Panglima TNI Diminta Berhati-Hati Sampaikan Pernyataan

Pernyataan kontroversial Jenderal Gatot Nurmantyo menuai polemik namun ada yang melihat sebagai hal positif.
Rina Chadijah
2017.09.25
Jakarta
170925_ID_Gatot_1000.jpg Presiden Joko Widodo berbicara dengan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, saat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) TNI ke-70 di Cilegon, Jawa Barat, 5 Oktober 2015.
Istana Presiden/AFP

Para pengamat meminta Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo untuk lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan yang dikhawatirkan bisa menuai polemik dan benturan dengan institusi lain.

“Panglima TNI Gatot Nurmantyo melampaui kewenangan dan melanggar Undang-Undang saat dia mengancam akan ‘menyerbu’ BIN dan polisi,” kata Rachland Nashidik, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar, Senin, 25 September 2017.

Rachland mengacu pada pernyataan pimpinan tertinggi militer itu pada Jumat malam lalu yang mengatakan ada institusi tertentu yang akan membeli 5.000 senjata secara illegal. Pernyataan itu menjadi viral di media sosial.

"Mereka memakai nama Presiden, seolah-olah itu yang berbuat Presiden, padahal saya yakin itu bukan Presiden, informasi yang saya dapat kalau tidak A1, tidak akan saya sampaikan di sini. Datanya kami akurat, data intelijen kami akurat," kata Gatot.

Ketua Setara Institute, Hendardi, menyoroti bahwa menyampaikan informasi intelijen di ruang publik menyalahi kepatutan karena tugas intelijen hanya mengumpulkan data dan informasi untuk presiden.

“Pernyataan Panglima TNI menunjukkan teladan buruk bagi prajurit yang justru selama ini didisiplinkan untuk membangun relasi kuat dan sehat dengan Polri, akibat tingginya frekuensi konflik antar-dua institusi ini,” katanya dalam pernyataan tertulis.

Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, mengklarifikasi pernyataan Gatot yang menyebutkan senjata itu dibeli Badan Intelijen Negara (BIN) dari PT Pindad. Jumlahnya bukan 5.000 pucuk, tapi 500 pucuk.

"Itu hanya komunikasi yang belum tuntas, dan menjadi tanggung jawab saya untuk menjelaskan, supaya tidak ada spekulasi," kata Wiranto dalam jumpa pers di kantornya, Minggu, 24 September 2017.

Gatot mengakui rekaman yang beredar luas terkait pembelian senjata adalah suaranya. Namun, menurutnya, pernyataan itu bukan untuk kepentingan publik sehingga ia tidak mau berkomentar lagi soal substansi dalam rekaman tersebut.

"Saya tidak pernah press release, saya hanya menyampaikan kepada purnawirawan, namun berita itu keluar. Saya tidak akan menanggapi terkait itu," katanya di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu malam, seperti dilansir laman Antaranews.com.

"Seribu persen itu benar kata-kata saya. Tapi saya tidak pernah press release, sehingga saya tidak perlu menanggapi hal itu," tambah Gatot.

‘Ambisi pribadi?’

Sejumlah pengamat lain mengatakan pernyataan Gatot adalah cerminan ambisi pribadi.

“Sebaiknya Panglima (TNI) disadarkan kembali, agar memisahkan ambisi pribadi dengan jabatan publiknya,” kata peneliti dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, kepada BeritaBenar di Jakarta, Senin.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego melihat Gatot, yang akan pensiun Maret tahun depan, memang berhasrat untuk maju sebagai calon presiden atau wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2019.

"Politik adalah seni kemungkinan, sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Proses menuju apa saja sekarang memerlukan dukungan publik apalagi pemilihan umum, tapi panglima harusnya memberi teladan bagaimana bernegara dengan baik," katanya saat dihubungi.

Latar belakang militer dan dikenal dekat dengan kalangan umat Islam, disebut menjadi nilai jual yang dimanfaatkan Gatot.

"Beberapa pernyataannya terlihat demikian, utamanya saat Pilkada Jakarta ketika aksi unjuk rasa massa bela Islam. Dari situ kemudian banyak dukungan muncul dari kalangan massa Islam terhadap Gatot," ujar Indria.

Namun, ia berharap Gatot tak memanfaatkan TNI untuk kepentingan personalnya sebab hak TNI berpolitik telah dicabut seiring reformasi. Untuk itu, Indria berharap Gatot tidak berupa menarik TNI dalam kegiatan politik praktis.

"TNI adalah alat pertahanan negara, tidak boleh lagi terlibat politik praktis. Kalau tidak, kita kembali mundur ke zaman orde baru," imbuhnya.

Bukan manuver

Namun pengacara Muslim, Kapitra Ampera, menilai pernyataan Gatot adalah peringatan dini kepada semua pihak agar konflik horizontal yang ingin diciptakan tidak terjadi. Dia yakin Panglima TNI tak asal ngomong dan punya data akurat.

“Dia (Gatot) membela negara dari segala potensi ancaman. Itu harus kita apresiasi. Dia tidak membela kelompok tertentu, tapi untuk melindungi seluruh warga negara,” ujar Kapitra kepada BeritaBenar.

Ketua tim advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) itu menolak tudingan Gatot bermanuver untuk mencari dukungan kelompok Muslim.

“Dia memang Muslim, semua pejabat kita mayoritas Muslim. Tapi jangan diartikan bahwa dia dekat dengan ulama tertentu dan dipolitisir semacam itu. Dia membela semua golongan demi menyelamatkan bangsa ini,” katanya.

Hal sama disampaikan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yang menilai pernyataan Gatot adalah kritik terhadap pengadaan alat utama sistem pertahanan sebab tak tertutup kemungkinan terjadi penyimpangan.

"Saya kira kalimat panglima itu tentu memiliki dimensi pengetahuan dan peringatan yang luas," pungkas Fahri.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.