Vaksinasi polio di Aceh hadapi sejumlah penolakan di tengah berjangkitnya penyakit itu

Sekitar 15 persen orangtua menolak karena keyakinan agama, takut efek samping dan ketidaktahuan.
Arie Firdaus dan Tria Dianti
2022.11.29
Jakarta
Vaksinasi polio di Aceh hadapi sejumlah penolakan di tengah berjangkitnya penyakit itu Seorang bayi menerima vaksin polio dalam program pencegahan stunting di posyandu di Banda Aceh pada 14 November 2022.
[Ketua Mahyuddin/AFP]

Pemerintah kembali menggalakkan vaksinasi polio di Aceh setelah ditemukannya sejumlah kasus penyakit itu di sana, namun program itu mendapatkan penolakan dari sejumlah warga karena alasan agama dan kekhawatiran terhadap efek samping imunisasi demikian kata pejabat terkait, Selasa (29/11).

Sejatinya Indonesia telah dinyatakan bebas polio. Namun demikian pada Oktober lalu seorang anak berusia 7 tahun di Pidie menderita polio dengan mengalami gejala kelumpuhan pada kaki kiri, dengan otot paha dan betis yang mengecil. Ia tidak memiliki riwayat vaksinasi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat pada tahun 2021 cakupan imunisasi polio di Aceh hanya mencapai 50,9 persen. Jumlah ini merupakan jumlah terendah kedua di Indonesia setelah Provinsi Papua Barat menurut Badan Biro Statistik. Tingkat vaksinasi polio secara nasional adalah 80,7 persen.

Pada hari pertama kampanye yang menyasar anak-anak usia 0-12 tahun di Kabupaten Pidie, Senin, beberapa orangtua menolak anak mereka divaksin polio.

“Ada penolakan 15 persen, rata-rata di sekolah," kata Arika Husnayanti, Kepala Dinas Kesehatan Pidie, menambahkan bahwa per Selasa tercatat 14 ribu anak telah menerima vaksin polio di kabupaten itu.

“Kalau ada penolakan, ya, kami infokan kepala Puskesmas agar mundur dulu. Nanti akan turun kapolres dan camat untuk mengadakan pendekatan kepada kepala desanya, baru tim kami turun kembali,” katanya.

Pemerintah menargetkan 1,2 juta anak mendapakan vaksin polio tipe-2 hingga Januari 2023.

“Target cakupan (vaksin) 95 persen di setiap tahapan. Kemarin sudah dimulai di Pidie dan minggu depan bertahap di enam kabupaten dan kota di sekitarnya," kata Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Prima Yosephine, dalam keterangan pers, Selasa.

Kemenkes menyatakan situasi Kejadian Luar Biasa (KLB) setelah ditemukannya kasus polio di Pidie pada bulan lalu, delapan tahun setelah WHO menyatakan Indonesia telah memberantas virus itu pada 2014.

Sejauh ini, petugas telah mencatat empat kasus polio– semuanya di Aceh – dengan tiga di antaranya dikategorikan sebagai polio tipe-2 yang tidak diikuti kelumpuhan.

Seorang pria asal Aceh yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa dia tidak memvaksinasi anaknya yang kini berusia empat tahun karena tidak sejalan dengan ajaran agamanya.

“Katanya, ada kandungan tidak halal sehingga saya tidak memberikan vaksin,” ujar lelaki 30 tahun tersebut kepada BenarNews.

Apakah dia bakal mengikuti program vaksinasi pemerintah seiring penetapan KLB di Aceh, pria itu menambahkan, “Kalau bisa tidak usah.

Dari semua provinsi, Aceh memiliki cakupan imunisasi anak terendah, yaitu 38,4 persen pada tahun 2021. Cakupannya hampir mencapai 60 persen pada tahun 2017 tetapi terus menurun sejak itu.

Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum atau syariah Islam.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Kemenkes pasca wabah polio mengungkapkan bahwa orang tua memutuskan untuk tidak memvaksinasi anaknya karena keyakinan agama, kekhawatiran terhadap efek samping dan kurangnya pengetahuan tentang manfaat vaksinasi.

Pandemi COVID-19 selama sekitar dua tahun juga menghambat capaian program imunisasi dasar pemerintah, terang Kemenkes.

Polio disebabkan virus yang menyerang sistem saraf dan dapat mengakibatkan kelumpuhan permanen. Virus menular melalui tinja dan berkembang di saluran pencernaan.

Kasus polio telah menurun lebih dari 99 persen sejak 1988, dari sekitar 350.000 kasus di lebih dari 125 negara endemik, menjadi 6 kasus yang dilaporkan pada tahun 2021, menurut WHO.

Saat ini, kasus endemik polio masih terjadi di wilayah Afghanistan dan Pakistan, kata WHO.

Menurut Inisiatif Pemberantasan Polio Global PBB, kasus virus polio baru ditemukan minggu lalu di Afghanistan, Aljazair, Chad, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, dan Nigeria.

Kegagalan untuk menghentikan polio di wilayah yang belum bebas polio dapat mengakibatkan kebangkitan penyakit tersebut secara global, WHO memperingatkan.

“Itulah mengapa sangat penting untuk memastikan polio diberantas sepenuhnya, sekali dan untuk selamanya,” demikian pernyataan WHO.

“Benar-benar harus dihentikan”

Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai penolakan vaksin polio oleh sebagian warga merupakan hal serius karena upaya mencapai kekebalan komunal menjadi sulit tercapai.

“Polio ini bisa menyebabkan orang terinfeksi ini mengalami kelumpuhan bahkan kematian. Bahkan untuk kasus yang mulai mengalami kelemahan otot akan ada potensi post-polio yang bisa menimbulkan kelumpuhan saat usia dewasa,” ujar Dicky kepada BenarNews.

Dicky mengatakan pemahaman keliru soal vaksin menjadi penyebab utama orangtua enggan mengimunisasi anaknya.

“Pemerintah gagal counter dengan strategi risiko yang baik. Ini yang tidak bisa dibiarkan. Tak hanya polio tapi juga vaksin lainnya. Bukan hanya di daerah yang terdampak tapi juga yang sudah kuat vaksinasinya dengan cara meningkatkan sarana kualitas vaksinasi,” katanya.

Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO untuk Asia Tenggara, mengatakan Indonesia mengalami wabah polio sebanyak 305 kasus di 10 provinsi antara tahun 2005 dan 2006.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu berharap dukungan para orangtua agar KLB polio dapat segera berakhir.

"Kami harapkan target bisa tercapai... Hal ini untuk memastikan penularannya benar-benar bisa kita hentikan,” ujar Maxi dalam konferensi pers, Selasa.

Imunisasi polio telah membantu hampir 20 juta orang dapat berjalan hari ini, dimana jika tanpa vaksinasi mereka akan lumpuh, kata WHO.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.