Pilkada Serentak Siap Digelar
2017.02.14
Jakarta
Sekitar 41 juta warga di tujuh provinsi, 18 kota dan 67 kabupaten di Indonesia bakal mendatangi tempat-tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih pemimpin mereka dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, Rabu, 15 Februari 2017.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jury Adiantoro memastikan pihaknya telah siap melaksanakan pemungutan suara. Sejauh ini, pelaksanaan Pilkada mulai dari tahapan pencalonan hingga masa kampanye berjalan dengan baik.
“Kita harapkan seluruhnya berjalan lancar tanpa ada kendala dan gangguan,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 14 Februari 2017.
Komisioner KPU, Arief Budiman, menambahkan logistik Pilkada sudah didistribusikan ke desa-desa dan semuanya berjalan lancar.
TPS dibuka pukul 07.00 hingga pukul 13.00 waktu setempat. KPU menargetkan pemilih yang berpartisipasai mencapai 77,5 persen dalam Pilkada serentak tahun ini.
Di sebuah masjid pinggiran pusat kota Banda Aceh, pada Selasa siang, terdengar seruan melalui pengeras suara yang mengimbau warganya untuk mendatangi TPS.
“Ini momentum lima tahun. Rugi kalau kita tidak memilih. Apalagi dalam Islam, memilih pemimpin wajib hukumnya,” demikian bunyi pengumuman tersebut.
Tujuh provinsi yang memilih pasangan gubernur dan wakil gubernur ialah Aceh, Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, Papua Barat dan DKI Jakarta.
Pilkada Jakarta
Pakar komunikasi politik, Gun Gun Heryanto menyatakan, Pilkada serentak di sejumlah daerah kalah pamor dengan Jakarta. Selain faktor ibukota negara, Pilkada DKI menjadi ajang eksistensi para tokoh partai politik.
“Seluruh energi partai politik habis di Jakarta dan Jakarta seolah menjadi batu pijakan bagi partai politik untuk bersaing di pemilihan berikutnya,” katanya kepada BeritaBenar.
Sementara itu pengamat politik yang juga direktur eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, menegaskan partai politik sebagai gerbong politisi di Pilkada harus memperlihatkan kematangan dalam berpolitik melalui adu program, bukan malah saling menjatuhkan dengan isu-isu primordial dan konservatif.
“Saya kira ini tantangan terbesar bagi kita khususnya para elit politik dalam menciptakan iklim demokrasi yang baik. Penegakan hukum juga perlu dijalankan,” pungkas Hanta.
Pilkada Jakarta yang diikuti tiga pasangan calon – Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, petahana Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno, memang sarat dengan manuver politik.
Seperti misalnya, Ahok, saat ini menjadi terdakwa kasus dugaan penistaan agama. Terbelitnya Ahok dalam kasus tersebut, bermula dari beredarnya sebuah video pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang telah diedit, di sosial media.
Dalam pidato tanggal 27 September 2016 itu Ahok mengutip surat Al-Maidah Ayat 51 dari Alquran yang oleh sebagian orang ditafsirkan sebagai larangan umat Islam memilih pemimpin non-Muslim.
Walaupun gubernur dari etnis Tionghoa yang beragama Kristen itu telah meminta maaf dan mengatakan bahwa ia tidak bermaksud menyinggung umat Islam, pidato tersebut berujung pada tiga demonstrasi besar Ormas Islam di Jakarta menuntut Ahok untuk diadili dengan tuduhan penistaan Alquran.
Hak Angket
Ahok yang kini kembali aktif sebagai gubernur dengan berakhirnya masa kampanye Pilkada, mendapat tantangan dari berbaga pihak yang menginginkan penonaktifannya karena berstatus terdakwa.
Empat fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu Fraksi Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN), berencana mengajukan hak angket penonaktifan Ahok.
Gerindra dan PKS adalah mesin politik pasangan calon Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Sedangkan Demokrat dan PAN adalah partai pendukung Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.
Kepada BeritaBenar, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menambahkan, hak angket tersebut digulirkan untuk meminta penjelasan pemerintah atas keputusan pengangkatan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, setelah masa cuti kampanyenya berakhir 11 Februari lalu.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pada Desember lalu sempat mengatakan dia akan memberhentikan sementara Ahok sesaat begitu masa cuti kampanyenya berakhir sebab telah berstatus terdakwa.
Namun pernyataan itu kemudian direvisi Tjahjo, dengan mengatakan akan menunggu besaran tuntutan jaksa sebelum memutuskan nasib Ahok.
Tetapi, pengamat hukum tata negara Refli Harun berpendapat bahwa tindakan Mendagri sudah tepat.
Musababnya, Pasal 83 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi acuan, menyebutkan bahwa keputusan penonaktifan hanya dilakukan jika diancam hukuman minimal 5 tahun penjara, yang dikategorikan sebagai tindak pidana berat.
Sedangkan ancaman hukuman Ahok, kata Refli, adalah maksimal lima tahun penjara
“Artinya, itu termasuk kejahatan menengah atau ringan," katanya kepada BeritaBenar.
TNI-Polisi siaga
Juru bicara Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Argo Yuwono menyebutkan, 23.348 polisi dikerahkan untuk mengamankan proses pemungutan suara.
“Kita dibantu TNI dari Kodam Jaya 5.500 personel. Kita sudah siapkan pola pengamanan baik yang rawan, sedang maupun tidak rawan,” katanya kepada BeritaBenar.
Kapolri Jendral Tito Karnavian telah memerintahkan seluruh jajarannya untuk menjaga dan mengawasi pemungutan sara. Siapapun yang berusaha menganggu pencoblosan akan ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Polri juga telah memetakan sejumlah daerah rawan. Tiga di antaranya adalah Jakarta, Aceh dan Papua. Bahkan Tito mengancam akan mencopot Kapoldanya yang dinilai gagal mengamankan Pilkada.
“Masalah Pilkada ini, kami akan all out,” katanya kepada wartawan.
Arie Firdaus di Jakarta ikut berkontribusi dalam artikel ini.