Tokoh Agama: Pertahankan Pancasila, Jangan Diganti Negara Agama

Pemerintah didesak bubarkan ormas radikal, anti-Pancasila.
Lintang Sulastri
2017.04.10
Jakarta
170410_ID_pancasila_1000.jpg Suasana seminar bertemakan "Indonesia di Persimpangan: Negara Pancasila vs Negara Agama" di Jakarta, 8 April 2017.
Lintang Sulastri/BeritaBenar

Pemimpin agama dan aparat pemerintah mengatakan Indonesia tidak boleh menjadi negara berdasarkan agama namun harus tetap berdasarkan Pancasila yang merupakan alat pemersatu bangsa yang majemuk, demikian disimpulkan dalam sebuah seminar di Jakarta.

“Pancasila sudah final. Kalau ada wacana Pancasila diganti, negara ini akan pecah. Kalau misalnya diganti berasaskan Islam, yang non-Islam pasti minta pisah dari Indonesia,” kata Kapolri Tito Karnavian saat jadi pembicara pada seminar bertemakan, “Indonesia di Persimpangan: Negara Pancasila vs Negara Agama” di Jakarta, Sabtu, 8 April 2017.

Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, mengatakan perlu kepekaan dan deteksi dini dari Polri dan TNI dalam mengatasi kelompok yang punya keinginan untuk mengubah dasar negara.

"Kelompok yang ingin mengganti Pancasila ini kecil, tapi suara mereka lantang menolak Pancasila. Kaum moderat tidak boleh diam. Mereka harus dilawan. Saya minta aparat penegak hukum jeli melihat ini, jangan biarkan mereka menjadi besar," ujar Syafii.

Menurutnya, nilai-nilai Pancasila saat ini masih menggantung di awan dan belum turun menyentuh keseharian masyarakat Indonesia.

"Pancasila harus ada dalam diri kita. Situasi sekarang masih besarnya kesenjangan sosial, maraknya korupsi, nilai-nilai Pancasila seperti 'keadilan sosial' belum menyentuh semua masyarakat," katanya.

Kelompok radikal

Dengan kesenjangan dan ketidakadilan sosial, ungkap Syafii, kelompok-kelompok radikal muncul dan didukung oleh sebagian masyarakat.

Misalnya, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang mendapat simpati padahal ajarannya menyimpang dari Islam.

"Islam yang salah jalan, misguided Arabism. Mereka mengharamkan semua yang di luar keyakinan mereka," kata Syafii.

Tito menyatakan ada kesamaan latar belakang tindakan dilakukan teroris, yaitu mereka melakukan pembunuhan atas nama Tuhan.

Menurutnya, apa yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari konflik di Timur Tengah.

Tokoh Kristen Protestan, Nathan Setiabudi, dalam seminar itu meminta apakah mungkin umat Islam di Indonesia mendeklarasikan bahwa ISIS bukan Islam.

Peneliti masalah kemasyarakatan dari LIPI, Ahmad Najib Burhani, mengatakan mungkin saja dilakukan tetapi harus ada gerakan bersama karena suara simpatisan kelompok ini juga lantang.

Namun, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshidiqqie, tidak setuju dengan ide tersebut.

"Saya risih mendengar permintaan Pendeta Nathan, karena memang ISIS bukan Islam. Apa yang mereka lakukan sama sekali tidak ada yang sesuai dengan ajaran Islam," ujar Jimly.

Pembubaran Ormas

Menurut Jimly, ada beberapa organisasi masyarakat (ormas) kecil di Indonesia berafiliasi dengan kelompok radikal di luar negeri atau menganut paham yang sama. Ia mendesak pemerintah untuk membubarkan ormas-ormas tersebut.

"Saya minta kepada Kapolri tolong ormas-ormas yang anti Pancasila dan NKRI ini segera dibubarkan. Kalau mereka menggugat, bawa ke pengadilan lalu kita lakukan proses hukumnya," ujar Jimly, tanpa menyebutkan nama-nama ormas tersebut.

Syafii setuju dengan ide pembubaran tersebut. "Mereka tidak boleh diberi ruang, jangan sampai ada anak bangsa melakukan penghianatan kepada Pancasila karena membela kelompok-kelompok tersebut," tegasnya.

Sekjen PBNU, Helmi Faisal Zaini, dalam diskusi tersebut mengatakan organisasinya sudah sering menyampaikan masalah itu kepada Presiden Joko Widodo.

PBNU, katanya, berpendapat jika ormas-ormas kecil itu dibiarkan besar, akan menjadi ancaman bagi Indonesia yang majemuk.

"Jika dibiarkan, masyarakat beranggapan bahwa ormas-ormas ini benar dan dibenarkan oleh negara,” katanya yang juga tak menyebutkan nama ormas dimaksud.

"Kalau terus dibiarkan, lima atau 10 tahun ke depan orang Indonesia yang mendukung radikalisme, yang sekarang mungkin sekitar empat persen dari jumlah penduduk, akan berlipat-lipat," ujar Helmi.

Pendidikan

Menurut Tito, nilai-nilai Pancasila harus tetap diajarkan pada sekolah-sekolah di tanah air dan ditanamkan pada anak bangsa sejak dini.

“Banyak sekolah, seperti madrasah-madrasah tertentu, sekolah-sekolah internasional tidak menyampaikan pelajaran Pancasila lagi. (Padahal) nilai-nilai Pancasila ini penting untuk disampaikan dari kecil,” katanya.

Jimly sepakat dengan Tito seraya mengatakan saatnya Indonesia mengubah kurikulum pendidikan.

"Orientasi untuk pendidikan dasar dan menengah haruslah pendidikan karakter. Tidak perlu terlalu menitikberatkan pada ilmu pengetahuan, para murid bisa mencarinya dari internet. Zaman sudah berubah," katanya.

Para siswa, lanjut Jimly, sebaiknya diberikan pembekalan etika, moral dan integrasi sejak kecil sehingga mereka bisa menjadi pribadi yang tangguh dan tidak mudah dipengaruhi paham-paham radikal.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.