Dibayangi Potensi Intimidasi, Warga Jakarta akan Pilih Gubernur
2017.04.17
Jakarta
Sekitar 7 juta warga Jakarta bakal memilih gubernur dalam putaran kedua Pilkada, Rabu, 19 April 2017, di tengah kekhawatiran munculnya intimidasi akibat pengerahan massa dari beragam daerah ke ibukota.
Mobilisasi massa itu dilakukan kelompok masyarakat yang menamakan dirinya “Gerakan Kemenangan Jakarta”, dengan tema Tamasya Al-Maidah.
"(Pengerahan massa) agar kita mendapat pemimpin Muslim yang sesuai amanat Al-Maidah," kata ketua panitia Tamasya Al-Maidah, Ansufri Sambo, dalam jumpa pers di Aula Buya Hamka kompleks Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, Senin, 17 April 2017.
"Karena tidak layak seorang penista agama jadi pemimpin," katanya, merujuk pada petahana Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama yang berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat.
Ahok kini tengah menjalani persidangan atas dugaan penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan agenda lanjutan adalah pembacaan tuntutan dari jaksa yang bakal digelar sehari usai pencoblosan.
Kasus Ahok bermula dari beredarnya sebuah video pidatonya di Kepulauan Seribu pada September tahun lalu di depan warga setempat, yang oleh sebagian Muslim dianggap menistakan Islam. Inti pidatonya mengatakan agar warga tidak mau dipolitisir oleh orang-orang yang menggunakan surat Al-Maidah ayat 51 untuk mencegah mereka memilih pemimpin non Muslim.
Sejumlah unjuk rasa diinisiasi kelompok Muslim konservatif digelar beberapa kali untuk menuntut Ahok ditangkap karena pidatonya itu.
Ansufri mengklaim, 100 ribu orang telah menyatakan siap berpartisipasi dalam aksi yang bertujuan mengawal kemenangan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, saingan Ahok-Djarot. Massa itu nantinya bakal disebar ke seluruh tempat pemungutan suara (TPS).
Pengerahan masa seperti ini sebenarnya dilarang.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), KPU DKI Jakarta, dan kepolisian telah menerbitkan maklumat bersama yang intinya melarang mobilisasi massa dari daerah ke Jakarta.
"Kalau sekedar jalan-jalan, silakan. Tapi bukan ke TPS dengan jumlah massa banyak. Tamasya Al-Maidah itu tindakan yang intimidatif secara psikologis dan politis," kata Kapolri Tito Karnavian, dikutip dari laman BeritaSatu.
Ansufri menepis kegiatannya berpotensi memunculkan intimidasi kepada para pemilih, seperti sempat diutarakan kepolisian dan Bawaslu. Pasalnya, peserta Tamasya Al-Maidah akan berdiri dalam jarak 20 meter dari TPS, ujarnya.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo berharap warga Jakarta tak khawatir. Ia memerintahkan seluruh aparat keamanan, seperti polisi dan TNI, untuk menjamin kelancaran Pilkada.
“Gunakan hak pilih tanpa ragu,” katanya dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya, Irjen. Pol. M. Iriawan, menyebutkan 64.726 personel gabungan terdiri dari polisi, TNI, dan Satpol PP dikerahkan untuk menjaga keamanan Jakarta pada hari pencoblosan.
Dalam putaran pertama 15 Februari lalu, pasangan Anies-Sandi kalah dari Ahok-Djarot, dengan selisih suara sekitar 3 persen. Menurut sejumlah lembaga survei, persaingan kedua kandidat berlangsung ketat menjelang hari pencoblosan.
Dugaan politik uang
Dugaan kecurangan memang bermunculan kian kencang jelang hari pencoblosan. Salah satu pemicunya adalah maraknya kegiatan pembagian bahan-bahan pokok (sembako).
Kegiatan ini ditengarai sebagai modus politik untuk meraup suara pemilih. Kedua kubu pun saling lapor dalam kasus ini.
Kubu Anies-Sandi melaporkan pasangan Ahok-Djarot setelah mengklaim menemukan kegiatan pembagian bahan pokok di kawasan Kalibata di Jakarta Selatan dan Kampung Melayu di Jakarta Timur oleh sekelompok orang berbaju kota-kotak -seragam khas Ahok-Djarot.
Ada pula sembako milik pendukung Ahok-Djarot yang diduga siap dibagikan di kawasan Kalideres dan Palmerah, Jakarta Barat, ditemukan Bawaslu.
Tudingan ini dibantah juru bicara tim Ahok-Djarot, Taufik Basari. Menurutnya, seragam kotak-kotak seperti yang dipakai Ahok-Djarot bisa dibeli dengan mudah di pasar.
"Kami enggak ada acara pembagian sembako untuk mengajak pemilih," kata Taufik kepada BeritaBenar.
Sebaliknya, pembagian sembako oleh kubu Anies-Sandi dilaporkan ke Bawaslu setelah tim Ahok-Djarot menemukan salah satu pengusaha pendukung Anies-Sandi, Harry Tanoesoedibyo, beserta Nur Asia --istri Sandiaga-- membagikan paket sembako murah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu pekan lalu.
Perihal laporan itu, Wakil Ketua Tim Advokasi Anies-Sandi, Yupen Hadi, tak ambil pusing. Menurutnya, tim pemenangan tidak pernah menggunakan siasat pembagian sembako untuk mendapatkan suara pemilih.
"Ini balasan dari mereka lah. Gampang saja, jika ada bukti silakan dilaporkan," kata Yupen kepada BeritaBenar.
Tindak tegas
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, meminta Bawaslu berani menindak tegas pasangan calon yang terbukti membagi-bagikan sembako guna meraup suara.
"Itu adalah wujud politik uang yang sangat hina. Jadi aneh jika dibiarkan saja," kata Adi saat dihubungi.
Hal serupa disampaikan pengamat politik Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, yang menilai kegiatan itu termasuk politik uang.
"Dapat dibatalkan sebagai calon dan dikenai pidana," katanya, menjelaskan konsekuensi tindakan itu.
Perihal desakan untuk bertindak tegas bagi pasangan calon yang terindikasi melakukan politik uang, Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Bawaslu DKI Jakarta, Muhammad Jufri, mengaku cukup kesulitan.
Soalnya, ujarnya, pelaku yang dilaporkan kerap kali berkelit dan membantah mendapat instruksi dari pasangan calon, dengan mengatakan pembagian sembako dilakukan oleh pendukung.
"Mereka bilang tidak ada kaitan dengan calon. Itu kendala kami dalam menelusurinya," pungkas Jufri.