Mengembalikan Harapan Warga Klaten Pasca Gempa
2015.11.20
Klaten
Sore itu di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, lima anak perempuan berusia 6-8 tahun serius belajar menari, mata mereka tak lepas dari gerakan sang ibu guru. Di halaman belakang, Idris, salah seorang pembimbing, duduk di atas rumput dikelilingi pelajar yang masing-masing memegang buku.
Mereka adalah anak-anak di Desa Bayat. Mereka belum lahir ketika daerah mereka ditimpa gempa yang mengguncang Klaten dan Yogya tahun 2006. Pasca gempa tersebut, Desa Bayat sempat tidak mendapat perhatian. Namun sebuah yayasan di Jakarta membuka pusat belajar dan pelatihan warga. Anak-anak yang sore itu bersama sang guru tengah berdiskusi tentang manfaat tanaman, adalah bagian dari kegiatan program pelatihan tersebut.
“Jadi menurut buku yang baru saja kita baca, apa saja manfaat tanaman lidah buaya?” tanya Idris kepada murid-muridnya.
“Menyembuhkan gatal!”
“Mengobati luka bakar!”
“Obat asma!”
“Penyubur rambut!”
Dengan sabar Idris menanggapi jawaban mereka.
Tidak jauh dari sana di kelas menjahit, Purnamawati, 30 tahun, seorang guru TK sedang memperhatikan guru menjahit Pak Pardi, cara menjahit kantong baju. Laki-laki 63 tahun yang sehari-hari membuka usaha jahit di rumahnya, ini memberi contoh bagaimana menjahit dengan lurus dan rapi.
“Saya usahakan untuk selalu datang, sayang, kan, kalau sudah ada fasilitas ini (tapi) tidak digunakan,” kata Purnamawati.
“Hari ini tumben murid saya hanya satu, biasanya lumayan ada lima sampai tujuh orang.” ujar Pak Pardi.
Kelas jahit yang diasuhnya memang hanya diadakan dua kali dalam seminggu selama dua jam untuk setiap sesi. Kelas keterampilan ini muridnya dipungut biaya 10 ribu rupiah setiap kedatangan. Selain menjahit, ibu-ibu juga bisa mengikuti kelas masak yang rutin diadakan di tempat ini.
Menikmati berbagai fasilitas
Hari itu, beberapa kardus buku kiriman Yayasan Titian, pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), baru saja datang. Beberapa anak yang sudah beranjak remaja dengan antusias ikut membongkar dan menginventaris buku yang akan menjadi koleksi perpustakaan PKBM.
Jenis buku-buku tersebut beragam, buku-buku cerita anak bergambar, novel, buku bertema inspirational, teknologi dan komputer hingga buku memasak.
Di ruang lain, Riski Solikhah, siswi kelas dua STM alat berat di Klaten memandangi layar komputer di depannya mengerjakan tugas sekolah. Disebelahnya, Avi, seorang siswa SD kelas 1 ini asyik bermain game edukasi bersama adiknya yang masih balita. Riski dan Avi adalalah dua dari 30-40 pengunjung yang datang setiap hari ke PKBM yang berlokasi di desa Bayat, Klaten.
Riski, 16 tahun juga penerima beasiswa yang diberikan yayasan kepada anak-anak dari keluarga tidak mampu di sekitar PKBM. Beasiswa diberikan untuk mereka yang menempuh pendidikan sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan.
“Hampir tiap hari aku datang kesini. Bikin tugas sekolah, atau baca-baca buku di perpustakaannya,” ujar Riski yang bercita-cita menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Riski Solikhah (berkerudung) dan Avi (tengah) sedang menggunakan fasilitas internet di PKBM, di Klaten, Jawa Tengah. (BeritaBenar)
Beasiswa bagi siswa tak mampu
Febriyana Dwiyanti, program manager Bayat Project mengatakan penerima beasiswa saat ini ada 87 murid kelas satu, 90 murid kelas dua dan murid kelas tiga berjumlah 90 orang. Tiap tahun pendaftar dari Klaten dan sekitarnya selalu bertambah, tahun ini ada lebih dari 400 murid yang mendaftar progam beasiswa.
“Kami melakukan seleksi ketat kepada pemohon beasiswa, selain mengisi formulir, surat keterangan dari RT/RW, nilai yang bagus, kami juga langsung mengunjungi dan melihat keadaan keluarga mereka apakah murid yang bersangkutan memang layak mendapat beasiswa,” kata Febriyana.
Pemilihan, pendaftaran sekolah diserahkan kepada masih-masing siswa. Yayasan akan memenuhi kebutuhan sekolah si murid.
“Tentu saja ada ceiling yang kami terapkan,” sambung Febriyana.
Walaupun belum ada beasiswa yang disediakan untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi, Titian menyediakan bimbingan belajar dan pendampingan bagi siswa SMA yang berminat melanjutkan ke perguruan tinggi dan memberikan mereka informasi terbaru tentang beasiswa untuk mahasiswa yang bisa didapatkan oleh mereka yang terbentur masalah biaya.
Sebagian besar alumni SMA bisa melanjutkan ke perguruan tinggi negeri dan swasta di berbagai kota termasuk Jakarta dan Surabaya.
“Beberapa alumni yang menempuh pendidikan kejuruan pun tidak sedikit yang sudah bisa mandiri bahkan sukses berwiraswasta,” ujar Febriyana.
Tergerak karena gempa
PKBM ini berdiri tidak lama setelah gempa hebat mengguncang Yogyakarta dan Klaten pada Mei 2006 yang menewaskan lebih dari 6000 orang. Di Klaten sendiri, korban tewas mencapai lebih dari 1.000 orang.
Keadaan Desa Bayat yang hampir tidak mendapat perhatian, menginspirasi Yayasan Titian yang berkantor pusat di Jakarta, untuk membuka PKBM atau Community Learning Center di desa berpenduduk lebih dari 56.000 orang ini.
Dari sebuah PKBM akhirnya berkembang menjadi beberapa program seperti beasiswa dan peningkatan kualitas guru.
Program pengembangan kompetensi guru, adalah program yang dikhususkan kepada guru-guru SD dan SMP, menekankan pada pengembangan kompetensi kepribadian, sosial dan ilmu pendidikan.
Yuliarso Swasono, Program Manager PKBM, mengatakan workshop ini memang diberikan kepada guru-guru sekolah negeri dan madrasah.
“Karena kebanyakan sekolah swasta biasanya sudah mengirimkan pendidik mereka untuk mengikuti pelatihan seperti ini,” ujar Swasono saat mendampingi 40 orang guru yang hari itu sedang menerima materi pelatihan kepribadian dari Iwan Phambudi, seorang psikolog dari UGM.
Selama dua minggu pelatihan, para peserta diinapkan di sebuah hotel karena pelatihan dilaksanakan dari pukul 8 pagi hari dan selesai pada jam 9 malam.
Setiap sekolah mengirimkan satu orang wakilnya.
Peno Suyanto, fasilitator pada pelatihan ini mengatakan setelah selesai pelatihan setiap guru akan mendapat pendampingan sampai tiga bulan dan selama masa itu, fasilitator akan mengamati dan membuat review masing-masing guru.
“Untuk memastikan bahwa para guru mempraktikkan apa yang telah didapatnya selama pelatihan,” kata Peno. Ia menambahkan tidak ada alumni yang gagal pada masa pendampingan.
Program yang diadakan tiap tiga bulan sekali ini dimulai pada tahun 2010, telah melaksanakan 57 kali pelatihan dengan jumlah alumni sebanyak lebih dari 1600 guru dari 467 sekolah di Yogyakarta dan Klaten.
Alumni program ini, mengatakan ia semakin percaya diri di kelas.
“Pelatihan ini membuat saya lebih lebih bisa menahan emosi dan lebih bisa memberi kasih sayang kepada murid-murid,” tukas Niken Habsari, guru SDN Kotagede 3, Yogyakarta.