Petaka Siang Bolong di Jantung Jakarta

Arie Firdaus
2016.01.14
Jakarta
police-1000 Dua polisi berpakaian preman mengarahkan pistol ke arah seorang tersangka teroris di depan kafe Starbucks di pusat perbelanjaan Sarinah di Jakarta Pusat, Jakarta, 14 Januari 2016.
AFP

Brigadir Kepala Feri Siregar tak pernah menyangka ia bakal menghadapi peristiwa mencekam pada Kamis siang, 14 Januari 2015 lalu. Ketika ia harus terlibat baku tembak dengan para pelaku peledakan bom di gerai Starbucks Sarinah, Jakarta Pusat.

Semua bermula ketika ia mendapat instruksi untuk mengecek sebuah insiden di Sarinah, sekitar pukul 11.00 WIB. Ketika itu, ia tengah berjaga-jaga di kantor Balai Kota DKI Jakarta yang berjarak sekitar 500 meter dari Sarinah.

Hanya saja, dalam informasi tersebut, ia tak diberitahu insiden yang dimaksud. "Tak jelas betul, makanya saya diminta mengecek," kata Feri kepada BeritaBenar.

Ia kemudian meluncur bersama rekannya menggunakan sepeda motor trail. Turut juga tiga rekannya yang lain dengan mengendarai dua motor berbeda. Namun, sesampai di lampu merah Sarinah, tak kepalang kaget Feri dan rekan-rekannya. Petaka tiba-tiba menghampirinya.

Dor! Seseorang tiba-tiba menembaki mereka dari sisi kiri, dari balik pagar Menara Cakrawala yang juga dikenal sebagai Skyline Building.

Penembak berdiri di depan gerai Burger King yang berada tepat di sebelah Starbucks.

Feri dan kawan-kawannya kaget dan sontak berlindung di balik mobil Toyota Fortuner milik Kepala Bagian Operasional (KabagOps) Kepolisian Resor Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro.

Feri membalas tembakan itu sebagai upaya melindungi dirinya dan rekan-rekannya yang lain. Dia tidak mengalami luka-luka dalam insiden penembakan itu.

Tidak memegang senjata api

Tak semua polisi yang terjebak dalam baku tembak itu memegang senjata api. Sebagian anggota kepolisian yang lain memilih menyelamatkan diri dengan melompati taman pembatas ruas M.H Thamrin dan berlari menuju Gedung Jaya, yang terletak di sebarang Menara Cakrawala. Salah satunya adalah Brigadir Polisi Satu Panjaitan.

Ketika ditemui di pelataran Gedung Jaya, pakaian Panjaitan terlihat berantakan. Noda cokelat gelap tanah tampak jelas di sikut bajunya.

"Saya tak memegang senjata. Makanya saya memilih lari menyelamatkan diri," katanya. Dalam video yang viral beredar di dunia maya, memang tampak beberapa polisi melompati pagar taman pembatas jalan saat insiden tembak-menembak.

Para penyerang tak hanya memberondong Feri, Panjaitan dan dan anggota polisi lain dengan tembakan. Mereka juga dilempari bahan peledak. Panjaitan mengaku tak tahu persis bahan peledak yang dilemparkan ke arah mereka yang tengah berlindung di balik mobil.

"Saya gak tahu(apakah granat," kata Panjaitan lagi. Namun dalam pernyataan di Istana Negara seusai insiden, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya Inspektur Jenderal Tito Karnavian mengkonfirmasi bahwa bahan peledak itu sebagai bom tangan rakitan.

Feri mencatat, setidaknya ada enam tembakan yang dilepaskan ke arah mereka oleh para pelaku, yang diidentifikasi berkaos hitam, bertopi hitam, dan mengenakan tas ransel.

"Sepenglihatan saya, ada dua orang," kata Feri lagi, yang turut menyelematkan diri dengan melompati pembatas taman.

Mengenai wajah penembak, ia hanya menggeleng."Saya enggak memperhatikan. Sudah panik saja," katanya lagi.

"Tapi ia (pelaku) terlihat sangat santai. Saya bahkan sempat melihat penembak mengisi peluru sebelum mengarahkan tembakan lagi ke kami."

Ia pun mengaku tak mendengar jika penembak meneriakkan sesuatu sembari melancarkan serangan. "Sependengaran saya, dia enggak bilang apa-apa."

Mengenai senjata yang digunakan pelaku. Baik Feri atau Panjaitan tak bisa memerinci. "Kelihatannya, sih, jenis FN atau glock," kata Panjaitan.

Seorang rekan tertembak

Salah seorang rekan Panjaitan terluka dalam insiden yang menewaskan tujuh orang -- lima diantaranya tersangka teroris -- yaitu Ajun Inspektur Polisi Satu Budiono. Budiono kini tengah dirawat di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta Pusat, setelah tertembak di bagian perut.

Tadinya, ditambahkan Panjaitan, Budiono bersama-sama dengannya berada di Balai Kota DKI Jakarta, tapi lebih awal berangkat ke Sarinah.

"Ia sempat bilang,'Saya duluan, ya'," kata Panjaitan menirukan pernyataan Budiono.

Merujuk pada data yang dirilis Kepolisian Daerah Metro Jaya, Budiono adalah satu dari 20 orang yang kini masih dirawat di lima rumah sakit berbeda. Dari 20 korban luka itu, enam di antaranya adalah polisi, sepuluh warga sipil, dan empat warga negara asing.

Adapun tujuh korban meninggal, seperti dikonfirmasi Kapolda Tito, lima di antaranya adalah pelaku peledakan bom, seorang warga negara Indonesia, dan seorang warga negara Kanada.

Suasana mencekam

Peledakan bom dan penembakan yang terjadi Kamis siang itu sempat membuat kawasan Sarinah mencekam. Toko-toko diinstruksikan ditutup.

"Instruksi langsung dari pengelola gedung," kata Hilman Abdul Aziz, salah seorang karyawan minimarket di Gedung Sarinah. Gedung Sarinah sendiri berada di sebelah Menara Cakrawala.

Hilman menuturkan, tatkala ledakan bom pertama terjadi, ia mengira bunyi itu badai yang akan datang, pertanda hujan. "Geludug kencang, yang sampai menggetarkan kaca," katanya saat ditemui di lokasi kejadian.

Baru pada ledakan kedua Hilman penasaran dan bergerak ke luar toko. Di luar, ia menyaksikan kepanikan di sekitaran Sarinah. Orang-orang berlarian tak tentu arah.

Tak berbeda penututan Riza Hizal, penjaga tiket parkir di Gedung Sarinah. Ia mengaku langsung melarikan diri ke arah belakang gedung. "Saya gak tahu, yang penting menyelamatkan diri saja," katanya dengan wajah yang masih terlihat pucat.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.