyu dijual bebas di pasar lokal. Tapi, katanya, tidak semua warga Aru mengkonsumsi penyu.
“Kalau mau makan, saya beli dari penjual di pasar lokal. Tapi tidak banyak warga makan penyu,” katanya kepada BeritaBenar.
Pengawasan minim
Perdagangan penyu Hijau yang dilarang ini, bukan hanya di Aru dan sekitarnya, tapi juga dikirim ke Bali dan Surabaya serta beberapa daerah lain di Indonesia.
Malah beberapa tahun lalu, tutur Sonny, perdagangan penyu marak terjadi sehingga pengusaha dari luar mendatangi Aru untuk membeli langsung dari nelayan.
“Biasanya diekspor ke luar negeri seperti Hongkong dan beberapa negara lain melalui Surabaya. Sekarang tidak lagi, karena para pengusaha telah kembali ke Surabaya,” jelas Sonny.
Penangkapan dan perdagangan penyu Hijau tak diawasi secara ketat oleh instansi terkait meski di Pulau Enu telah dibangun mercusuar. Namun jarang ada petugas yang berjaga serta tidak ada papan larangan.
Kepala BKSDA Kepulauan Aru, Timotius Elwarin mengakui pihaknya tak melakukan pengawasan karena Cagar Alam Laut Aru Tenggara yang luasnya 114 Ha sesuai keputusan menteri itu, sudah diserahkan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).
“BKSDA hanya mengawasai Suaka Marga Satwa di Pulau Dobo. Itu adalah tanggung jawab orang DKP,” tegasnya.
Kepala DKP Aru, Ongki Gutandjala, ketika dihubungi BeritaBenar tidak menjawab panggilan. Pesan singkat yang dikirim pun tak dibalas.
Sonny mengatakan, penyu Hijau yang ditangkap di Enu memiliki ukuran cangkangnya antara 50-70 centi meter. Itu berarti berumur sekitar 20 tahun.
Menurutnya, memang belum ada penelitian jumlah populasi satwa tersebut. Tapi jika dilihat dari intensitas warga menangkap untuk dijual mengindikasikan populasinya semakin berkurang. Apalagi yang ditangkap semuanya penyu betina dan mau bertelur.